Selasa, 05 Maret 2019 | 17:00 WIB
Berjalan di antara kumuhnya pemukiman warga di Brazzaville, Kongo, seorang pria tampak bergaya necis dengan baju setelan jas keluaran rumah mode ternama.
Rupanya pemandangan kontras seperti ini umum dijumpai di Kongo, di mana penduduknya lebih rela kelaparan asal bisa tampil gaya. La Sape, begitu istilah yang digunakan untuk menyebut mereka si pria perlente asal Kongo.
Dilansir dari Aljazeera, ada beberapa sumber yang menyebutkan jika tradisi berpakaian necis ala Sapeurs --sebutan untuk anggota komunitas La Sape-- sudah dimulai sejak lama.
Baca Juga: Pabrik Bata di Purwakarta Tutup, Simak Fakta Menarik Brand Sepatu Legendaris Ini
Seorang jurnalis bernama Hannah Rose Steinkopf-Frank menyebutkan dalam karyanya jika tradisi para Sapeurs ini dibawa oleh Marc Zeita, pria Kongo yang pindah ke kota fesyen, Paris.
Di sana dituliskan jika para pemuda Kongo ini sangat tertaik meniru gaya busana orang Perancis.
Hasil adaptasi budaya inilah yang kemudian dibawa pulang ke kampung halaman mereka di Kongo. Gaya busana khas Eropa dianggap sebagai simbol kesuksesan setelah merantau.
Baca Juga: 3 Rekomendasi Face Wash, Kemasan Mini Cocok untuk Traveling
Belakangan, praktek bergaya perlente meluas hingga berbagai kalangan. Mereka berlomba-lomba tampil necis tanpa peduli lingkungannya yang kumuh.
Bahkan disebutkan jika Sapeur ini rela berhutang dan terjerat dunia hitam narkoba demi tampil gaya.
Meskipun begitu, nggak semua Sapeur bangga dengan gaya hidup 'maksa' seperti ini. Beberapa yang masih berpikir dengan logika mulai mengkritisi keadaan ini.
Charlie Schengen, Sapeur di London mengatakan jika tradisi ini membuatnya kehilangan tradisi asli Kongo. Masih dilansir dari Aljazeera, Charlie bahkan berkata jika itu adalah sebuah kebodohan.
Baca Juga: Riset Digital Ramadan 2024: Raffi Ahmad dan Nagita Slavina Paling Getol Promosi di Media Sosial
Sayangnya, suara orang-orang seperti Charlie nggak banyak. Atas nama kebersamaan, Sapeurs yang kritis ini pun tetap meneruskan bergaya perlente agar tidak diprotes oleh rekannya di Kongo.