Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Masyarakat adat di berbagai kampung di kawasan Danau Toba, Sumatera Utara, sudah sejak lama berhadapan dengan berbagai situasi yang sulit.
Kemarin, Selasa (11/9), Mersi Silalahi yang merupakan perempuan adat keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita, duduk bersama keturunan Ompu Umbak Siallagan untuk mencari perlindungan dan mempertahankan tanah milik masyarakat adat di sana.
Thomson Bersama tiga orang lainnya yaitu Jonny Ambarita, Gio Ambarita, dan Parando Tamba, diculik saat tidur di rumahnya dan ditahan dengan tuduhan melakukan perusakan dan penganiayaan terhadap pekerja PT. Toba Pulp Lestari.
Baca Juga
-
Serunya Gathering Komunitas Ibu2Canggih, Ada Games hingga Tips Jadi Ibu Modern!
-
AI Denta-Scan, Konsultasi Gigi Online Jadi Semakin Mudah
-
Belajar dari Ariel Tatum, Pahami Beragam Alasan di Balik Keputusan Childfree
-
Jangan Lewatkan! Pesona Keindahan Musim Bunga Liar di Australia Barat
-
Cara Memilih Obat Batuk, Simak Panduan dari Dokter Spesialis
-
Studio Tui Hadirkan "Unfolding Petals", Desain Print Hasil Gambar Tangan
"Bebaskan suami saya dan pejuang masyarakat adat sekarang juga," ucap perempuan 40 tahun tersebut, dalam acara konferensi pers Masyarakat Adat Tano Batak, di Media Center PGI, Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (11/9/2024).
Sebabkan Pencemaran Lingkungan di Danau Toba
Konflik antara PT. Toba Pulp Lestari atau TPL dengan dua masyarakat adat di Simalungun, berawal dari klaim sepihak pemerintah terhadap tanah adat Ompu Mamontang Laut Ambarita dan Ompu Umbak Siallagan tanpa adanya persetujuan dari dua komunitas adat tersebut.
Akibatnya, akses masyarakat adat terhadap tanah menjadi hilang. Belum lagi dampak aktivitas perusahaan yang mengakibatkan kerusakan masif di atas wilayah adat mereka.
Kata Mersi, akses warga terhadap dua sumber mata air di desa Sihaporas juga telag hilang dan tercemar.
Tidak hanya itu, tempat sakral untuk melakukan ritual adat serta hutan yang menjadi sumber obat-obatan masyarakat juga telah berganti menjadi tanaman ekaliptus milik PT. Toba Pulp Lestari.
"Kita sudah pernah melaporkan ke DLHK (Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan) bahwa daerah kita itu sudah tercemar (karena) TPL," kata Mersi kepada Dewiku lebih lanjut.
Pada tahun 2018, aktivitas TPL juga diduga telah menyebaban pencemaran lingkungan yang membuat dua jenis ikan endemik Danau Toba, yaitu ikan pora-pora dan ikan batak, mati mengambang.
"Tahun 2018 ada perantau datang, rindu ingin mandi di kolam di mata air kampung. Sampai di sana, dia mendapatkan ikan banyak yang mengambang di sana," kenang Mersi.
Setelah menelusuri hulu sungai di Desa Sihaporas, Mersi mengatakan masyarakat menemukan beberapa botol pestisida yang kemudian diakui oleh pegawai TPL, dipakai untuk merawat tanaman ekaliptus.
"Kita memeriksa aliran sungai itu dan di hulu kita mendapatkan ada beberapa botol pestisida jenis confidor dan kita bertanya pada yang bekerja di TPL, mereka mengaku melakukan pestisida itu untuk mengurus tanamanannya."
"(Penemuan) itu sudah kita laporkan ke DLHK tapi tidak ada tanggapan dan kita merasa itu pembiaran pencemaran lingkungan," tambah Mersi lagi.
Bukan hanya penggunaan pestisida yang merusak lingkungan, TPL juga diduga pernah membuat camp di hulu sungai hingga mencemari mata air yang menjadi sumber kehidupan masyarakat adat.
"Ternyata mereka (TPL) sudah tiga bulan di sana mendirikan camp. Miris bagi kita karena di sana ada mata air, ada banyak penampungan (air) dan kita mendapati ada banyak kotoran manusia mengambang," kata ibu lima anak tersebut.
Di tahun 2024 ini, Mersi mengatakan bahwa hutan di sekitar dua mata air di Sihaporas sudah tidak ada. Karena tidak ada hutan, maka aliran air ke Danau Toba itu pun sudah tak ada.
"Makanya sekarang itu debit dari air Danau Toba itu tidak bagus. Dan daripada TPL kami akui, limbahnya akan mengalir ke Danau Toba juga," pungkas Mersi Silalahi.
Terkini
- Stop Self-Talk Negatif! Ini Cara Membangun Self-Respect di Era Digital
- Merasa Kecil di Dunia yang Besar: Menggali Akar Inferiority Complex
- Resah Driver Ojol Perempuan: Ada Ketidakadilan Mengintai di Setiap Kilometer
- Fake It Till You Make It: Boleh Dicoba, Asal Jangan Kebablasan, Girls!
- Fatphobia Bukan Sekadar Masalah Berat Badan, Tapi Diskriminasi!
- Self Care Bukan Egois, Tapi Hak Setiap Perempuan untuk Sejahtera
- Pap Smear: Deteksi Dini Kanker Serviks, Selamatkan Nyawa Perempuan
- Mengenal Sunday Scaries, Rasa Cemas yang Timbul di Hari Minggu
- Alasan Mengapa Maret jadi Bulan Perempuan
- Tren Kabur Aja Dulu: Antara Impian dan Realita, Sejauh Mana Keseriusannya?