
Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Ada harga, ada rupa. Sepertinya istilah ini nggak berlaku buat pria yang akan kita ceritakan di bawah ini. Pasalnya, pria yang bermarga Lim ini sudah mengeluarkan uang belasan juta rupiah untuk sepasang loafers yang akan dipakainya pada rapat kerja di Makau, tapi hasilnya justru zonk! Yup, loafers Gucci yang dibelinya justru membuatnya malu karena mengelupas pada bagian solnya.
Peristiwa yang terjadi di Kuala Lumpur, Malaysia ini terjadi pada akhir bulan Agustus kemarin. Lim, membeli sepasang loafers Gucci dengan harga fantastis namun dalam waktu 3 jam, dirinya dibuat malu karena harganya tidak sebanding dengan kualitas.
Bagian sol sepatu -yang katanya terbuat dari kulit asli- rusak dan mengelupas, padahal loafers mahal itu baru dibeli dan hanya dipakai 3 jam saja. Parahnya, kejadian memalukan ini terjadi di hadapan para kolega bisnisnya. Tentu saja kejadian ini membuat Lim harus menahan malu.
Setelah kejadian memalukan itu, Lim kemudian pulang dari Makau ke KL. Dia membawa loafers rusaknya kembali pada toko tempat dia membeli. Dia mengeluh dan ingin menukarnya dengan yang baru. Pihak toko tidak bisa memenuhi permintaannya dan menjanjikan untuk segera memprosesnya ke Gucci Italia.
Baca Juga

Dua minggu setelah mengeluh di toko, Lim mendapat telepon dari pihak Gucci dan mengatakan bahwa permasalahannya bukan terletak pada cacat produksi. Menurut mereka, kerusakan sol sepatu itu murni karena perilaku konsumen.
Untuk mengatasi masalahnya, Lim diberi dua pilihan. Satu, mengambil lagi sepatunya dan terus menggunakannya sedangkan yang kedua, dia akan dibantu untuk menempelkan sol yang baru.
Lim menolak semua pilihan tersebut. Dia memilih mengajukan keluhan resmi melalui lembaga keluhan konsumen, yaitu Tribunal for Consumer Claims Malaysia. Setelah keluhannya diproses, Lim langsung mendapat panggilan telepon dari perwakilan Gucci Singapura dan memintanya untuk menarik kembali keluhan tersebut.
Mereka bahkan menjanjikan pengembalian uang penuh pada Lim. Namun Lim menolaknya. Ia memilih untuk meneruskan proses dan menggunakan haknya sebagai konsumen.
Selama proses berlangsung, pihak Gucci mengklaim bahwa sepatu yang mereka kirimkan selalu dalam kondisi baik dan sol sepatunya terbuat dari kulit asli. Dengan cepat, Lim berubah menjadi orang yang disalahkan dalam kasus ini.
Pihak Tribunal for Consumer Claims Malaysia tetap mendukung Lim dan mengatakan jika Lim tidak menggunakan sepatu yang berumur 3 jam tersebut untuk hiking dan berjalan di hutan, jadi tuduhan itu sangat tidak masuk akal. Mereka juga meragukan, bahan kulit apa yang digunakan oleh Gucci sehingga sol sepatunya jadi sangat ringkih dan mudah mengelupas.
Atas kejanggalan hasil produksi loafers mahal tersebut, pihak Tribunal for Consumer Claims Malaysia memerintahkan Gucci untuk mengeluarkan surat permintaan maaf dan mengembalikan uang yang sudah dikeluarkan oleh Lim sepenuhnya.
Jadi gimana Girls, apakah kamu masih yakin mengeluarkan uang banyak untuk barang yang kondisinya menyedihkan seperti itu? Dengan nominal yang sama, kamu bisa membeli barang hasil produksi dalam negeri dengan jumlah yang lebih banyak, ya kan? So, selamat bergabung dalam komunitas anti gucci-gucci club!
Terkini
- Sering Overthinking atau Menjauh Saat Didekati? Kenali 4 Attachment Style dalam Hubungan Perempuan
- Ketika Perempuan Memilih Diam: Strategi Bertahan atau Bentuk Perlawanan?
- Solusi Rambut Sehat dan Berkilau dengan Naturica, Wajib Coba!
- Vulnerable atau Oversharing? Menakar Batas Cerita Perempuan di Dunia Maya
- Merayakan Cinta Lewat Lagu, KOSTCON 2025 Hadirkan Konser OST K-Drama Pertama dan Terbesar
- Kamu Terlalu Mandiri: Ketika Kemandirian Perempuan Masih Dianggap Ancaman
- Support System Seumur Hidup: Bagaimana Kakak Adik Perempuan Saling Menguatkan?
- Women News Network: Menguatkan Suara Perempuan dari Aceh hingga NTT
- Saatnya Berbagi Tugas di Dapur, Karena Memasak Bukan Hanya Tanggung Jawab Perempuan
- Lajang dan Bahagia: Cara Perempuan Menikmati Hidup Tanpa Tekanan Sosial