Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Bagi sebagian besar orang, memendam perasaan atau emosi menjadi pilihan ketika menyelesaikan masalah. Hal tersebut bisa menjadi opsi terbaik, tapi sekaligus bisa jadi bumerang untuk diri sendiri, lho.
Dengan memendam emosi, energi negatif yang harusnya dikeluarkan bakal tertahan dalam tubuh. Energi negatif yang tersimpan itu nantinya bisa mengganggu fungsi organ tubuh, termasuk otak.
Dilansir dari hellosehat.com, sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Psychosomatic Research, menemukan bahwa memendam emosi dapat meningkatkan risiko kematian karena penyakit jantung dan juga kanker.
Hal itu bisa terjadi karena orang yang terbiasa memendam emosinya akan membawa pikiran negatif dalam tubuh yang dapat mengganggu keseimbangan hormon yang kemudian meningkatkan risiko penyakit yang berhubungan dengan kerusakan sel, seperti kanker.
Baca Juga
Selain meningkatkan resiko kematian, ada beberapa studi lain yang menunjukkan keterkaitan antara memendam emosi dengan kerentanan terhadap inflamasi atau peradangan. Penelitian tersebut menunjukkan zat penanda inflamasi ditemukan lebih tinggi pada orang-orang yang nggak bisa mengekspresikan emosi mereka.
Hal itu diperkuat dengan peneliti Finlandia yang melaporkan bahwa orang-orang dengan diagnosis ketidakmampuan untuk mengekspresikan emosi memiliki kadar zat kimia inflamasi, seperti protein C-reaktif sensitivitas tinggi (hs-CRP) dan interleukin (IL-6), yang lebih tinggi. Fyi, CRP merupakan penanda inflamasi untuk jantung koroner.
Inflamasi sendiri berbahaya karena dapat memicu beragam penyakit, seperti penyakit jantung, artritis, asma, dementia, osteoporosis, irritable bowel syndrome (IBS), dan beberapa jenis kanker. Jadi jangan heran kalau orang yang biasa memendam emosinya dapat terserang berbagai macam penyakit.
Aga kesehatan mental tetap terjaga, beberapa ahli menyarankan untuk mencoba mengutarakan emosi yang dirasakan, terutama emosi yang menyedihkan agar mengurangi dampak negatif stres. Tapi tentu saja, emosi itu perlu diutarakan dalam saluran yang positif biar nggak menyesal di akhir.
Terkini
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?
- Tantangan dan Realitas Jurnalis Perempuan di Indonesia: Menyingkap Kesenjangan di Ruang Redaksi
- Memahami dan Merawat Inner Child: Kunci untuk Menyembuhkan Luka yang Tak Terlihat
- Working Holiday Visa Australia: Tiket Emas untuk Kerja dan Hidup di Luar Negeri