
Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Biasanya seorang nenek akan menghabiskan sisa waktunya untuk bersantai dan bermain dengan anak cucu. Namun, Irene O'Shea memilih aktivitas berbeda. Nenek 102 tahun ini memilih melakukan skydiving atau terjun payung.
Dilansir dari The Washington Post, nenek asal Australia ini menjadi skydiver tertua di dunia. Ia bahkan terjun dari ketinggian 14.000 kaki di Australia Selatan.
Ini adalah tahun ketiga Irene O'Shea melakukan skydiving secara berturut-turut. Diketahui ia sebelumnya sengaja merayakan ulang tahun ke-100 dengan skydiving.
Ada alasan menyentuh di balik keputusannya untuk melakukan olahraga ekstrem tersebut. Keberanian Irene adalah bukti dari cinta tanpa akhir seorang ibu pada anaknya.
Baca Juga
Ia melakukan skydiving untuk mengumpulkan uang demi amal dan meningkatkan kesadaran tentang penyakit neuron motorik, kondisi degeneratif yang membunuh putrinya, Shelagh FitzHenry, pada usia 67.

''Saya kehilangan putri saya karena penyakit mengerikan itu 10 tahun lalu, dan saya merindukannya,'' kata Irene O'Shea.
Berharap bisa membantu menemukan obat untuk penyakit ini, skydiver Irene berhasil mengumpulkan USD 8.600 atau sekitar Rp 124 juta pada tahun lalu.
Tahun ini dia menaikkan target donasinya sebanyak USD 7.200 atau Rp 104 jutaan untuk aksi lompatan terakhirnya. Menurut halaman GoFundMe yang disiapkan untuk mengumpulkan donasi, uang itu akan masuk ke Asosiasi Penyakit Neurone Motor Australia Selatan.
Meski begitu, nenek-nenek yang mungkin saja adalah skydriver tertua ini tidak terjun sendirian. Ia ditemani instruktur Jed Smith yang berusia 24 tahun. Sosok itu selalu menemaninya terjun payung selama 3 tahun belakangan.
''Irene dan Jed menyelesaikan terjun bebas yang mulus dan indah, jatuh pada 220kph (sekitar 137 mph) melalui awan tipis, sebelum pembukaan parasut yang mulus,'' tulis situs website SA Skydiving.
Saat mendarat, Irene disambut dengan bangga oleh kerabat dan keluarganya. Awalnya, ketika Irene memberi tahu keluarganya tentang ide untuk melompat keluar dari pesawat terbang, mereka sama sekali tidak mendukung. Namun, pada akhirnya justru mereka sangat menyemangati.
''Reaksi awal saya adalah, ah tidak,'' ungkap cucu Irene, Emma Skully.
''Tapi dia mengatakan itu adalah sesuatu yang selalu ingin dia lakukan, dan saya bangga dengan keberaniannya,'' lanjut Emma.
Irene pun masih berencana melakukan skydiving tahun depan. ''Dan jika saya hidup cukup lama, saya akan melompat ke 105,'' ujar dia.
Keren, ya! Ada yang hobi olahraga ekstrem skydiving juga?
Terkini
- Saatnya Berbagi Tugas di Dapur, Karena Memasak Bukan Hanya Tanggung Jawab Perempuan
- Lajang dan Bahagia: Cara Perempuan Menikmati Hidup Tanpa Tekanan Sosial
- Plan Indonesia dan SalingJaga Gelar Soccer for Equality, Dukung Kesetaraan Pendidikan Anak Perempuan NTT
- Paternity Leave Bukan Sekadar Cuti, Tapi Wujud Budaya Kerja yang Inklusif
- Koper Ringan, Gaya Baru Menjelajah Dunia Tanpa Beban
- Body Positivity vs Body Neutrality: Mana Jalan Terbaik Menerima Tubuh Apa Adanya?
- Wujud Kesetaraan di Dunia Transportasi, Kartini Masa Kini di Balik Kemudi
- Musikal untuk Perempuan: Merayakan Persahabatan Lewat Lagu Kunto Aji dan Nadin Amizah
- Melangkah Sendiri, Merdeka Sepenuhnya: Kenapa Perempuan Pilih Solo Traveling?
- Koneksi Bukan Kompetisi: The Real Power of Women Supporting Women