Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Sri Dewi bisa jadi merupakan nama pasaran di Indonesia. Namun siapa sangka, Sri Dewi yang satu ini berasal dari Republik Suriname, sebuah negara yang terletak di bagian selatan Benua Amerika.
Mengutip dari Wikipedia, berdasarkan sensus 2004, penduduk berdarah Jawa di Suriname mencapai sekitar 14,6 %. Tidak mengherankan bila masih banyak nama khas orang Jawa di Suriname. Dalam kesehariannya, penduduk keturunan Jawa tersebut juga masih menggunakan bahasa Jawa yang dikenal dengan sebutan Jawa-Suriname.
Tak mengherankan pula bila Miss Supranational Suriname 2019 masih begitu kental nama khas Jawanya, yaitu Sri Dewi Martomamat. Perempuan 22 tahun ini yang mengaku berdarah Jawa tulen.
Sri Dewi, begitulah biasanya disapa, lahir di Paramaribo, Ibu Kota Republik Suriname, pada 12 Nopember 1996. Ia adalah buah hati pasangan Alice Ronodiryo dan Sanimin Martomamat.
Baca Juga
Sri Dewi kini tengah menjalani peran sebagai Miss Tropical Beauties Suriname 2018. Berkat perannya itu juga, ia akan melaju lebih jauh di gelaran Miss Supranational 2019 di Polandia mendatang.
Itu artinya, secara tidak langsung, Indonesia seperti akan memiliki dua perwakilan, yaitu perwakilan resmi dari Indonesia, serta Sri Dewi yang mempunyai keterkaitan historis dengan Indonesia.
Sejak Kecil Pandai Tari Jawa Klasik, Serimpi
''Ibu saya memiliki kulit yang lebih cerah, tapi kulit ayah saya lebih gelap dari saya. Saat yang menunjukkan foto keluarga saya kepada orang lain, mereka seperti, 'Oh mungkin kamu berdarah Jawa Tengah atau Jawa Barat, campuran'. Saya tidak tahu asal usul keluarga saya, jadi saya tidak yakin. Mungkin suatu saat saya akan mencoba mencari tahu, lalu kembali ke Indonesia dan mengeksplor Jawa,'' ungkap Sri Dewi Martomamat kepada Suara.com, Minggu (10/3/2019) kemarin.
Saat kecil, Sri Dewi bercerita sempat belajar beberapa seni dan kebudayaan Jawa seperti Tari Serimpi, sebuah tari Jawa Klasik dari tradisi Keraton Kasultanan Mataram yang pelestarian serta pengembangannya dilanjutkan hingga sekarang oleh empat istana pewarisnya di Jawa Tengah (Surakarta) dan Yogyakarta.
Berkat kepiawaiannya itu, Sri Dewi Martomamat berhasil memikat penonton dengan Tari Serimpi yang dipamerkannya di atas panggung pada malam final penganugerahaan Miss Tropical Beauties Suriname 2018.
''Saat kecil dulu, saya ingin belajar tarian Serimpi. Jadi saya bilang kepada ibu saya, 'Ibu, saya ingin belajar tarian Serimpi'. Itu pula yang membuat saat malam final, saya juga melakukan tarian Serimpi,'' ungkapnya bangga.
Tak hanya melestarikan tari Jawa, sambung Sri-Dewi, masyarakat keturunan Jawa di Suriname juga masih sangat sering memasak makanan tradisional Jawa, seperti soto, gulai, hingga pecel. Bahkan Sri Dewi tahu betul beberapa makanan manis yang identik dengan kebiasaan makan masyarakat Jawa.
''Nenek saya juga masih membuat makanan-makanan manis khas Jawa seperti ireng-ireng dan lapis. Saya suka makan makanan itu, bahkan saya makan langsung memakai tangan,'' ujar dia diselingi tawa.
Datang ke Indonesia Membawa Misi Pariwisata
Saat ditanya tujuannya datang ke Indonesia, Sri Dewi Martomamat mengatakan bahwa kehadirannya yang disponsori oleh Kedutaan Besar Indonesia di Suriname itu untuk membawa misi memperkuat hubungan antara Indonesia dan Suriname, terutama di bidang pariwisata.
''Mungkin ada 20 persen orang Jawa di Suriname, tapi mereka tidak berkesempatan ke Indonesia seperti saya. Saya akan membagikan pengalaman ini saat kembali ke Suriname nanti,'' tutur dia.
Soal kesan kali pertama menginjakkan kaki di Indonesia, Sri Dewi Martomamat mengaku sangat bahagia dengan sambutan ramah masyarakat Indonesia.
''Orang-orang sangat menyambut. Saya tidak pernah ke sini sebelumnya tetapi mereka menerima saya, sangat ramah, sangat murah hati. Itu adalah sesuatu yang dunia bisa belajar bahwa meski tak mengenal seseorang, berbaik hatilah, tersenyum, murah hati, kita adalah bangsa dunia,'' kata perempuan yang memiliki kulit eksotik ini.
Berbicara soal bahasa sehari-hari yang digunakan, Sri Dewi Martomamat mengaku terbiasa menggunakan bahasa Belanda. Namun selain berbahasa Belanda, ia juga mampu berbahasa Inggris dan sedikit berbicara Jawa Ngoko, yaitu bahasa Jawa sehari-hari alias Jawa kasar.
''Di rumah saya belajar Ngoko, itu adalah Jawa-Suriname. Misalnya, kalau saya mau bilang 'Jenengku Sri Dewi' di bahasa itu akan menjadi 'Nama Saya Sri Dewi','' celotehnya. (Suara.com/Risna Halidi)
Terkini
- Takut Ketinggalan Momen? Begini Cara Mengelola FOMO dengan Sehat!
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?
- Tantangan dan Realitas Jurnalis Perempuan di Indonesia: Menyingkap Kesenjangan di Ruang Redaksi
- Memahami dan Merawat Inner Child: Kunci untuk Menyembuhkan Luka yang Tak Terlihat