Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Bekerja di keluarga kerajaan identik dengan bayaran yang mahal. Namun, seorang mantan asisten pribadi putri kerajaan Arab Saudi belum lama ini membagikan kisahnya yang tidak betah lama-lama bekerja di sana.
Dilansir Daily Mail dari The Times, Catherine Coleman mulanya mendaftar untuk posisi asisten pribadi karena tergoda bayaran yang mahal serta ingin mendapat pengalaman baru.
Namun, di luar dugaan, Catherine malah mesti menyaksikan sikap buruk dan kekejaman Putri Arab Saudi selama tiga bulan bekerja.
Menurut Catherine, sang putri yang tak disebutkan namanya ini sering menghukum para pelayannya secara fisik dan menyebut mereka sebagai binatang.
Baca Juga
-
Ubah Sepatu Mahal Jadi Masker, Aksi Pasangan Ini Bikin Sneakerhead Melongo
-
Bikin Takjub! Perhatikan Warna Bola Mata Gadis Albino Ini
-
Bak Putri Keraton, Cantiknya Gigi Hadid Mendadak Jadi Pengantin Jawa
-
Takut Diselingkuhi saat Karantina, Pria Ini Akui Pacaran dengan Hantu
-
Tak Banyak yang Tahu, Model Senior Ini Ternyata Ibu Kandung Elon Musk
-
Bercerai dengan Suaminya, Ibu Ini Putuskan Menikahi Anak Angkatnya
Bahkan, Catherine sendiri sempat diminta sang putri untuk membantu mendisiplinkan para pelayan yang dinilai melanggar aturan.
Aturan yang diterapkan putri kerajaan Saudi itu sendiri dianggapnya tak wajar. Bagaimana tidak, Catherine mesti menghafalkan protokol sepanjang empat halaman.
Beberapa aturan tersebut di antaranya dilarang membantah keluarga kerajaan, dilarang memunggungi mereka, dilarang menjalin hubungan intim, dan dilarang menjalin pertemanan dengan staf lain.
Catherine harus bekerja hingga pukul 4 pagi. Kemudian, dirinya juga pernah diminta membersihkan kamar mandi dan mencuci setumpuk pakaian dengan tangan.
Namun, hal yang lebih mengejutkan Catherine adalah ketika dirinya diperlihatkan foto-foto pelayan yang mengalami luka fisik karena dihukum sang putri.
Salah satunya adalah seorang pelayan yang dihukum dengan cara disiram air es dan diminta berdiri di luar ketika musim dingin.
Sementara, pelayan lain terlihat mempunyai memar karena ditendang sang putri. Namun, pelayan ini juga dipaksa menerima perhiasan sebagai tanda bahwa dirinya telah memaafkan sang putri.
Setelah tiga bulan bekerja, Catherine pun mengaku tak tahan lagi. Dirinya juga menolak mendisiplinkan pelayan seperti permintaan sang putri.
"Alih-alih merusak barang mereka seperti instruksi putri Saudi, aku merapikan barang mereka di kasur. Tiba-tiba saja kemarahan sang putri tertuju padaku."
Dari sana, Catherine pun menuntut ingin keluar dari pekerjaannya. Namun, Catherine juga tak bisa meninggalkan Arab Saudi tanpa izin sang putri.
Tak cuma itu, dirinya juga dihadapkan dengan penalti sebesar USD 4.000 atau sekitar Rp59,4 juta.
Untunglah Catherine tak kehabisan akal. Dirinya pun mengancam akan mengadu kepada salah satu Pangeran Saudi yang merupakan pelindung laki-laki Catherine selama bekerja di sana.
Pada akhirnya, Catherine diizinkan keluar dan mendapatkan izin untuk pulang ke negaranya sendiri.
"Mengucapkan selamat tinggal kepada para staf lain, mengetahui bahwa mereka tidak bisa kabur, adalah hal tersulit yang mesti kulakukan. Tapi aku harus pergi, untuk kesehatan mentalku dan untuk bertahan hidup," kata dia.
Terkini
- Ide Merayakan Valentine Bersama Orang Terkasih, Dinner Romantis Bisa Jadi Pilihan
- Tagar #KaburAjaDulu, Ketika Anak Muda Angkat Tangan pada Realita
- Fenomana Glass Ceiling: Mengapa Perempuan Sulit Jadi Pemimpin di Dunia Kerja?
- Takut Ketinggalan Momen? Begini Cara Mengelola FOMO dengan Sehat!
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender