Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Berpikir dan bersikap positif memang bagus, tapi sebaiknya tetap tidak berlebihan. Pasalnya, hal tersebut bisa saja malah menjadi toxic positivity.
Apa itu toxic positivity? Toxic positivity adalah istilah yang merujuk pada pemberian afirmasi positif secara berlebihan sehingga seringkali justru merugikan diri sendiri atau orang lain.
Kalimat-kalimat seperti "Sudah, relakan saja", "Coba pikirkan dampak bagusnya", "Yuk, coba terus. Jangan menyerah!" mungkin terdengar sebagai penyemangat. Namun, jika kamu terus seperti itu saat terjadi sesuatu yang tidak mengenakkan, justru rawan memicu masalah kesehatan mental.
Melansir Medical News Today, sebuah studi yang dirilis oleh Sage Journals tahun 2018 menunjukkan bahwa seorang mahasiswa yang suka terus-menerus memberikan afirmasi positif pada dirinya, dapat mengurangi keinginan untuk bunuh diri.
Baca Juga
-
Dampak Negatif Hustle Culture, Begini Cara Mengatasinya
-
5 Manfaat Daun Bidara, Ternyata Bisa untuk Bahan Alami Perawatan Kulit
-
5 Zodiak Ini Bisa Jadi Orang Tua Terbaik, Sayang Anak Tanpa Pilih Kasih
-
Tes Kepribadian: Apa Olahan Telur Favoritmu? Ternyata Ini 6 Maknanya
-
Arti Mimpi Dipeluk Orang yang Sudah Meninggal, Bikin Gelisah dan Overthinking
Jadi, bisa disimpulkan bahwa toxic positivity bukan satu-satunya solusi untuk menyelesaikan masalah. Toxic positivity malah berpotensi membungkam emosi dan menghalangi seseorang mendapat dukungan sosial.
Contoh Toxic Positivity
- Berkata pada seseorang yang baru saja terkena bencana bahwa segala sesuatu terjadi karena alasan tertentu
- Memaksa seseorang untuk selalu berpikir saat mengalami kehilangan
- Meminta seseorang secepatnya melupakan kesedihan dan fokus pada hal-hal baik di hidupnya saja
- Mendesak seseorang untuk berkembang tanpa peduli dengan kesulitan apa yang mungkin sedang dihadapi.
- Menyepelekan kecemasan seseorang dengan berkata, "Oh, itu masih tidak seberapa."
Seseorang yang punya pandangan positif dalam menjalani hidup tentu tidak berbahaya. Namun, jika berpikir bahwa dia harus selalu memiliki sisi positif, itu justru dikhawatirkan bisa mengakibatkan masalah kesehatan mental karena mengabaikan emosi lain di dalam dirinya.
Dampak Buruk Toxic Positivity
1. Mengabaikan permasalahan
Sebuah studi yang dirilis University of East London pada 2020 lalu menunjukkan bahwa seseorang yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tak akan menyadari seberapa parah perilaku kasar pasangannya. Ini terjadi karena harapan yang diberikan dan optimisme yang masih disimpan korban.
2. Meremehkan kehilangan
Kesedihan atas kehilangan adalah hal normal. Jangan memaksa seseorang segera bangkit dan kembali terlihat baik-baik saja saat dia merasa terpuruk.
Seseorang yang berulang kali mendengar pesan untuk merelakan atau tetap bahagia saat sedang kehilangan keluarganya, mungkin menganggap bahwa keluarga mereka tidak penting untuk orang lain, sehingga malah semakin sedih karenanya.
3. Masalah komunikasi
Toxic positivity mungkin mendorong seseorang untuk mengabaikan tantangan dan cuma fokus pada hal-hal yang baik. Pada akhirnya, ini bisa membuat mereka mengabaikan permasalahan hingga tak punya kemampuan untuk menyelesaikannya.
Terkini
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?
- Tantangan dan Realitas Jurnalis Perempuan di Indonesia: Menyingkap Kesenjangan di Ruang Redaksi
- Memahami dan Merawat Inner Child: Kunci untuk Menyembuhkan Luka yang Tak Terlihat
- Working Holiday Visa Australia: Tiket Emas untuk Kerja dan Hidup di Luar Negeri