Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Tren mencari jodoh melalui aplikasi kencan online sempat begitu populer beberapa tahun belakangan. Namun, popularitas budaya swipe telah menurun secara bertahap tahun ini.
Hal tersebut berdasarkan hasil survei yang dilakukan biro jodoh Lunch Actually di tahun 2024. Survei menemukan fakta bahwa hanya 12% jomblo yang menggunakan aplikasi kencan setiap hari, sementara 42% lainnya tidak menggunakan aplikasi kencan sama sekali.
"Tahun ini, dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, kami telah mengamati dampak yang berbeda di mana kenyamanan dalam menggunakan aplikasi kencan telah meningkatkan ekspektasi akan koneksi yang instan, sedangkan keinginan untuk mendapatkan koneksi mendalam dan hubungan yang nyata, semakin besar," ujar Violet Lim, CEO dan Co-Founder dari Lunch Actually Group, dikutip dari siaran pers yang diterima Dewiku.com, Rabu (10/7/2024).
Violet memaparkan sejumlah faktor yang menyebabkan kelelahan dalam nge-swipe di Indonesia. Mengapa kini budaya nge-swipe tampaknya telah bergeser kembali ke pendekatan tradisional?
Baca Juga
Aplikasi kencan semakin populer beberapa tahun belakangan ini, membuat para jomblo semakin mudah bertemu dengan orang-orang lajang lainnya. Biasanya, orang chatting dan berkomunikasi dengan 1-2 orang yang berbeda (50%), dengan 3-5 orang (37%) di saat yang bersamaan di aplikasi kencan.
Namun, karena banyaknya teman chatting, para jomblo saat ini tidak lagi menghargai kencan dan tidak merasakan urgensi untuk bertemu seseorang. Mereka berbicara dengan banyak orang dalam satu waktu dan merencanakan kencan dengan orang-orang yang berbeda. Hal ini membuat mereka mudah untuk kehilangan minat dan menganggap remeh kecocokan dengan seseorang.
Aplikasi kencan membuat para jomblo merasakan paradoks dalam memilih. Saat memiliki terlalu banyak pilihan, kita cenderung mengalami kelumpuhan analisis dan akhirnya tidak memilih siapa pun.
Kelelahan berkencan
Aplikasi kencan bisa jadi sangat mengedepankan kriteria secara fisik sehingga kecocokan secara koneksi tidak lagi diprioritaskan. Misalnya, kamu memilih profil berdasarkan kesan pertama yang tentu saja adalah foto profilnya.
Sementara itu, survei menemukan bahwa 65% pengguna aplikasi kencan pernah mengalami catfished (chatting dengan profil palsu). Para jomblo mungkin menghabiskan terlalu banyak waktu untuk berbicara dengan seseorang, hanya untuk mengetahui bahwa mereka tidak cocok dengan mereka di kemudian hari.
Kepercayaan dan keaslian profil
Orang-orang beralih kembali ke layanan biro jodoh offline karena tingkat kepercayaan dan keaslian profil yang lebih tinggi dibandingkan dengan platform online.
Berbeda dengan aplikasi kencan di mana semua orang bisa bergabung secara gratis, sebagian besar biro jodoh, seperti Lunch Actually, akan memerlukan verifikasi identitas dan latar belakang, verifikasi pendapatan dan pendidikan, serta melakukan pemeriksaan pernikahan untuk memastikan bahwa setiap anggotanya masih berstatus jomblo.
Hal ini membuat para jomblo tidak perlu khawatir bertemu dengan orang yang sudah menikah, jomblo yang tidak serius dalam menemukan pasangan, penipu, atau profil palsu.
Masalah privasi
Privasi data menjadi salah satu faktor para jomblo kembali beralih ke metode konvensional. Faktanya, para jomblo telah dihubungi atau didekati dengan cara yang membuat mereka merasa tidak nyaman (56%).
Dengan meningkatnya kesadaran akan privasi data dan risiko keamanan yang ada di aplikasi kencan, beberapa orang mungkin lebih memilih untuk bertemu dengan calon pasangan di lingkungan yang lebih 'tradisional' di mana mereka memiliki kontrol lebih besar atas informasi yang mereka berikan tentang diri mereka sendiri.
Tujuan jangka panjang
Orang-orang beralih ke layanan biro jodoh offline seiring dengan berkembangnya tujuan kencan mereka. Belakangan ini, para jomblo di Indonesia semakin serius dalam mencari pasangan.
Menurut survei terbaru Lunch Actually, 40% jomblo di Indonesia ingin menikah dalam waktu dekat. Namun, saat menggunakan aplikasi kencan, banyak jomblo menjadi korban ghosting (61%) yang mengindikasikan bahwa tujuan mereka bukanlah untuk menjalin hubungan serius.
Terkini
- Takut Ketinggalan Momen? Begini Cara Mengelola FOMO dengan Sehat!
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?
- Tantangan dan Realitas Jurnalis Perempuan di Indonesia: Menyingkap Kesenjangan di Ruang Redaksi
- Memahami dan Merawat Inner Child: Kunci untuk Menyembuhkan Luka yang Tak Terlihat