Dewiku.com - Tanggal 24 Juli telah ditetapkan sebagai Hari Kebaya Nasional. Siapa sangka, busana kebanggaan perempuan Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang.
National Chair Indonesian Fashion Chamber (IFC) periode 2024-2027, Lenny Agustin, mengungkapkan, kebaya mulanya dipakai perempuan-perempuan keraton.
Lenny memaparkan, dulunya saat masyarakat Indonesia masih mayoritas beragama Hindu dan Buddha, kain sepotong itu tidak boleh dijahit. Pasalnya, ada keyakinan bahwa kain sakral dan bermakna adalah kain yang tanpa jahitan.
Namun, memasuki abad ke-14 saat banyak orang Barat yang datang ke Indonesia, perempuan-perempuan di keraton ingin berdiri sejajar dengan para pendatang. Mereka pun mulai mengadopsi baju atasan untuk menutupi bagian bahu.
"Selain itu, agama Islam juga sudah mulai masuk dari abad ke-15, jadi kesopanan ini mulai masuk ke ranah perempuan-perempuan kelas atas, dan tentunya mereka selalu ingin yang menjadi yang terdepan," ujar Lenny dalam acara Designer Talk : Perempuan Indonesia & Kebaya yang diunggah di kanal YouTube Indonesian Fashion Chamber Official, melansir Suara.com.
"Jadi, mode itu, kalau sekarang kita tren mode bisa didapat dari desainer dari trend setter artis dan sebagainya, kalau dulu itu dari penguasa dulu, dari keraton, kerajaan, karena mereka juga punya kuasa untuk mengatur pakaian rakyatnya, jadi yang boleh dan enggak boleh dan sesuai dengan kedudukan itu diatur oleh keraton," tutur sang desainer.
Kebaya pun berkembang sesuai identitas berbagai kalangan di masa lampau. Salah satunya orang-orang keturunan Tionghoa yang tidak mau memakai kain yang sama dengan perempuan keraton.
"Kenapa kita sekarang kenalnya sebagai kebaya encim? Karena waktu itu sebagai kelas masyarakat strata kedua setelah Belanda, tentu orang-orang keturunan Tionghoa ini, mereka pengusaha dan tentunya sangat kaya-raya, mereka juga ingin menyamai perempuan-perempuan induk ini, dan mereka juga tetap memasukkan identitas mereka baik di kebayanya maupun di kainnya. Jadi kebayanya mereka bordir dengan motif-motif khas China. Kain batiknya juga mereka buat dengan gambar-gambar burung naga dan sebagainya," terang Lenny.
Baca Juga
Gerakan nasionalisme, menurut Lenny, juga memengaruhi para perempuan yang punya kesempatan sekolah tinggi untuk lebih memperlihatkan identitasnya sebagai orang Indonesia dan memilih kebaya di setiap kongres.
"Mereka memilih berkebaya, tidak peduli mereka dari suku apa dan dari mana. Karena pada saat Sumpah Pemuda pun, juga yang datang dari berbagai daerah, dan mereka kompak memakai kebaya," kata Lenny.
Hingga kini, kebaya terus bertransformasi. Sebagai busana nasional, kebaya merupakan pakaian yang sangat luwes dan hampir tidak pernah tanpa makna.
"Kebaya dapat bermakna priyayi atau elit, tapi juga bisa rakyat biasa, bisa tradisional, bisa modern, bisa kedaerahan, bisa nasional, bisa sederhana, atau bisa mewah," tandas Lenny.
Terkini
- Memilih Susu Pertumbuhan Anak: Tips untuk Orang Tua Masa Kini
- Kenapa Cewek Suka Mengingat-Ingat Kesalahan Pasangan? Ini Penjelasannya
- The Club Series: Kuas MUA Sporty-Luxury yang Bikin Makeup Auto Flawless
- Quality Time Ala Keluarga Modern: Nggak Perlu Jauh, yang Penting Bermakna
- Olahraga Makin Hits, Outfit Tetap Santun: Tren Sportwear Modest yang Lagi Naik Daun
- Ketika Kehamilan Datang Tanpa Diminta: Sunyi, Stigma, dan Ruang #SamaSamaAman yang Mesti Kita Ciptakan
- Semakin Dewasa, Circle Makin Kecil: Ternyata Ini Bukan Salah Siapa-Siapa
- Akses Layanan Kesehatan Kelas Dunia, Kini Lebih Dekat untuk Keluarga Indonesia
- Seventh Anniversary, Noera Beauty Rilis Sunscreen Physical dengan Formula Baru yang Inovatif
- Regenerative Beauty: Tren Baru yang Bikin Kulit Glowing Alami Tanpa Kesan 'Diisi'