Dewiku.com - Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia menyebut perempuan dengan disabilitas rentan menjadi korban kekerasan. Kebijakan yang tidak berpihak pada perempuan berkebutuhan khusus jadi sorotan.
"Perempuan difabel menghadapi kerentanan berlapis yang meningkatkan risiko kekerasan, mulai dari kekerasan fisik, psikis, seksual, hingga kekerasan dalam rumah tangga," ungkap Direktur SIGAB Indonesia, Muhammad Joni Yulianto pada mimbar terbuka bersama jaringan organisasi masyarakat sipil di Yogyakarta, Selasa (10/12/2024), dikutip Dewiku.com dari Suarajogja.id.
Acara kemarin digelar untuk memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP), Hari Hak Asasi Manusia, sekaligus Hari Disabilitas Internasional. Menurut Joni, ketiga momen tersebut merupakan ajang refleksi bersama untuk mengevaluasi pemenuhan hak kelompok rentan, khususnya perempuan difabel.
Berbagai bentuk eksploitasi dan kekerasan struktural yang kerap dialami perempuan difabel juga menjadi sorotan SIGAB. Menurut Joni, penyebabnya bisa berkaitan dengan banyak faktor, termasuk pengaruh adat istiadat hingga kebijakan negara yang tidak berpihak.
Dari pendampingan kasus SIGAB selama 2016-2024, tercatat sebanyak 183 kasus kekerasan terhadap difabel, mencakup kekerasan seksual, KDRT, penelantaran, dan lainnya.
"Dalam konteks HAM, penting untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip perlindungan tidak hanya ada di atas kertas, tetapi juga diterapkan secara nyata," tegas Joni.
Sebelumnya, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) juga menyebut perempuan dengan disabilitas di Indonesia menghadapi diskriminasi sistemik.
Risiko kekerasan berbasis gender dan disabilitas pun masih tinggi. Berdasarkan Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan, tak kurang dari 105 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan disabilitas sepanjang tahun 2024.
Kondisi tersebut menjadi penghambat signifikan bagi perempuan dengan disabilitas untuk berpartisipasi penuh dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karenanya, penguatan perempuan dengan disabilitas penting dilakukan sebagai bagian integral dari pembangunan yang inklusif di Tanah Air.
Baca Juga
Bahrul juga mengungkapkan bahwa tindakan pencegahan mesti menjadi prioritas guna memutus siklus kekerasan tersebut.
"Stigma masyarakat, keterbatasan akses layanan dasar, dan minimnya fasilitas pemulihan korban yang inklusif memperparah kerentanan perempuan dengan disabilitas," ujar Komisioner Ketua Sub Komisi Pemantauan Komnas Perempuan, Bahrul Fuad.
Terkini
- Memilih Susu Pertumbuhan Anak: Tips untuk Orang Tua Masa Kini
- Kenapa Cewek Suka Mengingat-Ingat Kesalahan Pasangan? Ini Penjelasannya
- The Club Series: Kuas MUA Sporty-Luxury yang Bikin Makeup Auto Flawless
- Quality Time Ala Keluarga Modern: Nggak Perlu Jauh, yang Penting Bermakna
- Olahraga Makin Hits, Outfit Tetap Santun: Tren Sportwear Modest yang Lagi Naik Daun
- Ketika Kehamilan Datang Tanpa Diminta: Sunyi, Stigma, dan Ruang #SamaSamaAman yang Mesti Kita Ciptakan
- Semakin Dewasa, Circle Makin Kecil: Ternyata Ini Bukan Salah Siapa-Siapa
- Akses Layanan Kesehatan Kelas Dunia, Kini Lebih Dekat untuk Keluarga Indonesia
- Seventh Anniversary, Noera Beauty Rilis Sunscreen Physical dengan Formula Baru yang Inovatif
- Regenerative Beauty: Tren Baru yang Bikin Kulit Glowing Alami Tanpa Kesan 'Diisi'
Berita Terkait
-
Ancaman Kekerasan Seksual di Era Digital, Pelakunya Kebanyakan Mantan Pacar
-
Jeritan Bisu Korban Kekerasan: Perempuan Berhak Aman dari Rasa Takut
-
Setop Diskriminasi! Saatnya Perempuan Disabilitas Berpartisipasi Lebih Aktif dalam Pembangunan Inklusif
-
KDRT di NTT, Ketidakberdayaan Perempuan Masih Menjadi Masalah Besar