Sabtu, 22 Februari 2025
Vania Rossa : Jum'at, 21 Februari 2025 | 08:30 WIB

Aktifkan Notifikasimu

Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.

Dewiku.com - Dalam dunia parenting yang terus berkembang, muncul berbagai macam gaya pengasuhan. Setelah gentle parenting, helicopter parenting, attachment parenting, kini ada satu yang tengah menjadi perbincangan hangat, yaitu fafo parenting. Gaya pengasuhan ini dianggap kontroversial dan memicu pro dan kontra di kalangan orang tua. Lantas, apa sebenarnya FAFO parenting itu?

Menurut New York Post, gaya pengasuhan ini mendorong anak-anak untuk 'mencari tahu' konsekuensi alami dari perilaku mereka yang telah diperingatkan (selama mereka tidak dalam bahaya serius).

Istilah fafo merupakan singkatan dari "f*** around and find out" yang berarti membiarkan anak merasakan konsekuensi alami dari tindakan mereka tanpa terlalu banyak campur tangan.

Gaya Pengasuhan Fafo Parenting

Menurut Parents.com, FAFO adalah istilah yang berasal dari African American Vernacular English (AAVE) lebih dari satu dekade lalu.

Istilah ini menjadi lebih populer dalam beberapa tahun terakhir dan digunakan untuk menggambarkan gaya pengasuhan yang pada dasarnya memungkinkan anak-anak mengalami konsekuensi alami dari tindakan mereka tanpa terlalu terlibat.

Misalnya, ketika anak meninggalkan mainannya berserakan di lantai, orang tua tidak langsung membereskannya. Ketika mainan hilang atau rusak karena diinjak, anak belajar bahwa merapikan mainan adalah tanggung jawabnya agar tetap bisa dimainkan.

Fafo parenitng merupakan cara yang bagus untuk menegaskan bahwa tindakannya memiliki konsekuensi. Ini juga membantunya memahami mengapa mendengarkan omongan dan peringatan dari orangtua sangat penting.

Para ahli berpendapat bahwa konsekuensi alami dapat menjadi metode efektif bagi anak-anak untuk memahami dampak dari keputusan dan tindakan mereka. Pendekatan ini membantu mereka mengembangkan keterampilan berpikir sebab-akibat serta menanamkan rasa tanggung jawab.

Menurut Tamara Glen Soles, PhD, pendiri The Secure Child Centre for Families and Children, konsekuensi alami juga berkontribusi pada penguatan kemampuan berpikir kritis, sehingga anak-anak merasa memiliki kendali atas keputusan mereka sendiri daripada hanya mengikuti instruksi dari figur otoritas.

Namun, penting bagi orang tua untuk menghindari komentar seperti, “Kan sudah kubilang kamu butuh jaket” atau “Kamu kira lebih tahu,” karena hal tersebut dapat merusak hubungan dengan anak dan menghambat pemahaman mereka terhadap pelajaran yang ingin disampaikan.

Selain itu, pendekatan ini mungkin tidak cocok untuk semua anak. Dr. Soles menjelaskan bahwa anak-anak yang masih sangat kecil belum memiliki kemampuan untuk berpikir jauh ke depan atau mengendalikan impuls mereka, sehingga belum siap menghadapi konsekuensi alami.

(Nurul Lutfia)

BACA SELANJUTNYA

Nggak Cuma Bonding yang Kuat, Ini Manfaat Ajak Anak Bermain Saat Puasa Ramadan