Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Di tengah gempuran tren fashion global dan modernisasi yang makin masif, kebaya tetap berdiri sebagai simbol budaya yang kuat dan relevan.
Bukan cuma sebatas busana tradisional, kebaya kini jadi medium bagi perempuan Indonesia untuk mengekspresikan diri, menunjukkan identitas, dan menyuarakan nilai-nilai yang mereka percaya.
Di tangan generasi baru, kebaya bukan sekadar warisan nenek moyang, tapi juga jadi bentuk pernyataan personal dan kebanggaan terhadap akar budaya.
Menurut Dr. Ratna Sari Dewi, antropolog budaya dari Universitas Indonesia, kebaya punya peran penting dalam membentuk narasi identitas perempuan Indonesia.
Baca Juga
-
Lulus Kuliah Bingung Cari Kerja? Ini Panduan Biar Nggak Kalah di Talent War
-
Level-Up Perawatan Kulit: Saatnya Kenal dengan Teknologi Estetik Terdepan
-
Menerima Diri, Membangun Kekuatan: Langkah Nyata Perempuan Menumbuhkan Percaya Diri
-
Kebaikan yang Diwajibkan: Perempuan dan Ekspektasi Sosial yang Membentuknya
-
Sering Overthinking atau Menjauh Saat Didekati? Kenali 4 Attachment Style dalam Hubungan Perempuan
-
Kamu Terlalu Mandiri: Ketika Kemandirian Perempuan Masih Dianggap Ancaman
“Kebaya itu bukan cuma simbol femininitas, tapi juga alat komunikasi sosial. Pilihan motif, warna, hingga cara memakainya bisa mencerminkan kelas sosial, status, bahkan pandangan politik seseorang di masa lalu. Sekarang, kebaya berevolusi jadi sarana perempuan menampilkan versi dirinya yang autentik, tanpa harus meninggalkan nilai tradisional,” jelasnya.
Tren mengenakan kebaya untuk acara non-formal, seperti nongkrong, ke kantor, bahkan festival musik, juga menunjukkan bagaimana kebaya kini masuk dalam ranah self-expression.
Didiet Maulana, desainer dan pendiri IKAT Indonesia, menyebut bahwa kebaya adalah perjalanan kultural yang bisa disesuaikan dengan narasi masing-masing perempuan.
Lewat modifikasi bahan, padanan dengan celana jeans atau sneakers, serta pemilihan gaya yang lebih bebas, perempuan muda bisa tetap ‘berkebaya’ sambil jadi dirinya sendiri.
Lebih dari sekadar pilihan fashion, kebaya juga menjadi bentuk perlawanan terhadap standar kecantikan dan norma gender yang sering menekan perempuan.
Banyak aktivis perempuan yang mengenakan kebaya sebagai simbol perlawanan halus, mengingat sejarah kebaya yang dulunya juga dikenakan para pejuang perempuan seperti Kartini.
Fenomena ini juga terasa kuat di media sosial, di mana tagar seperti #Berkain mendorong perempuan dari berbagai latar belakang untuk berbagi gaya dan cerita pribadi mereka lewat kebaya.
Dari mahasiswi, pekerja kreatif, sampai ibu rumah tangga, semua menunjukkan bahwa kebaya bisa dipakai siapa saja, kapan saja, dan untuk tujuan apa saja.
Melalui kebaya, perempuan Indonesia bukan hanya menjaga tradisi, tapi juga menciptakan ruang baru di mana nilai-nilai personal, sosial, dan budaya bisa saling berkelindan.
Kebaya tak lagi kaku dalam bingkai masa lalu, tapi hidup dan berkembang seiring semangat perempuan hari ini: berani, terbuka, dan penuh warna.
(Imelda Rosalina)
Terkini
- Keluarga Cemara Hadir di Panggung Teater, Sajikan Kisah Hangat untuk Libur Sekolah
- FOMO Belanja Online: Buru-Buru Check Out Karena Takut Ketinggalan, Bukan Karena Butuh?
- Realita Cewek: Kenapa Lemari Penuh Tapi Rasanya Tetap Nggak Punya Baju?
- Filter Fatigue: Tuntutan Flawless di Medsos yang Diam-Diam Bikin Cewek Stres
- Kalau Kamu Tokoh Drakor, Berdasarkan Zodiak Kamu Jadi Siapa?
- Belajar Jadi Cewek Tangguh dari Drakor, Bukti Kalau Kekuatan Bukan Cuma Milik Cowok
- Emotional Dumping di Circle Pertemanan: Waspadai Batas Sehat Curhat ke Teman
- Sindrom Fear of Better Options (FOBO), Kenapa Cewek Gen Z Susah Ambil Keputusan?
- Risiko Kanker Perempuan Diam-Diam Ikut Naik Seiring Suhu Bumi yang Makin Panas
- Psikolog Ungkap Alasan Kenapa Fenomena Ghosting Makin Lumrah di Kalangan Gen Z