Kamis, 24 Oktober 2024 | 07:11 WIB
Menjadi praktisi yang mengajar secara pro bono di usia muda telah memberikan pengalaman berarti bagi Hanaya Atiya. Bukan hanya mengajar di ruang kelas, praktisi yang kini bekerja sebagai Long-Term Planning Manager di Danone ini mengaku juga mendapatkan kesempatan untuk kembali belajar.
"Ini bukan kesempatan yang bisa didapatkan semua orang, terutama bagi saya yang berada di dunia kerja. Kapan lagi bisa mengajar mata kuliah? Jadi, saya melihat ini sebagai sarana untuk belajar," Hanaya Atiya yang akrab disapa Naya, dikutip dari siaran pers yang diterima Dewiku.com, belum lama ini.
Naya bergabung dalam program Praktisi Mengajar pada Angkatan 4 silam. Saat itu, posisinya adalah Production Planning Supervisor di Danone. Naya mengaku hanya coba-coba mendaftar, tetapi salah satu dosen untuk mata kuliah Sistem Manajemen Pergudangan di Universitas Singaperbangsa Karawang menghubungi dan mengajaknya berkolaborasi. Karena mata kuliah yang diajarkan sejalan dengan pekerjaan di kantor, Naya pun menyambut ajakan tersebut.
Baca Juga: Jangan Sembarangan! 8 Langkah Cerdas Memilih Klinik Kecantikan yang Aman dan Terpercaya
Naya mengikuti program Praktisi Mengajar dengan skema kolaborasi pro bono. Pada program Praktisi Mengajar, terdapat dua tipe kolaborasi yaitu kolaborasi berbayar dan pro bono. Tipe kolaborasi pro bono, berarti praktisi bersedia untuk melakukan kolaborasi dengan perguruan tinggi tanpa mendapatkan honorarium.
Saat mendaftar menjadi praktisi, Naya sempat ditanya oleh pihak universitas apakah ia benar ingin menjadi praktisi pro bono. Karena motivasinya adalah membagikan kembali pengalaman yang diperoleh di dunia kerja, Naya memilih tetap menjadi praktisi pro bono sebagai bentuk give back pada masyarakat.
Menurutnya, masih ada gap antara dunia akademisi yang serba ideal dengan dunia profesional. Inilah yang ingin Naya bagikan agar para mahasiswa tidak mengalami hal serupa seperti dirinya.
Baca Juga: Womens March Jakarta 2024: Ribuan Suara Tuntut Akhiri Diskriminasi dan Patriarki
"Teori itu bagus dan harus ada sebagai fondasi. Tetapi kita tidak boleh lupa dengan faktor-faktor yang ada di lapangan, hal-hal yang tidak pernah kita lihat dari kacamata akademik," ujar perempuan kelahiran tahun 1996 ini.
Motivasi kedua Naya adalah rasa penasaran. Ia ingin tahu bagaimana rasanya menjadi dosen dan mengajar di hadapan mahasiswa. Sewaktu kuliah, Naya memang sempat menjadi asisten akademik. Namun, rasa penasaran dan keinginan untuk mengajar baru muncul saat ia sudah bekerja.
"Ternyata ilmu adalah hal yang menarik kalau bisa terus kita bagikan. Jadi saya berpikir bagaimana cara sharing meskipun ilmu saya belum banyak. Mungkin ada orang-orang di luar sana yang ingin tahu bagaimana rasanya berada di perusahaan, dan bagaimana sistemnya bekerja di dunia nyata," tambah Naya.
Meskipun tidak dibayar, Naya mengatakan jika ia tetap memperoleh sesuatu yang berharga selama mengikuti program Praktisi Mengajar. Pertama, ia berkesempatan untuk mengubah tantangan menjadi kesempatan untuk belajar. Tantangan utama yang dihadapi saat itu adalah cara mengajar, terlebih karena kelas kolaborasi dilakukan secara daring.
Loading...
"Tantangannya lebih ke bagaimana cara membuat kelas tersebut menarik, bagaimana mahasiswa mau mendengarkan meskipun online. Saya sempat merasa materi saya membosankan dan sangat textbook, juga khawatir tidak sesuai ekspektasi. Saya juga harus mengatur ritme mengajar: cara berbicara, timing agar tidak terlalu cepat, dan bagaimana cara menguasai kelas," jelas Naya.
Selain belajar cara mengajar, Naya juga memperoleh perspektif baru dari mahasiswa yang pernah melakukan kerja praktik atau kuliah lapangan. Sebagai contoh, Naya menjelaskan bahwa dirinya bekerja di Danone yang merupakan perusahaan Fast Moving Consumer Goods (FMCG). Sementara, salah satu mahasiswa pernah praktik di industri semikonduktor. Dari interaksi selama kelas kolaborasi, Naya pun bisa memperluas wawasan dan mengetahui bagaimana praktik di industri semikonduktor.
Manfaat lain yang didapat adalah meningkatnya kemampuan untuk memimpin dan public speaking. Setelah mengikuti program Praktisi Mengajar, Naya merasa lebih percaya diri untuk berbicara di depan forum. Hal ini berguna saat ia harus memimpin rapat atau melakukan presentasi di tempat kerja.
Dengan adanya berbagai manfaat positif di atas, Naya mengungkap bahwa ia tertarik untuk kembali mengikuti program Praktisi Mengajar dan mencoba mengajar mata kuliah yang lain. Terlebih, mahasiswa menyambutnya dengan antusias dan mau mengerjakan tugas dengan baik saat mengikuti kelas kolaborasi selama satu setengah bulan.
Baca Juga: Orang Tua Bicara: Program Makan Siang Gratis Harus Lebih Tepat Sasaran!
"Semoga mahasiswa tetap antusias dengan kelas-kelas yang diikuti dan ilmu yang dipelajari, dan semoga mahasiswa sadar bahwa teori itu penting karena itulah yang menjadi kerangka dan panduan kita dalam menyelami dunia kerja. Namun, mahasiswa juga harus sadar kalau ilmu terus berkembang dan tidak hanya didapat dari textbook, tetapi juga dari pengalaman kerja yang mungkin belum bisa terlihat jika belum terjun secara langsung. Untuk mendapatkan hal itu, mahasiswa bisa reach out ke praktisi," pesan Naya.