Selasa, 29 Oktober 2024 | 18:41 WIB
Tak bisa dimungkiri, menjadi orang tua perlu persiapan dan bekal yang cukup agar bisa menciptakan keluarga yang harmonis. Untuk itulah, Sekolah Calon Ibu dan Sekolah Calon Ayah menjawab keresahan perempuan dan laki-laki untuk mempersiapkan keluarga harmonis di masa depan. Mengawali kegiatan di tahun 2014 lalu, Sekolah Calon Ibu atau SCI memberikan pendidikan untuk anak muda terkait tanggung jawab sebagai orang tua.
Founder SCI dan SCA, Yazid Subakti mengatakan kegiatan seminar pra nikah sudah sering diselenggarakan tapi sifatnya hanya sebatas motivasi dan pelajaran fiqih. Menurutnya, menikah bukan hanya tentang menemukan jodoh tetapi bagaimana nanti saat berumah tangga.
Yazid Subakti bersama sang istri Deri Rizki Anggarani pun membangun Sekolah Calon Ibu dan Sekolah Calon Ayah agar tak salah langkah dalam membangun rumah tangga. Melalui riset yang dimulai sejak tahun 2004, SCI akhirnya berhasil dibuka dan mendapat antusias serta respon positif tahun 2014. Jumlah pesertanya saat itu mencapai 98 orang.
Baca Juga: Jangan Sembarangan! 8 Langkah Cerdas Memilih Klinik Kecantikan yang Aman dan Terpercaya
Yazid Subakti dan Deri menampung berbagai keresahan dan keluhan ibu atau ayah muda untuk dibuatkan satu kurikulum.
"Ya mulai dari komunikasi dengan suami itu seperti apa, menghadapi konflik dengan mertua nanti seperti apa?. Jawaban-jawaban itu lah yang ingin kami bagikan," kata Yazid.
Kegiatan ini pun semakin dikenal luas. Meskipun, sekolah ini lebih banyak menarik calon ibu dibanding ayah.
Baca Juga: Womens March Jakarta 2024: Ribuan Suara Tuntut Akhiri Diskriminasi dan Patriarki
"Kalau pria kan kadang berpikir, kalau seperti ini [pendidikan untuk calon ayah] enggak usah deh. Jadi memang agak sulit untuk mengajak para bapak-bapak ini dibanding perempuan," katanya.
Dalam praktiknya, SCI sudah digelar ke-13 kali. Banyak alumnus yang masih terus berkontribusi hingga di tahun 2024 ini.
Sekolah Calon Ibu Terus Berkarya hingga Dikenal Luas
SCI terus berkembang dan mendapatkan apresiasi. Tahun 2022 lalu, SCI menjadi salah satu penerima apresiasi SATU Indonesia Awards tingkat Provinsi 2022. Tidak hanya satu, beberapa penghargaan pun diraih. Bahkan, umroh jadi salah satu hadiah yang didapatkan termasuk uang pembinaan. Apresiasi yang didapatkan pun membuat Deri semakin bersemangat, terlebih peserta dan alumni kerap terlibat dan berkontribusi.
"Ya menurut kami tidak ada alasan untuk berhenti dan harus terus bergerak. Kalau dulu personal dan 2016-2017 kami membuat yayasan, dan secara legal formal SCI sudah di bawah Yayasan Rumpun Nurani," kata Deri.
Deri mengatakan bahwa SCI dan SCA dibuka untuk umum dengan latar belakang keyakinan berbeda. Sementara itu, Yazid mengatakan memasang tarif SCI sebesar Rp900 ribu, hal ini dikarenakan banyaknya materi yang ditawarkan. Peserta bisa ikut dalam praktik hingga materi yang diberikan. Beberapa materinya tak hanya soal fiqih, tapi juga self development untuk calon orangtua.
Membongkar luka batin menjadi materi pertama yang diberikan SCI. Pasalnya, meski calon ayah atau ibu ini merasa dalam kondisi positif dan tak pernah memiliki masalah besar dalam hidup, ada beberapa momen yang membekas di pikirannya hingga menjadi luka batin.
Berbagai materi lain juga ditawarkan dari self development, ilmu tentang seksologi, manajemen konflik di rumah tangga, praktik memandikan dan merawat bayi, penyadaran luka batin, manajemen keuangan, hingga diskusi-diskusi tentang fiqih Islam dalam berumah tangga.
Peserta pun nantinya diajak untuk berkemah di alam terbuka melakukan solo bivak. Mereka diajak ke bumi perkemahan yang ada di Sleman dan diminta bertahan seorang diri dan tak boleh meminta bantuan peserta lain selama kegiatan berlangsung. Ada juga materi bela diri untuk calon ayah, dan memanah serta menunggang kuda untuk calon ibu.
Yazid dan Deri bahkan mendapat amanah membangun pesantren bernama Pesantren Nuraini. Santrinya diajarkan untuk dekat dengan teknologi dengan basis ilmu agama yang kuat.
Reksa dan Rizka, Alumni yang Merasakan Kesiapan dalam Berumah Tangga
Rizka Saumi, seorang perantau yang saat itu baru saja selesai melaksanakan salat lima waktu melihat kegiatan SCI di Masjid Nurul Ashri Kabupaten Sleman. Saat itu, ia melihat satu orang bidan yang menjadi pemandu mengarahkan cara yang tepat menggendong seorang bayi dalam bentuk boneka. Pelan-pelan, perempuan itu mendekatkan bayi ke dalam bak untuk dimandikan.
Rizka pun penasaran, lamat-lamat ia memperhatikan kerumunan yang sedang memandikan bayi. Perempuan asal Jambi ini pun tergerak ikut dalam kegiatan tersebut. Menurutnya, menyiapkan diri adalah prinsip hidup yang dibawanya saat nantinya akan mengarungi rumah tangganya ke depan.
"Itu pertama kali, pas semester awal masih kuliah, kalau sudah di akhir semester sebelum pulang ke Jambi, aku harus ikut nih," cerita Rizka ditemui di Pesantren Nuraini, Argomulyo, Cangkringan, Sleman, Jumat (25/10/2024).
Tahun 2018, Rizka menjadi peserta batch keenam dengan total hingga 50 orang yang menyiapkan diri menjadi ibu berkualitas untuk berumah tangga. Kegiatannya beragam, mulai dari Focus Group Discussion (FGD) hingga membuat rancangan sendiri untuk masa depan ketika berumah tangga.
SCI yang berada di bawah Yayasan Rumpun Nuraini tak hanya menyasar perempuan untuk menjadi ibu yang berkualitas. Sekolah Calon Ayah (SCA) juga dibuat untuk menyasar para pria yang ingin menyiapkan diri sebagai pemimpin rumah tangga.
Andhika Reksa yang kini jadi salah satu alumnus SCA yang masih terus berkontribusi. Ia menceritakan kesiapannya menjadi seorang ayah berkat SCA.
"Di sini diajari bagaimana manajemen konflik, lalu memahami sifat dasar wanita seperti apa. Kemudian manajemen anger, manajemen marah ya, karena aku juga orang yang tempramen, nah gimana orang-orang kayak aku ketika ada masalah dengan keluarga terutama dengan istri itu gimana manajemennya," ujar Reksa.
Siapa sangka, Rizka dan Reksa sebagai alumni SCI dan SCA ini berjodoh dan memutuskan menikah tahun 2023 lalu. Padahal, selama mengikuti kegiatan keduanya tak sering bersalam sapa. Hal itu justru bermula dari tawaran kerja yang ditawarkan Founder SCI dan SCA. Keduanya pun saling mengenal dan mengetahui karakter masing-masing selama di SCI hingga akhirnya memutuskan menikah.
Rizka berujar bahwa sejauh ilmu yang ia dapatkan selama di SCI ia berusaha untuk belajar bagaimana menjadi ibu yang baik. Reksa yang menjadi kepala rumah tangga juga mengamini bahwa dasar untuk mau belajar bersama dalam rumah tangga bisa menciptakan keluarga harmonis ke depan.
SCI Terus Berupaya Melanjutkan Cetak Keluarga Harmonis
Berbagai fenomena perselingkuhan hingga KDRT pasangan suami istri belakangan masif terjadi. Tak hanya dirasakan ibu dan ayah, hal ini juga berpengaruh dengan kondisi anak di masa depan. Kondisi ini tak bisa dimungkiri menciptakan rasa khawatir dan ketakutan oleh calon ibu dan ayah untuk membangun rumah tangga.
Untuk itulah, SCI menghadirkan antisipasi dengan cara menebar ilmu kepada para peserta agar lebih siap serta mampu menangkal polemik yang disebutkan di atas.
Menurut Yazid, Munculnya SCI dan SCA merupakan keresahan terhadap kondisi anak yang memutuskan mengakhiri hidup. Kondisi keluarga yang tidak harmoni bisa menorehkan luka untuk anak.
"Kalau orang tua tidak selesai dengan masalah dirinya sendiri dan tidak segera dicegah sedini mungkin itu bahaya. Saya tidak mau anak saya akan bertemu dengan anak yang seperti itu, maka saya niatkan sejak 2014 ini untuk berkontribusi membentuk ayah ibu yang lebih baik," ujar Yazid.
Baca Juga: Orang Tua Bicara: Program Makan Siang Gratis Harus Lebih Tepat Sasaran!
SCI diharapkan memiliki peran besar untuk calon ibu dan ayah yang akan berumah tangga. Melalui SCI, Deri ingin mengajak orang untuk tidak takut dan menyiapkan diri dalam hubungan rumah tangga ke depan. Dengan rangkaian materi dan praktik yang ada, Yazid dan Deri bermimpi SCI bisa terus berlanjut dan berkontribusi mencetak pasangan suami istri yang mampu menjawab tantangan era sekarang dalam membangun keluarga harmonis.