Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Hidup dengan Alopecia Areata jelas bukanlah hal mudah untuk dijalani. Ini adalah suatu kondisi kerontokan rambut yang disebabkan oleh serangan sistem imunitas tubuh sendiri terhadap folikel atau bisa dikatakan termasuk sakit autoimun.
Penderita Alopecia Areata umumnya mengalami kebotakan rambut, atau rambut-rambut halus secara cepat, serta kehilangan rambut atau bulu halus di seluruh bagian-bagian tubuh, seperti alis, kumis, bulu mata, dan sebagainya.
Kisah inspiratif kemudian datang dari perempuan bernama Rebecca Dawe. Perempuan asal Bedfordshire ini mengalami Alopecia Areata. Dia mengaku bahkan menghabiskan waktu hingga lebih dari 20 tahun untuk merahasiakan kondisinya.
''Saat Anda tidak memiliki rambut, asumsi alami adalah bahwa Anda sakit atau Anda menderita kanker. Ketika semua rambut saya rontok pertama kali, saya merasa sangat kesulitan. Orang-orang bahkan membiarkan saya melewati antrian dan lain-lain karena mereka mengira saya sakit. Saya merasa seperti penipu,'' ujar dia, mengutip dari Metro.
Baca Juga
Rebecca mulai kehilangan rambutnya ketika dia berusia 16 tahun. Kala itu ia menemukan ada kebotakan kecil pada salah satu bagian rambutnya.
''Itu tepat di atas telinga. Saya tidak akan pernah melupakan itu. Reaksi awal saya adalah saya ketakutan. Saya tidak pernah tahu ada yang botak atau semacamnya. Saya dipenuhi dengan kepanikan,'' ungkap dia.
Rebecca yang saat itu sedang berada di masa remajanya hanya tahu jika satu-satunya penyebab rambut rontok adalah efek dari kemoterapi. Dia jadi berpikir dirinya menderita kanker.
Dia lantas pergi ke dokter dan disarankan menggunakan krim steroid dan merasa sedikit tenang karena diberitahu kondisinya cukup umum. Dokter tidak mengatakan kepadanya secara persis mengapa itu terjadi, selain karena respons autoimun di mana tubuhnya mulai menyerang rambutnya sendiri.
Meskipun menerapkan krim seperti yang diinstruksikan, pitaknya menjadi lebih besar. Hanya saja karena posisinya berada di bagian bawah kulit kepala, ia mampu menyembunyikannya.
Pada usia 20 tahun, Rebecca bepergian dan dia mulai menyadari kondisinya semakin buruk.
''Saya di Australia dan saat itu semakin melebar ke arah pinggir. Saya merasa sakit karena saya tidak pernah kehilangan apa-apa dari atas kepala saya. Saya tinggal di hostel di luar negeri dan saya mendidihkan air panas kemudian mencoba merangsangnya,'' tuturnya.
Dirinya mulai malu untuk keluar dan membatasi lingkaran pertemanannya. Rebecca ingin melanjutkan hidupnya, tapi dia merasa seorang diri. '' Saya memakai wig untuk bekerja dan saya merasa sangat terhina,'' ujar dia.
Rambut Rebecca memang pernah kembali satu saat, tapi setelah kelahiran anak keduanya, rambutnya rontok lagi dan tidak pernah kembali selama bertahun-tahun kemudian. Dia mengenakan wig terus dan dia tidak ingin berbicara kepada siapa pun tentang kerontokan rambutnya.
Beberapa tahun lalu, dia baru mulai membuka dirinya. Facebook menjadi media pilihannya dan itu membuatnya menerima dukungan dari semua orang.
''Saya mulai go public untuk pertama kalinya melalui Facebook. Saya benar-benar takut untuk melakukan itu. Tapi responnya luar biasa dan orang-orang mengatakan kepada saya bahwa mereka menangis. Itu benar-benar mendorong saya untuk terus maju,'' kata dia kemudian.
Seiring waktu, dia menyadari bahwa dia dapat mengubah kekurangannya menjalani sebuah bisnis. Dia pun memutuskan untuk mendirikan Hair Necessity, bekerja dengan perempuan lain seperti dirinya demi menemukan cara untuk membantu mereka mengatasi rambut rontok.
Namun, Rebecca masih berjuang untuk pergi tanpa wig. Tahun lalu, dia pun memutuskan untuk membuat tato di seluruh kepalanya sehingga akhirnya bisa merasa percaya diri dengan kepala botaknya.
''Saya sedang berbicara dengan perempuan lain di bisnis saya tentang cara mengatasi kerontokan rambut tetapi saya merasa masih belum sepenuhnya berdamai dengan perasaan saya karena saya masih membenci ketika orang-orang melihat saya tanpa wig saya,'' tutur perempuan yang sakit autoimun ini.
Rebecca memutuskan membuat tato di kepalanya tidak hanya untuk membuat dirinya merasa nyaman tetapi juga membikin orang lain merasa nyaman tidak membicarakan tentang kerontokan rambutnya.
Tato yang dirancang oleh Terri di Inkantations itu menampilkan bunga, burung, dan kelinci. Rebecca tertawa melihat desainnya.
''Desainnya sendiri tergantung pada sang seniman. Saya memintanya untuk membuat kelinci di sana agar saya dapat memiliki rambut kembali. Saya memang menginginkannya bertema alam dan sangat feminin. Saya tidak ingin tato yang membuat saya terlihat mengintimidasi. Saya ingin orang-orang merasa seperti mereka bisa mendekati saya dan berbicara kepada saya tentang hal itu. Selama tiga sesi, tato itu dibuat di seluruh kepalanya dan akhirnya selesai pada Januari,'' ujar dia mengungkapkan isi hatinya.
Berbicara tentang Alopecia Areata sangat penting baginya. Bahkan kini, Rebecca membentuk kelompok pendukung di rumah sakit lokal di Bedfordshire untuk orang dengan semua jenis kerontokan rambut.
''Saya ingin menunjukkan bahwa ada harapan setelah rambut rontok. Orang-orang benar-benar berbicara kepada saya sekarang dan itu tidak akan pernah terjadi jika saya tidak mengekspos diri saya sedikit pun,'' tutup Rebecca. (Suara.com/Dinda Rachmawati)
Terkini
- Takut Ketinggalan Momen? Begini Cara Mengelola FOMO dengan Sehat!
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?
- Tantangan dan Realitas Jurnalis Perempuan di Indonesia: Menyingkap Kesenjangan di Ruang Redaksi
- Memahami dan Merawat Inner Child: Kunci untuk Menyembuhkan Luka yang Tak Terlihat