Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Gaya hidup ramah lingkungan semakin eksis belakangan ini. Ada banyak kebiasaan baru, mulai dari membawa kantong belanja sendiri, mengganti sedotan plastik dengan sedotan stainless, hingga menggunakan busana berkelanjutan alias sustainable fashion.
Disampaikan desainer sekaligus National Chairman Indonesian Fashion Chamber (IFC), Ali Charisma, konsep sustanaible fashion dianggap ramah lingkungan karena mendorong masyarakat agar tidak asal dalam membeli pakaian.
Dari sisi desainer, konsep ini mendorong mereka untuk membuat pakaian berkualitas dengan bahan yang tak asal pilih sehingga pola potongannya tidak menghasilkan limbah.
''Salah satu konsepnya zero waste pattern. Sudah banyak brand yang beralih ke serat alam. Sedikit mengurangi bahan yang sistentis. Karena serat alam kalau jadi sampah akan cepat terurai, kalau bahan polyester lama terurai. Kalau tidak sustain akan jadi sampah fashion,'' kata Ali di sela-sela temu media di JCC, Senin (22/4/2019) kemarin, seperti dikutip dari Suara.com.
Baca Juga
Ali memaparkan, pakaian yang mengusung konsep sustanaible fashion umumnya cenderung tidak murah karena mempertimbangkan bahan-bahan yang digunakannya.
''Mayoritas pengguna fast fashion itu middle class dan low class. Untuk top class, biasanya lebih terdidik sehingga memperhatikan kualitas dan keberlanjutannya,'' imbuhnya.
Ia pun mempunyai beberapa imbauan bagi masyarakat yang mulai mengadopsi gaya hidup ramah lingkungan, khususnya di bidang fesyen. Pertama, pilihlah baju buatan Indonesia. Memang, kata Ali, busana karya desainer Indobesia cenderung lebih mahal dibandingkan merek China. Namun kita tidak tahu dari mana bahan itu berasal sehingga bisa sangat murah.
''Sampai sini apakah sisa-sisa? Kalau di Indonesia yang ngerjain kita sendiri. Walau harga sama atau lebih mahal sedikit saya sarankan beli produk Indonesia. Karena biaya produksinya bisa setengahnya. Tim produksi kan banyak banget hampir 50 persen, tapi masuk ke Indonesia lagi,'' ujar dia.
Kedua, pilih pakaian dengan pola sederhana. Alasannya, itu cenderung lebih minim menghasilkan potongan yang akan berakhir sebagai limbah fesyen.
''Sekarang yang menerapkan zero waste pattern sudah banyak. Zero waste itu sedikit mengurangi pembuangan bahan. Potongan berliuk-liuk sekarang dibikin sederhana dengan teknik berlipat-lipat atau teknik Jepang sehingga membantu pola-pola yang harusnya dipotong jadi tidak,'' kata dia.
Ali berharap tren sustanaible fashion akan diminati oleh generasi milenial. Dengan begitu, gerakan ramah lingkungan di industri mode bisa semakin meluas. (Suara.com/Firsta Nodia)
Terkini
- Tagar #KaburAjaDulu, Ketika Anak Muda Anak Tangan pada Realita
- Fenomana Glass Ceiling: Mengapa Perempuan Sulit Jadi Pemimpin di Dunia Kerja?
- Takut Ketinggalan Momen? Begini Cara Mengelola FOMO dengan Sehat!
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?