Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Seperti biasa, Dewi memulai hari dengan menata stok barang dagangan di toko kelontong miliknya. Tiap produk ia susun rapi sesuai jenisnya, mulai dari telur, minyak, beras, sabun, dan lainnya.
Hal itu ia lakukan setiap pagi usai mengantar Bimo, anak semata wayangnya pergi sekolah.
Sebenarnya Dewi mulai malas mengurus toko kelontong yang sudah ia jalankan sejak 2 tahun yang lalu. Tepatnya saat keluarganya pindah dari Yogyakarta ke Sukoharjo.
Suaminya, Bono, baru saja diterima kerja di salah satu pabrik plastik di sana. Meski tidak banyak, gaji suaminya cukup untuk menghidupi mereka bertiga.
Baca Juga
Tapi yang namanya kebutuhan, selalu saja bertambah tiap hari. Mau tidak mau, mereka memutuskan untuk mencari tambahan pemasukan lain. Dengan sedikit modal dan teras yg cukup luas, mereka akhirnya memilih membuka toko kelontong
Awalnya, toko kelontongnya cukup laris manis karena barangnya cukup komplit. Ibu-ibu kampung bahkan jadi langganan tetapnya.
Namun beberapa bulan belakangan, pengeluaran Dewi membengkak, mau tidak mau ia menggunakan lebih banyak keuntungan toko. Padahal, uang itu adalah uang yang harus diputar untuk ke tempat grosiran.
Alhasil, toko kelontongnya pun terlihat kosong. Pembeli pun jadi malas membeli di tempatnya lagi karena sering tidak mendapat barang yang dicari.
''Bu, jual pulsa nggak?'' tanya seorang bapak-bapak yang tiba-tiba muncul di depan tokonya
''Enggak Pak, coba ke pertigaan ke dua sana Pak, ada kios pulsa kayaknya,'' jawab Dewi.
''Wah jauh Bu, sering tutup juga, ya sudah makasih ya,'' ujar bapak tersebut sembari meninggalkan tokonya.
Ini bukan sekali dua kali orang bertanya hal serupa. Memang, kios pulsa di kampungnya cuma ada satu dan sering tutup. Minimarket terdekat pun ada di jalan besar yang cukup jauh.
***
Malam harinya, Dewi ditelepon Lina, teman dekatnya semasa SMP. Ia pun curhat tentang kondisinya saat ini.
''Enak ya Lin jadi kamu, gaji suami banyak, tinggal ngurus rumah sama anak, terus sisanya bisa nyalon,'' keluh Dewi.
''Eh jangan salah Wi. Aku jarang lho minta uang suamiku buat nyalon atau belanja. Gini-gini aku punya pemasukan sendiri karena jadi agen TrueMoney,'' jelas Lina di ujung telepon.
''Tru.. Tru apa Lin?''
''TrueMoney, Wi, alat pembayaran elektronik gitu.''
Lina kemudian menjelaskan panjang lebar tentang TrueMoney. Dengan menjadi agen, ia bisa mendapat komisi lumayan lewat melayani orang yang ingin top up listrik, beli pulsa, internet, bayar PDAM hingga BPJS Kesehatan.
Ia juga menjelaskan untuk jadi agen TrueMoney cukup KTP, KK dan uang tiga ratus ribu untuk pendaftarannya. Asyiknya lagi, akan dipinjamkan mesin EDC sehingga pelanggan yang bertransaksi nantinya bisa mendapatkan struk. Tentu hal ini akan membuat pelanggan lebih percaya.
Mendengar penjelasan Lina, Dewi langsung tertarik. Karena dengan begitu ia bisa menambah bisnis baru bagi toko kelontongnya, mengingat banyak orang kampung yang sering menanyainya jual pulsa atau tidak.
****
Sejak menjadi agen TrueMoney dua bulan lalu, kini Dewi tidak malas-malasan lagi membuka toko kelontong miliknya. Sebab, ia memiliki penghasilan lainnya saat pembeli kelontong sepi.
Toko kelontongnya setiap hari selalu ramai dengan orang yang ingin membeli pulsa, token listrik, bayar BPJS Kesehatan maupun transfer uang. Keuntungan yang didapat pun bisa Dewi gunakan untuk menambah modal toko.
Selain itu, karena menjadi agen yang aktif, Dewi sering mendapat banner promosi yang membuat tokonya semakin ramai. Omset pendapatannya pun jadi meningkat banyak.
Terkini
- Fenomana Glass Ceiling: Mengapa Perempuan Sulit Jadi Pemimpin di Dunia Kerja?
- Takut Ketinggalan Momen? Begini Cara Mengelola FOMO dengan Sehat!
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?
- Tantangan dan Realitas Jurnalis Perempuan di Indonesia: Menyingkap Kesenjangan di Ruang Redaksi