Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Studi terbaru menunjukkan betapa rasa empati dalam diri seseorang telah menjadi semakin langka. Sebanyak 65 persen orang disebut lebih memilih bersikap tidak peduli alias kehilangan empati.
Empati sendiri adalah sikap yang timbul dari rasa ikut membayangkan, merasakan, dan memahami perasaan orang lain. Hal itu penting untuk mempertajam fungsi sosial diri dan memengaruhi sikap dalam mengambil keputusan
Dilansir dari Dailymail, Selasa (23/4/2019), orang-orang memilih untuk bersikap tidak peduli karena beralasan bahwa terlalu banyak empati dapat mengesampingkan rasionalitas. Tak heran kalau akhirnya motivasi saling membantu perlahan semakin terkikis.
Menurut sebuah studi baru dari Pennsylvania State University, bagi kebanyakan orang, menghabiskan waktu untuk berempati cuma akan menguras energi mental mereka.
Baca Juga
Beberapa orang menganggap empati sebagai genetik, tapi ini sebenarnya merupakan respons yang bisa dipilih oleh seseorang untuk orang lain di sekitarnya.
Pada era 1990-an, para ilmuwan menemukan mirror neuron, yakni sel-sel otak yang menyala ketika seseorang melihat dan mendengar perilaku orang lain.
Neuron-neuron itu dianggap membantu otak seseorang meniru aktivitas sinaptik satu sama lain sehingga mampu merasakan apa yang orang lain rasakan, atau paling tidak membuat perkiraan yang lebih dekat dari perasaan yang sama.
Mirror neuron yang ditemukan pada monyet oleh beberapa ilmuwan itu telah dinyatakan keraguannya ada pada diri manusia. Kendati begitu, ada area tertentu di otak manusia yang aktif dan terlibat untuk merasakan empati.
Penelitian Universitas Cambridge menyatakan, sekitar sepersepuluh dari variasi dalam tingkat empati manusia adalah genetik. Dan, rata-rata perempuan, rupanya lebih memiliki rasa empati daripada lelaki.
Bagi segelintir orang, rasa empati dikhawatirkan dapat memicu kesedihan dan mengarah pada keputusan yang akan menyebabkan mereka sakit secara emosional atau bahkan kehilangan finansial.
Empati adalah perpaduan hati dan jiwa.Jadi para peneliti melihat dalam temuan mereka peluang yang mungkin memengaruhi orang untuk ingin melakukan lebih banyak bagi orang lain.
''Jika kita dapat menggeser motivasi orang ke arah yang terlibat dalam empati, maka itu bisa menjadi berita baik,'' ujar pemimpin studi dan psikolog Penn State, Dr. C Daryl Cameron.
Memang tidak musah meyakinkan orang-orang bahwa mereka tidak akan merasa sedih jika mereka mencoba merasakan kesedihan orang lain. Namun, ini bukannya tidak bisa dilakukan sama sekali.
''Ini bisa mendorong orang untuk menjangkau kelompok-kelompok yang membutuhkan bantuan, seperti imigran, pengungsi dan korban bencana alam,'' ucap Dr. Cameron. (Suara.com/Vessy Dwirika Frizona)
Terkini
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?
- Tantangan dan Realitas Jurnalis Perempuan di Indonesia: Menyingkap Kesenjangan di Ruang Redaksi
- Memahami dan Merawat Inner Child: Kunci untuk Menyembuhkan Luka yang Tak Terlihat
- Working Holiday Visa Australia: Tiket Emas untuk Kerja dan Hidup di Luar Negeri