
Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Menderita gangguan tidur yang langka, ibu tiga anak asal Inggris bernama Kelly Knipes, melakukan hal di luar nalar. Dia belanja saat tidur pulas. Ia bahkan telah menghabiskan sekitar 3000 poundsterling atau sekitar Rp 55 juta
Perempuan berusia 37 tahun itu sempat terkejut di malam pertama saat ia melakukan belanja sambil tidur. Pagi hari, sebuah truk pengantar pesanan yang berisi lapangan bola basket plastik seharga 100 poundsterling atau sekira Rp 1,8 juta muncul di luar rumahnya.
Dia juga membeli lemari es, meja, rumah Wendy, dan permen Haribo bernilai ratusan poundsterling selama berbelanja di malam hari dalam kondisi tertidur pulas.
Mengutip Mirror, demi menghindari ancaman terlilit hutang, ia mengatakan sang suami terpaksa mengunci ponselnya untuk menghentikan pemborosan uang.
Baca Juga

Malam-malamnya dihabiskan dengan kecemasan. Dia sering terbangun melihat tanda terima di email untuk barang-barang yang dia beli tanpa sadar.
"Saya menghabiskan uang yang tidak kami miliki dan saya mulai meminjam uang. Saya tidak bisa mengembalikan uang pembelian makanan, seperti Haribos. Lalu, ada pembelian lain yang saya lakukan yang tidak pernah saya kembalikan karena terlalu banyak. Saya hanya akan bangun dan meletakkannya di samping saya," tutur dia.
Ternyata meskipun suaminya telah berupaya mengunci pintu dan menyembunyikan ponselnya, dia masih berhasil mendapatkannya untuk membeli barang di situs web termasuk Ebay dan Argos.
Pembelian aneh lainnya termasuk toples kue senilai 58 poundsterling, pot garam dan merica, serta buku tentang mengajar sedangkan dirinya bukanlah seorang guru.
Kelly didiagnosis menderita parasomnia, gangguan tidur yang melibatkan perilaku dan persepsi abnormal. Dia juga diketahui menderita apnea tidur obstruktif yang menghentikan napasnya saat tidur dan memaksa otaknya untuk bangun sebagian sehingga memungkinkannya untuk berjalan dalam tidur.
Kondisinya benar-benar parah dan meningkat sejak tahun 2006 ketika dia hamil anak pertama. Dia overdosis obat diabetes dalam tidurnya saat hamil 20 minggu tetapi untung tidak ada kerusakan serius terhadap kandungannya.
Setelah menikah dengan suami keduanya, Kelly mempunyai dua putra lagi. Ia pun mengatakan kondisinya benar-benar mulai berdampak buruk.
"Itu mengerikan, karena saya tidak tahu apa yang akan saya lakukan di malam hari. Saya lelah secara fisik, saya merasa sangat terkuras setiap hari dalam hidup saya. Saya tidak melakukan apa-apa dengan anak-anak saya, saya selalu di rumah sakit karena saya tidak tidur di malam hari," ujar dia.
Setelah bertahun-tahun mencari solusi termasuk ikut serta dalam studi tidur di Rumah Sakit Royal Brompton, Kelly akhirnya meminta bantuan ke dua konsultan dan menulis langsung surat permohonannya.
Kelly kemudian diberi alat yang membuat saluran udara yang menghubungkan ke otaknya terus terbuka. Katanya, itu membuat perasaan Kelly akhirnya bisa beristirahat dan kembali berenergi untuk pertama kalinya dalam hidup.
Dia sekarang memakai masker oksigen di malam hari yang membuat pernapasannya lebih baik. Hingga kini, dia berhasil mengendalikan kondisinya dan tidak lagi belanja saat tidur.
"Itu benar-benar memberi saya hidup saya kembali," ungkapnya. (Suara.com/Dinda Rachmawati)
Tag
Terkini
- Vulnerable atau Oversharing? Menakar Batas Cerita Perempuan di Dunia Maya
- Merayakan Cinta Lewat Lagu, KOSTCON 2025 Hadirkan Konser OST K-Drama Pertama dan Terbesar
- Solusi Rambut Sehat dan Berkilau dengan Naturica, Wajib Coba!
- Kamu Terlalu Mandiri: Ketika Kemandirian Perempuan Masih Dianggap Ancaman
- Support System Seumur Hidup: Bagaimana Kakak Adik Perempuan Saling Menguatkan?
- Women News Network: Menguatkan Suara Perempuan dari Aceh hingga NTT
- Saatnya Berbagi Tugas di Dapur, Karena Memasak Bukan Hanya Tanggung Jawab Perempuan
- Lajang dan Bahagia: Cara Perempuan Menikmati Hidup Tanpa Tekanan Sosial
- Plan Indonesia dan SalingJaga Gelar Soccer for Equality, Dukung Kesetaraan Pendidikan Anak Perempuan NTT
- Paternity Leave Bukan Sekadar Cuti, Tapi Wujud Budaya Kerja yang Inklusif