Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Sebuah penelitian yang diterbitkan pada Jumat (10/7/2020) pekan kemarin di JAMA Network Open menemukan adanya peningkatan signifikan dari sindrom patah hati selama pandemi. Para pasien menunjukkan bahwa stres fisik, sosial dan ekonomi dari pandemi punya andil besar.
Para peneliti sudah mengonfirmasi dalam beberapa tahun terakhir bahwa sindrom ini disebabkan stres ekstrem yang benar-benar menghancurkan hati seseorang.
Sindrom yang secara medis dikenal sebagai kardiomiopati takotsubo ini menyebabkan melemahnya ventrikel kiri, yakni pemompa utama jantung.
Melansir dari CNN, kardiomiopati diinduksi stres atau sindrom Takotsubo, muncul seperti serangan jantung tapi dipicu oleh peristiwa stres, bukan penyumbatan dalam aliran darah.
Baca Juga
-
Sudah Terlalu Bosan, 3 Zodiak Ini Rawan Selingkuh usai Masa Karantina
-
Deg-degan Mau Kencan Pertama? Simak Tips Kencan Berdasarkan Zodiak Ini!
-
Sering Susah Move On, Ternyata Begini Rasanya Putus Cinta bagi Pria
-
Kelakuan 6 Zodiak Ini Rawan Bikin Patah Hati, Gemini Nggak Konsisten!
-
Patah Hati Diputusin Lewat Zoom, Curhatan Wanita Ini Jadi Viral
-
Putus Cinta saat Pandemi Corona Bikin Ekstra Galau, Baca Tips Berikut!
Studi ini mengamati 1.914 pasien dari lima periode dua bulan yang berbeda, termasuk sampel lebih dari 250 pasien yang dirawat di rumah sakit pada bulan Maret dan April, yakni selama puncak awal pandemi.
Studi ini menyimpulkan bahwa peningkatan kemungkinan terkait dengan tekanan psikologis, sosial, dan ekonomi yang disebabkan pandemi seperti karantina yang dipaksakan, kurangnya interaksi sosial, aturan jarak fisik yang ketat, serta konsekuensi ekonomi dalam kehidupan masyarakat.
"Pandemi telah menciptakan lingkungan paralel yang tak sehat," ungkap Dr. Ankur Kalra, ahli jantung yang memimpin penelitian terkait.
"Kami telah melihat peningkatan kematian non-corona dan penelitian kami mengatakan bahwa stres kardiomiopati telah naik karena stres yang diciptakan pandemi," katanya kemudian.
Namun, penelitian baru ini tak memeriksa apakah ada hubungan antara sindrom patah hati dan stres karena memiliki virus corona atau menyaksikan kerabat yang menderita penyakit tersebut.
Para pasien dalam penelitian ini diuji untuk Covid-19 dan tak satu pun dari tes mereka yang kembali dinyatakan positif. (*Fita Nofiana)
Terkini
- Ide Merayakan Valentine Bersama Orang Terkasih, Dinner Romantis Bisa Jadi Pilihan
- Tagar #KaburAjaDulu, Ketika Anak Muda Angkat Tangan pada Realita
- Fenomana Glass Ceiling: Mengapa Perempuan Sulit Jadi Pemimpin di Dunia Kerja?
- Takut Ketinggalan Momen? Begini Cara Mengelola FOMO dengan Sehat!
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender