
Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Hubungan tidak sehat sangat mungkin dialami pasangan. Hanya saja, para korban atau bahkan kedua belah pihak, mungkin tidak menyadari bahwa mereka berdua berada dalam hubungan toxic dan terus saling menyakiti.
Violet Lim, Chief of Cupid dan CEO Lunch Actually membagikan tips mengenai cara mengidentifikasi hubungan toxic. Dalam rilis yang diterima Dewiku.com, Senin (20/6/2022), beberapa tanda yang perlu diwaspadai adalah sebagai berikut:
Rasa cemburu yang berlebihan dan kurangnya kepercayaan
Hubungan seharusnya adalah tempat aman kita untuk menjadi diri sendiri, memiliki seseorang yang bisa diandalkan, dan sama-sama bertumbuh menjadi orang yang lebih baik dalam setiap aspek. Dalam hubungan toxic, seseorang akan menjadi sangat kompetitif, tapi bukan dengan cara yang sehat karena mereka tidak bakal membiarkan pasangannya menjadi lebih baik atau bersama seseorang yang lebih baik dari mereka.
Baca Juga
-
Ramalan Zodiak Hari Ini 20 Juni 2022, Kebaikan Aquarius Malah Bisa Bikin Salah Paham
-
Gemasnya Baby Rayyanza Kenakan Kostum Banana, Harganya Tumben Low Budget
-
Ririn Ekawati dan Anak Kesayangan Pamer OOTD Modis, Dipuji Kayak Kakak-Adik
-
13 Tahun Berkarya, ZAP Hadirkan Perawatan Kecantikan Unggulan Terbaru
-
Pakai Sandal Karet Seharga Rp8 Juta, Penampilan Aurel Hermansyah Kembali Disorot
-
Sering Diremehkan dan Merasa Kesepian, Crazy Rich Ini Pilih Hidup Jadi Orang Miskin

Salah satu pihak akan takut pasangannya meninggalkan mereka. Dengan demikian, mereka berusaha memegang kendali dan tidak membiarkan pasangannya tumbuh menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri.
Tidak ada 'Take and Give' hanya 'All Take, No Give'
Hubungan sehat mestinya membuat kedua pihak bahagia dengan saling memenuhi kebutuhan dan keinginan masing-masing. Ketika kamu merasa selalu menjadi pihak yang menyenangkan pasangan dan hanya memikirkan apa yang membuat dia bahagia tanpa mempertimbangkan kebahagiaanmu sendiri, kamu harus berhenti.
Seringkali, kamu akan berpikir bahwa hal itu normal dan masih bisa ditoleransi, lalu berharap dia akan berubah. Namun, pada akhirnya tidak ada perubahan apa pun.
Membuat alasan atas perilaku buruk pasangan
Saat sahabat mengkritik pasanganmu, kamu selalu berargumen, "Kamu tidak mengenalnya sebaik aku mengenal dia." Padahal, hati kecilmu berkata lain dan sebenarnya setuju dengan pendapat sahabatmu itu.
Pahamilah bahwa itu adalah tanda bahaya. Ketika kamu merasa dipaksa untuk membela pasangan, kamu perlu memikirkan kembali hubungan tersebut.
Komunikasi terasa melelahkan
Dalam hubungan apa pun, komunikasi adalah kuncinya. Ketika kamu merasa semua yang kamu katakan seolah berbalik melawan kamu sendiri, kamu perlahan-lahan berhenti mencoba untuk mengatakan apa yang kamu rasakan karena kamu tahu ke mana arah pembicaraan tersebut nantinya akan berakhir.
Kamu mungkin mengatakan hal-hal seperti, "Saya merasa sangat sedih tentang pekerjaan akhir-akhir ini."
Namun, pasanganmu malah memberikan respons dengan berkata, "Kamu tampak baik-baik saja ketika teman-temanmu ada. Kenapa kamu mengeluh saat bersamaku?"
Jika seperti itu yang terjadi, komunikasi bisa menjadi hal melelahkan bagimu. Sebab, semuanya terasa seperti itu salahmu.
Kamu terus-menerus merasa terjebak
Setiap pernyataan dan pertanyaan terasa seperti jebakan. Pasanganmu bisa saja bertanya, "Apakah kamu ingin makan malam denganku?" Namun, dia malah bilang, "Apakah kamu lebih suka berada di depan laptop dibanding makan malam denganku?"
Setelahnya, apa pun jawabanmu, jika itu tidak sesuai dengan apa yang pasanganmu harapkan, itu menjadi bumerang bagimu. Namun, saat pertanyaan serupa kamu lontakkan kepada pasanganmu, tetap kamu yang salah.
Kamu merasa harus selalu menuruti pasangan
Perilaku mengontrol dapat tumbuh menjadi sesuatu yang sangat buruk. Hanya karena kalian adalah pasangan, bukan berarti kamu harus setuju dengan semua yang dikatakan pasanganmu.
Memiliki sudut pandang berbeda bukan berarti kamu tidak mencintainya. Pasangan yang baik mestinya saling mendukung dan menghargai. Perbedaan pendapat bisa didiskusikan tapi juga tidak seharusnya memaksakan kehendak.
Terkini
- Vulnerable atau Oversharing? Menakar Batas Cerita Perempuan di Dunia Maya
- Merayakan Cinta Lewat Lagu, KOSTCON 2025 Hadirkan Konser OST K-Drama Pertama dan Terbesar
- Solusi Rambut Sehat dan Berkilau dengan Naturica, Wajib Coba!
- Kamu Terlalu Mandiri: Ketika Kemandirian Perempuan Masih Dianggap Ancaman
- Support System Seumur Hidup: Bagaimana Kakak Adik Perempuan Saling Menguatkan?
- Women News Network: Menguatkan Suara Perempuan dari Aceh hingga NTT
- Saatnya Berbagi Tugas di Dapur, Karena Memasak Bukan Hanya Tanggung Jawab Perempuan
- Lajang dan Bahagia: Cara Perempuan Menikmati Hidup Tanpa Tekanan Sosial
- Plan Indonesia dan SalingJaga Gelar Soccer for Equality, Dukung Kesetaraan Pendidikan Anak Perempuan NTT
- Paternity Leave Bukan Sekadar Cuti, Tapi Wujud Budaya Kerja yang Inklusif