
Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Dalam masyarakat yang sering kali menempatkan perempuan dalam posisi untuk selalu menyenangkan orang lain, berkata "tidak" dengan tegas menjadi sebuah kekuatan yang penting.
Kemampuan ini bukan hanya tentang menetapkan batasan, tetapi juga tentang menghargai diri sendiri dan mengambil kendali atas hidup.
Faktanya, mulai dari lingkungan kerja hingga hubungan pribadi, banyak perempuan merasa terpaksa menyetujui sesuatu yang tidak mereka inginkan.
Hal ini tidak hanya berdampak pada kehidupan sosial dan profesional mereka, tetapi juga pada kesehatan mental dan kesejahteraan secara keseluruhan.
Baca Juga
-
Soft Life: Gaya Hidup Baru Perempuan yang Menolak Stres dan Drama
-
Diskon, Cashback hingga Midnight Sale! Bazaar Ini Hadirkan Promo Lebaran Meriah
-
Gaji Tinggi dan Karier Impian: Alasan Singapura Jadi Daya Tarik Bagi Pekerja Indonesia
-
Invisible Load: Beban Mental yang Tidak Terlihat di Balik Peran Perempuan
-
Hati-Hati dengan Almond Mom, Fenomena Ibu-Ibu yang Menanamkan Ketakutan Makan pada Anak
-
Benarkah Olahraga Harus Disesuaikan dengan Siklus Menstruasi? Ini Penjelasan Ahli!
Mengapa Sulit Bagi Perempuan untuk Menolak?
Sejak lama, perempuan dibesarkan dengan norma yang mengajarkan mereka untuk menjadi menyenangkan dan menghindari konfrontasi.
Menurut Dr. Joy Harden Bradford, seorang psikolog klinis dan pendiri Therapy for Black Girls, menyebut perempuan selalu diajarkan untuk memprioritaskan perasaan orang lain daripada perasaan diri sendiri.
“Perempuan diajarkan sejak kecil untuk memprioritaskan perasaan orang lain di atas perasaan mereka sendiri. Mereka sering takut bahwa menolak akan membuat mereka dicap sebagai egois atau kasar,” ujarnya.
Hal ini menciptakan ekspektasi bahwa perempuan yang baik adalah mereka yang selalu bersedia mengorbankan diri demi orang lain.
Lalu, adanya konsekuensi sosial jika perempuan mengatakan tidak.
Mengatakan “tidak” sering kali membawa konsekuensi bagi perempuan, terutama dalam dunia profesional.
Menurut studi dari Harvard Business Review, perempuan yang menolak tugas tambahan atau permintaan di tempat kerja sering dianggap kurang kooperatif dibandingkan pria yang melakukan hal yang sama.
Dr. Linda Babcock, profesor di Carnegie Mellon University, mengatakan ketika perempuan menolak, mereka akan dianggap tidak suportif.
“Ketika perempuan menolak permintaan, mereka lebih mungkin dianggap sebagai individu yang tidak suportif, sedangkan pria yang menolak lebih sering dilihat sebagai tegas dan mandiri,” ungkapnya.
Tak hanya di dunia kerja, dalam hubungan sosial dan romantis pun perempuan sering menghadapi tekanan untuk menyetujui sesuatu yang mereka tidak inginkan, baik itu dalam pertemanan, pernikahan, atau bahkan hal-hal yang lebih serius seperti pelecehan seksual.
Kemudian, kesulitan untuk berkata “tidak” tidak hanya berdampak pada kehidupan sosial dan profesional perempuan, tetapi juga pada kesehatan mental mereka.
Rasa bersalah, stres, dan kelelahan emosional menjadi konsekuensi dari selalu mengatakan “ya” ketika sebenarnya mereka ingin menolak.
Akibatnya, mereka sering merasa tidak dihargai, lelah secara emosional, dan bahkan mengalami gangguan kesehatan mental.
Dilansir BBC, menyetujui sesuatu yang bertentangan dengan keinginan pribadi dapat menyebabkan kecemasan dan bahkan depresi.
Oleh karena itu, belajar menetapkan batasan dan memiliki keberanian untuk mengatakan “tidak” adalah bagian penting dari menjaga keseimbangan hidup dan kesehatan mental.
Tips Belajar Menolak dengan Tegas
Perubahan dalam pola pikir dan budaya sangat penting agar perempuan lebih berani mengatakan “tidak.”
Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan:
- Menyadari hak untuk menolak, perempuan berhak menolak tanpa harus merasa bersalah.
- Menggunakan kalimat tegas, menyatakan ketidaksetujuan dengan jelas tanpa perlu merasa wajib memberikan alasan panjang.
- Mendukung satu sama lain, membangun komunitas yang saling mendukung dapat membantu perempuan merasa lebih percaya diri.
Belajar mengatakan "tidak" dengan tegas adalah sebuah perjalanan. Dengan latihan dan kesabaran, setiap perempuan dapat menemukan kekuatan dalam suara mereka dan mengambil kendali atas hidup mereka.
(Mauri Pertiwi)
Terkini
- Saatnya Berbagi Tugas di Dapur, Karena Memasak Bukan Hanya Tanggung Jawab Perempuan
- Lajang dan Bahagia: Cara Perempuan Menikmati Hidup Tanpa Tekanan Sosial
- Plan Indonesia dan SalingJaga Gelar Soccer for Equality, Dukung Kesetaraan Pendidikan Anak Perempuan NTT
- Paternity Leave Bukan Sekadar Cuti, Tapi Wujud Budaya Kerja yang Inklusif
- Koper Ringan, Gaya Baru Menjelajah Dunia Tanpa Beban
- Body Positivity vs Body Neutrality: Mana Jalan Terbaik Menerima Tubuh Apa Adanya?
- Wujud Kesetaraan di Dunia Transportasi, Kartini Masa Kini di Balik Kemudi
- Musikal untuk Perempuan: Merayakan Persahabatan Lewat Lagu Kunto Aji dan Nadin Amizah
- Melangkah Sendiri, Merdeka Sepenuhnya: Kenapa Perempuan Pilih Solo Traveling?
- Koneksi Bukan Kompetisi: The Real Power of Women Supporting Women