Dewiku.com - Beberapa belakangan tahun ini, semakin banyak istilah baru yang ramai dibicarakan. Salah satunya istilah quiet covering saat ini tengah ramai dibahas. Lahirnya istilah quiet covering bukan tanpa sebab. Pasalnya, dunia pekerjaan menjadi penyebab munculnya istilah baru tersebut.
Quiet covering sendiri sering dikaitkan kepada kalangan usia Gen Z yang sudah memasuki dunia kerja. Quiet covering juga menjadi salah satu kemampuan baru yang dimiliki para Gen Z saat berada di tempat kerja.
Bahkan, tren dan fenomena quiet covering ini telah dilakukan studi penelitian untuk mengetahui alasan kuat para Gen Z melakukan hal tersebut di tempat kerja mereka.
Jadi Apa Itu Quiet Covering?
Melansir dari Forbes, Quiet covering merupakan kebiasaan atau kecenderungan karyawan yang berasal dari kalangan Gen Z untuk menyembunyikan aspek pribadi agar tidak mendapatkan penghakiman dan stereotip di tempat kerjanya.
Selain itu, kemampuan quiet covering juga membantu para Gen Z untuk terlihat lebih profesional dan mudah diterima oleh orang-orang di lingkungan kerjanya. Kemampuan menyembunyikan kepribadian ini juga dinilai dapat membantu mereka untuk mendapatkan promosi di tempat kerja.
Fenomena quiet covering ditandai dengan kemampuan karyawan untuk menampilkan wajah dengan tatapan datar. Maka dari itu, quiet covering sering kali dikenal sebagai “tatapan datar Gen Z”.
Menurut data yang diperoleh Attensi terhadap 2.000 karyawan lintas industri menyebutkan jika quiet covering digunakan sebagai krisis senyap atau diam-diam di dunia kerja.
Data juga menunjukkan terdapat beberapa alasan para karyawan Gen Z melakukan kemampuan quiet covering-nya, di antaranya 58% karyawan merasa kekurangan skill dan pengetahuan agar tidak dihakimi, hampir setengahnya pura-pura paham padahal tidak, dan 40% menghindari untuk meminta bantuan meskipun tidak yakin dengan yang dilakukannya.
Namun pada kenyataannya, fenomena dan kemampuan quiet covering yang sedang tren ini bukanlah kejadian pertama. Fenomen “covering” pertama kali dicetuskan oleh Profesor Kenji Yoshino. Ia menjelaskan jika fenomena tersebut bertujuan untuk menyembunyikan identitas pribadi karyawan agar diterima, dapat bertahan, dan meningkatkan peluang promosi.
Baca Juga
-
Sering Baper Sama Teman Mabar? Hati-Hati, Itu Bukan Cinta, tapi Cuma 'Laper' Perhatian
-
Masih Belum Ada Kemajuan: Deretan Derita Rakyat Akibat Pemerintah Pasca Aksi Demo
-
Viral di TikTok: Red Nails Theory, Katanya Bikin Cowok Auto Notice!
-
5 Rahasia Kecantikan Lisa BLACKPINK yang Bisa Kamu Coba Biar Aura Makin On!
-
Albania Resmi Mengangkat Menteri Antikorupsi Pertama dengan Berbasis AI: Temuan atau Masalah Baru?
-
Cewek Gen Z Sepakat: Ghosting Lebih Nyakitin Daripada Silent Treatment!
Alasan Gen Z Melakukan Quiet Covering
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hu-X x Hi-Bob, mereka menemukan jika sebanyak 97% karyawan melakukan covering setidaknya sekali dan 67% karyawan justru sering melakukannya.
Dalam penelitian tersebut, terdapat berbagai macam alasan para Gen Z untuk melakukan quiet covering saat berada di tempat kerjanya, di antaranya:
- Sebanyak 55% untuk menjaga citra profesional.
- Sebanyak 48% untuk mencari penerimaan sosial.
- Sebanyak 46% untuk menghindari diskriminasi.
- Sebanyak 46% untuk peluang promosi, kenaikan gaji, atau bonus.
- Sebanyak 43% untuk meningkatkan penilaian kinerja tahunan.
Penelitian juga menyebutkan bahwa Gen Z dua kali lebih sering melakukan quiet covering dibandingkan dengan generasi boomer. Bahkan, sebanyak 56% Gen Z melakukan kemampuan menutupi aspek pribadinya ini saat sedang berhadapan dengan HR.
Quiet covering pada Gen Z juga terjadi karena adanya permasalahan kesehatan mental yang tengah dihadapi, kebiasaan menjaga atau merawat diri secara mental dan fisik, serta adanya pengalaman pribadi yang dirasa akan menghambat proses promosi.
Fenomena quiet covering nyatanya juga dapat menghambat kinerja perusahaan maupun karyawan itu sendiri. Bagi karyawan, quiet covering dapat mengganggu kesehatan mental walau tidak terlalu signifikan, mengurangi produktivitas, menghambat karier, dan membatasi kinerja.
Kemudian, dari dampak yang dialami karyawan, secara tidak langsung akan menghambat kinerja perusahaan. Misal, produktivitas karyawan menurun, maka pekerjaan yang harus diselesaikan di perusahaan pun akan terhambat.
Menurut Katz, kemampuan dan fenomena quiet covering bisa dilihat perusahaan sebagai feedback, bukan perlawanan. Menghadirkan lingkungan kerja yang baik juga akan mengantisipasi dampak dari quiet covering.
Kalau kamu yang Gen Z, apakah sedang mengalami fase queit covering?
(Annisa Deli Indriyanti)
Terkini
- Memilih Susu Pertumbuhan Anak: Tips untuk Orang Tua Masa Kini
- Kenapa Cewek Suka Mengingat-Ingat Kesalahan Pasangan? Ini Penjelasannya
- The Club Series: Kuas MUA Sporty-Luxury yang Bikin Makeup Auto Flawless
- Quality Time Ala Keluarga Modern: Nggak Perlu Jauh, yang Penting Bermakna
- Olahraga Makin Hits, Outfit Tetap Santun: Tren Sportwear Modest yang Lagi Naik Daun
- Ketika Kehamilan Datang Tanpa Diminta: Sunyi, Stigma, dan Ruang #SamaSamaAman yang Mesti Kita Ciptakan
- Semakin Dewasa, Circle Makin Kecil: Ternyata Ini Bukan Salah Siapa-Siapa
- Akses Layanan Kesehatan Kelas Dunia, Kini Lebih Dekat untuk Keluarga Indonesia
- Seventh Anniversary, Noera Beauty Rilis Sunscreen Physical dengan Formula Baru yang Inovatif
- Regenerative Beauty: Tren Baru yang Bikin Kulit Glowing Alami Tanpa Kesan 'Diisi'