Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Setiap orang boleh saja memiliki konsep pernikahan impian. Bahkan, ada juga yang mantap untuk melakukan solo wedding di mana mereka mengelar perayaan menikahi diri sendiri.
Solo wedding telah menjadi tren menarik bagi perempuan di Jepang. Pernikahan tetap berjalan sebagaimana biasanya, termasuk menyiapkan gaun pengantin, mengundang orang-orang terdekat, dan menggelar pesta pernikahan. Namun, jangan berharap bertemu mempelai pria.
Melansir South China Morning Post, Senin (14/10/2024), seorang perempuan bernama Hanaoka mengadakan solo wedding dengan menyewa sebuah restoran di Tokyo. Mengundang 30 teman, acara pernikahan itu menghabiskan total 250 ribu yen atau lebih dari Rp26 juta.
"Menikahi diri sendiri bukan berarti saya tidak ingin menikahi seorang pria," katanya.
Baca Juga
"Saya mulai melakukan hal-hal yang membuat saya bahagia, seperti mengenakan pakaian yang indah, menikmati makanan lezat, dan mandi dengan kelopak bunga. Saat itulah saya mulai berpikir untuk menikahi diri saya sendiri," tuturnya.
Tren menikahi diri sendiri di merupakan fenomena yang layak jadi perhatian. Tahun lalu, Jepang mencatat jumlah pernikahan terendah dalam 90 tahun terakhir, yakni kurang dari 500 ribu pasangan.
Di sisi lain, solo wedding tumbuh menjadi peluang bisnis baru bagi wedding organizer. Layanan yang ditawarkan termasuk sesi foto di mana pengantin perempuan bisa mengundang teman atau keluarga untuk berpartisipasi. Ada pula fasilitas untuk merencakan bulan madu sendirian.
"Solo wedding adalah tanda perubahan zaman. Sekarang, lebih banyak wanita Jepang yang dapat menghidupi diri sendiri tanpa menikah, dan mereka tidak ingin dibatasi oleh peran tradisional," ungkap seorang perencana di sebuah perusahaan pernikahan Jepang.
Tren menikah dengan diri sendiri mendapatkan tanggapan beragam dari masyarakat. Banyak orang yang memberikan apresiasi, tetapi ada pula yang belum bisa menerima konsep pernikahan tunggal.
"Solo wedding tampak hebat. Ada banyak cara untuk mencapai kebahagiaan. Hal yang terpenting adalah mencintai diri sendiri terlebih dahulu," ujar seorang warganet.
Ada pula yang berkata, "Ini bagus. Ini memuaskan keinginan saya untuk mengenakan gaun pengantin tanpa harus menikah.”
"Saya tidak begitu mengerti. Ini hanya cara untuk menghindari ejekan karena tidak menikah, menjadi garis pertahanan terakhir," komentar pihak yang kontra.
Sementara itu, tak hanya Jepang, angka pernikahan di Indonesia juga telah mengalami penurunan secara signifikan (54%) selama satu dekade terakhir. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, 68,29% anak muda Indonesia belum menikah.
Di dunia modern, kencan dan romansa adalah sesuatu yang sangat dinamis. Lanskap kencan selalu berubah. Romansa digital telah mengubah cara individu bertemu secara substansial, yakni dengan banyaknya platform dan aplikasi online yang mempermudah hubungan dengan satu kali swipe.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, popularitas perjodohan digital pun telah menurun. Mengutip siaran pers Lunch Actually yang diterima Dewiku.com beberapa waktu lalu, popularitas budaya swipe telah menurun secara bertahap.
Berdasarkan hasil survei biro jodoh tersebut, hanya 12% jomblo yang menggunakan aplikasi kencan setiap hari, sementara 42% lainnya tidak memakainya sama sekali. Sayangnya, 48% jomblo tidak bertemu dengan siapa pun di aplikasi kencan pada tahun 2023, meskipun 72% dari mereka secara aktif mencoba berkencan atau mencoba untuk bertemu dengan orang baru sepanjang tahun.
Tak mudah menemukan pasangan yang cocok, bahkan secara daring. Pada akhirnya, hal tersebut berkontribusi pada penurunan tingkat pernikahan di Indonesia. Berkaca dari fenomena di Jepang, mungkinkan solo wedding juga akan menjadi tren di negeri ini?
Terkini
- Takut Ketinggalan Momen? Begini Cara Mengelola FOMO dengan Sehat!
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?
- Tantangan dan Realitas Jurnalis Perempuan di Indonesia: Menyingkap Kesenjangan di Ruang Redaksi
- Memahami dan Merawat Inner Child: Kunci untuk Menyembuhkan Luka yang Tak Terlihat