Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Program Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera tengah menjadi buah bibir masyarakat Indonesia. Marni dan Aria misalnya, dua kolega Dewiku yang mengaku tak setuju dengan aturan tersebut.
Tapera yang tertuang lewat Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2024 itu memang mewajibkan pekerja untuk menjadi peserta di mana pekerja dengan gaji di atas UMR, akan dipungut iuran sebanyak 3 persen dari gaji setiap bulan.
Bukan tanpa alasan, perempuan asal Tangerang ini mengaku sudah dalam proses KPR rumah sejak 2022 lalu.
Baca Juga
-
13 Srikandi Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran, Keterwakilan Perempuan Sudah Ideal?
-
Hanya Ada 5 Menteri Perempuan di Kabinet Prabowo Subianto, Ini Daftar dan Perannya
-
Pusat Hiburan Keluarga Ini Raih Dua Penghargaan Bergengsi
-
"Petally," Kecantikan Bunga yang Merekah di Panggung JMFW 2025
-
5 Aplikasi E-Grocery Populer, Belanja jadi Lebih Simpel
-
Plaform Belanja Favorit Penjual Online: Shopee atau TikTok Shop?
"Gue udah punya rumah jadi gak perlu tabungan Tapera. Kalau sudah punya rumah buat apa ikut? Kan lumayan uangnya (iuran Tapera) bisa dialokasikan ke hal lain kayak beli bensin," tambah Marni.
Sama seperti Marni, Aria juga memiliki keengganan yang sama. Ia mengaku memiliki tiga alasan kuat mengapa dirinya menolak kewajiban iuran Tapera.
"Pertama upah segitu-gitu aja selama bertahun-tahun gak naik. Kedua, melihat riwayat pemerintah dalam pengelolaan uang rakyat juga gak cukup baik. Ketiga, pekerja udah dipotong BPJS Ketenagakerjaan yang sebetulnya, sepemahaman gue, skemanya bisa buat perumahan, jadi ya buat apa lagi."
Survei: 44% Masyarakat Ragu dengan Tapera
Program Tapera sendiri merupakan dana penyimpanan yang dilakukan oleh peserta yang dilakukan secara periodik dalam jangka waktu tertentu, yang hanya bisa dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan.
Kata pemerintah, kebijakan ini merupakan langkah untuk meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi melalui akses perumahan yang terjangkau bagi para pekerja, terutama masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Berdasarkan laporan Populix yang berjudul 'Sentimen Masyarakat terhadap Program Tapera', hampir 90 persen masyarakat telah mengetahui tentang program Tapera melalui media sosial dan media massa.
Hanya saja, sebanyak 44 persen responden mengaku khawatir akan transparansi pengelolaan dana Tapera, dan masih ada 11 persen kelompok masyarakat kelas ekonomi bawah yang tidak memahami program tersebut.
"Salah satu temuan utama dalam laporan ini mengungkapkan bahwa meskipun masyarakat memahami bahwa Tapera bertujuan untuk memfasilitasi kepemilikan rumah, masih ada kekeliruan yang perlu diklarifikasi, seperti penggunaan dana dan mekanisme penarikan dana," ungkap Head Of Social Research Populix, Vivi Zabkie dari rilis yang diterima Dewiku.
Dengan adanya laporan tersebut, Vivi berharap ada temuan-temuan yang mendorong perubahan positif dalam cara program ini dikelola dan diimplementasikan, sehingga dapat lebih efektif dalam membantu masyarakat mencapai kepemilikan rumah.
Penulis: Humaira Ratu Nugraha
Terkini
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?
- Tantangan dan Realitas Jurnalis Perempuan di Indonesia: Menyingkap Kesenjangan di Ruang Redaksi
- Memahami dan Merawat Inner Child: Kunci untuk Menyembuhkan Luka yang Tak Terlihat
- Working Holiday Visa Australia: Tiket Emas untuk Kerja dan Hidup di Luar Negeri