Rabu, 11 Desember 2024 | 13:38 WIB
Kadang, diam memang lebih baik daripada bicara, terutama kalau keadaan hati sedang tidak enak. Sehingga, untuk menghindari konflik agar tidak makin memperkeruh keadaan, diam bisa jadi pilihan. Perilaku ini diistilahkan dengan silent treatment. Tapi, tak selamanya juga, lho, perlakuan diam seperti ini baik untuk dilakukan.
Masih ingat dengan perceraian salah satu selebritas Faby Marcelia? Ia sempat mengungkapkan bahwa alasan perceraian dengan suaminya, aktor Revand Narya, adalah penggunaan silent treatment dalam hubungan mereka. Febby mengungkapkan bahwa sang suami sering kali memberikan silent treatment kepadanya, yang membuatnya merasa tidak dihargai dan terabaikan. Alih-alih menganggap bahwa diam adalah emas, hal ini justru memperburuk hubungan mereka, hingga akhirnya keduanya memilih untuk bercerai pada akhir tahun 2023 lalu.
Memangnya, apa itu silent treatment?
Baca Juga: Trophy Wife, Simbol Status atau Stereotip Merendahkan?
Dalam sebuah hubungan, silent treatment merujuk pada fenomena saat seseorang memilih untuk diam tanpa bicara dengan sengaja dan menolak untuk membicarakan masalah yang sedang terjadi dengan pasangannya.
Dalam sebuah artikel berjudul "The Psychology of the Silent Treatment" yang diterbitkan oleh The Atlantic pada bulan Maret 2021, seorang psikolog bernama Williams menjelaskan bahwa silent treatment ini digunakan dalam banyak tujuan yang berbeda. Meski begitu, kesamaannya adalah bahwa orang memilih menggunakan silent treatment karena mereka dapat melakukannya tanpa khawatir dinilai kasar oleh orang lain. Dan, silent treatment ini sangat efektif dalam membuat individu yang ditargetkan merasa bahwa dirinya buruk dan tak bernilai.
Lalu, kenapa seseorang memilih melakukan silent treatment?
Baca Juga: Ketakutan Kolektif atau Realitas? Soal Tren #MarriageIsScary di Kalangan Anak Muda
Menurut Anne Fishel, direktur Program Terapi Keluarga dan Pasangan di Rumah Sakit Umum Massachusetts, silent treatment bisa dilakukan oleh orang dengan tipe kepribadian apapun.
Loading...
Mereka yang berkepribadian pasif melakukannya untuk menghindari konflik dan konfrontasi, sementara tipe kepribadian yang kuat menggunakannya untuk menghukum atau mengendalikan.
Sedangkan, beberapa orang mungkin bahkan tidak sadar bahwa mereka telah melakukan silent treatment kepada pasangannya.
“Seseorang mungkin dibanjiri perasaan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata, jadi mereka diam saja,” ungkap Anne.
Benarkah perempuan lebih sensitif dengan silent treatment?
Logikanya, tak ada perempuan yang suka diabaikan, terutama oleh orang terdekatnya. Itu sebabnya, silent treatment dari pasangan bisa membuat perempuan merasa tidak dihargai dan dianggap penting.
Bagi perempuan, diam itu sama seperti sinyal penolakan. Itu sebabnya, ketika pasangannya melakukan silent treatment, ia akan merasa ditolak dan tak diinginkan. Hal ini karena secara umum, perempuan memang lebih sensitif terhadap emosi dan lebih suka berkomunikasi secara terbuka. Ketika pasangannya diam, perempuan akan merasa ada yang tidak beres dan berusaha mencari tahu apa penyebabnya.
Selain itu, perempuan juga cenderung lebih memikirkan hubungan dan ingin menjaga keharmonisan. Dan silent treatment ini, bisa membuat perempuan merasa hubungannya sedang terancam.
Bagaimana cara agar tak mendapat silent treatment?
Daripada memilih untuk diam, lebih baik cobalah untuk berkomunikasi secara terbuka dengan pasangan. Seperti yang dikatakan Anne Fishel di atas, silent treatment bisa dilakukan siapa saja. Dan, mungkin saja pasangan melakukan hal tersebut tanpa bermaksud menyakiti.
Baca Juga: Perjuangan Melawan KDRT dan Memutus Trauma dalam Film It Ends With Us
Ibaratnya, pasangan mungkin berpikir bahwa silent treatment merupakan salah satu bahasa cinta, di mana dengan diamnya itu, bisa membuat pasangannya lebih bebas dan bahagia. Padahal, justru sebaliknya, kan?