Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Pada Senin (22/6) dini hari, sekira pukul 03.00 WIB, personel polisi dari Polres Simalungun menangkap Thomson Ambarita yang masih terlelap di rumahnya.
Rupanya, selain menangkap Thomson Ambarita, polisi juga menangkap Jonny Ambarita, Giovani Ambarita, Parando Tamba, dan Dosmar Ambarita.
Kepada Dewiku, istri Thomson Ambarita yaitu Mersi Silalahi mengatakan bahwa seminggu sebelum suaminya ditangkap, hampir setiap hari ada aparat yang datang mengintai ke kampung mereka.
Baca Juga
-
Panduan Lengkap! Cara Memilih Skincare yang Aman untuk Kulit Sehat
-
Kembangkan Kreativitas dan Berpikir Logis, Ini Manfaat Anak Ikut Kelas Pemrograman
-
Punya Bentuk Imut, Aeris Beaute Rilis Koleksi Brush yang Travel Friendly
-
Perempuan Pelaku Kejahatan Lebih Menyita Perhatian, Bukti Nyata Sindrom 'Blame the Woman'?
-
Bisa Ditiru, Ini Tips Bonding Sehat Nikita Willy dengan Issa Xander Djokosoetono
-
International Womens Peace Conference 2024: Perdamaian yang Berkelanjutan, Mengapa Perempuan Harus Terlibat?
"Suami saya sudah dua kali dipenjara. Di tahun 2019 dapat vonis 9 bulan penjara. Sekarang masih tahanan Polres belum ke Kejaksaan. Mudah-mudahan polisi membebaskan mereka," ucapnya saat ditemui Dewiku di Media Center PGI, Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (11/9) lalu.
Konflik antara PT. Toba Pulp Lestari atau TPL dengan masyarakat adat di Simalungun sendiri berawal dari klaim sepihak pemerintah terhadap tanah adat Ompu Mamontang Laut Ambarita dan Ompu Umbak Siallagan tanpa persetujuan dari dua komunitas adat tersebut.
Akibatnya, akses masyarakat adat terhadap tanah mereka menjadi hilang. Belum lagi dampak aktivitas perusahaan yang mengakibatkan kerusakan masif di atas wilayah adat mereka.
Tak hanya mengambil alih tanah adat dan merusak lingkungan, konflik tersebut rupanya menyisakan trauma tersendiri bagi kelompok perempuan dan anak di sana.
Pernah kata Mersi, para perempuan di desanya yaitu di desa Sihaporas, harus bertahan hidup dan melindungi satu sama lain tanpa kehadiran lelaki dewasa.
Selama satu bulan penuh di tahun 2019, para perempuan terpaksa menjadi tameng terakhir untuk menjaga kampung mereka.
"(Kondisi) itu ada sekitar satu bulan. Baru setelah kita ada jumpa ibaratnya dari kepolisian, mereka (laki-laki) pelan-pelan balik lagi ke kampung," tambah ibu lima anak itu.
Dan setiap konflik memanas, Mersi menyebut orang-orang di desanya akan saling jaga selama 24 jam penuh lantaran adanya perasaan diintai.
"Yang jelas siang malam ada drone datang. Makanya kita sekarang itu harus berjaga 24 jam karena kita merasa diintai."
Bukan hanya teror drone, kedatangan aparat menenteng laras panjang juga jadi pemandangan biasa.
"Memang tidak ngomong sih, tapi kami merasa terintimidasi dan terancam di wilayah kita sendiri karena kita beranggapan akan terjadi penculikan seperti yang dialami kawan kita," katanya.
Tidak hanya itu, tempat sakral untuk melakukan ritual adat serta hutan yang menjadi sumber obat-obatan masyarakat juga telah berganti menjadi tanaman ekaliptus milik PT. Toba Pulp Lestari.
Di tahun 2024 ini, Mersi mengatakan bahwa hutan di sekitar dua mata air di Sihaporas sudah tidak ada. Karena tidak ada hutan, maka aliran air ke Danau Toba itu pun sudah tak ada.
"Makanya sekarang itu debit dari air Danau Toba itu tidak bagus. Dan daripada TPL kami akui, limbahnya akan mengalir ke Danau Toba juga," pungkas Mersi Silalahi.
Terkini
- Takut Ketinggalan Momen? Begini Cara Mengelola FOMO dengan Sehat!
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?
- Tantangan dan Realitas Jurnalis Perempuan di Indonesia: Menyingkap Kesenjangan di Ruang Redaksi
- Memahami dan Merawat Inner Child: Kunci untuk Menyembuhkan Luka yang Tak Terlihat