Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Nama atlet renang, Alice Dearing, sedang menjadi bahan perbincangan lantaran tidak dibolehkan memakai topi renang khusus saat bertanding di Olimpiade Tokyo 2020. Lho, kenapa?
Sebagai wanita keturunan Ghana, Alice Dearing dikaruniai rambut afro yang tebal. Sehingga topi renang biasa mungkin akan sulit menutupi semua rambutnya ketika bertanding.
Oleh karena itu Alice akan mengenakan topi renang khusus rambut afro. Topi tersebut dirancang dengan bagian belakang lebih besar untuk menyesuaikan volume rambut afro.
Melansir US News, salah satu merek topi renang khusus rambut afro yang mengajukan diri agar produknya dipakai di Olimpiade Tokyo 2020 adalah Soul Cap.
Baca Juga
-
Belanja di Turki, Nikita Mirzani Bikin Syok Pakai Kemeja Putih Belasan Juta
-
Dedikasi Tinggi, Viral Pengantin Wanita Langsung Ujian Online setelah Akad
-
Keseringan Dapat Pujian dan Hadiah dari Pasangan? Waspadai Bom Cinta
-
Tasya Farasya Uji Coba Jedai Viral, Tetap Kokoh meski Dilindas Mobil
-
Biasanya Branded dan Mahal, Syahrini Bikin Kaget Pakai Topi Rp300 Ribuan
-
Dampak Pandemi, 1 dari 4 Orang Tak Merasakan Pelukan Lebih dari Setahun
Merek asal Inggris ini juga menggandeng Alice sebagai brand ambassador. Namun Federasi Renang Internasional (FINA) menolak pengajuan Soul Cap.
Alasannya karena belum pernah ada atlet yang menggunakan topi renang dengan ukuran dan konfigurasi seperti itu. Desain topi itu juga dirasa tak mengikuti kontur alami kepala atlet.
Selain itu, pihak FINA khawatir kalau topi renang khusus tersebut bisa berpotensi meningkatkan kecepatan atlet dengan mendistraksi aliran air kolam.
Larangan ini kemudian menuai kontroversi di media sosial dan kalangan perenang kulit hitam. Mereka menganggap hal ini lebih dari sekadar larangan topi renang, tapi juga isu rasialisme.
Profesor studi komunikasi di Vanderbilt University, Claire Sisco King, menyebutkan bahwa selama ini atlet renang kulit putih masih mendominasi.
"Dominasi atlet kulit putih dalam renang adalah contoh kunci dari perbedaan rasial dalam olahraga yang dapat dikaitkan dengan sejarah rasisme institusional," kata Claire Sisco King melansir US News, Senin (2/8/2021).
Pendapat hampir serupa juga disampaikan oleh co-founder Black Swimming Association, Danielle Obe. Dia menemukan bahwa 95 persen orang dewasa kulit hitam di London tidak berenang.
"Kami pikir satu-satunya cara untuk mendapatkan lebih banyak Alice Dearing di kolam renang, dengan Alice menjadi berkulit hitam dan berada di antara 5 persen (orang kulit putih) di sana. Kami harus mengurangi 95 persen yang tidak berenang," jelas Danielle Obe.
Terkait dengan pertandingan 5 Agustus mendatang, Obe menduga Alice akan mengepang rambut afronya agar muat di dalam topi renang biasa yang setujui oleh FINA.
Alice sendiri belum membuat pernyataan tentang kontoversi ini. Namun atlet renang wanita kulit hitam pertama di tim Olimpiade Inggris ini sempat menyinggungnya dalam wawancara tahun 2019 lalu.
"Saya ingat betul ada perempuan berkulit hitam yang bilang saat latihan bahwa rambut penyebab perempuan kulit hitam tidak mau menjadi atlet renang. Waktu itu saya baru berusia 12-13 tahun dan sekarang saya baru memahaminya," ujar Alice Dearing saat itu dilansir BBC.
Terkini
- Fenomana Glass Ceiling: Mengapa Perempuan Sulit Jadi Pemimpin di Dunia Kerja?
- Takut Ketinggalan Momen? Begini Cara Mengelola FOMO dengan Sehat!
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?
- Tantangan dan Realitas Jurnalis Perempuan di Indonesia: Menyingkap Kesenjangan di Ruang Redaksi