Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Kain batik kerap dianggap sebagai koleksi alih-alih item fesyen. hal itu terjadi lantaran bentuknya yang masih menjadi kain, dan cara menggunakannya yang dianggap ribet serta terbatas.
Akibatnya, tak sedikit pula yang memilih memotong kain tersebut untuk kemudian dijadikan kemeja.
Pemerhati batik Dave Tjoa berpendapat, keputusan itu bisa ditentukan dengan melihat bentuk dari kain batik tersebut.
Baca Juga
-
MFWS 2024 Luncurkan Komunitas Pengusaha Perempuan Internasional di Malaysia: Kembangkan Bisnis dengan Kolaborasi!
-
Cegah Sembelit Usai Dinner Romantis di Perayaan Valentine, Coba Lakukan Ini!
-
Tata Cara Nyoblos Pemilu 2024, Datang ke TPS Harus Bawa Apa Saja?
-
Cara Mengecek Lokasi TPS Pemilu 2024, Nyoblos di Mana?
-
5 Potret Kim Soo Hyun, Inspirasi Outfit Sporty untuk Olahraga
-
Maia Estianty Bocorkan Cara Dapat Jodoh Terbaik, Amalannya Apa Saja?
"Kita perlu lihat dulu kalau kain ini sangat langka, lebih baik jangan dipotong karena memiliki nilai investasi," saran Dave, saat berkunjung ke kantor Dewiku di Jakarta beberapa waktu lalu.
"Tapi kalau misalnya batik baru, misalnya beli batik tulis baru harganya Rp300 ribu, Rp500 ribu, itu mau dipotong silahkan. Karena memang kegunaannya untuk dibuat pakaian."
Meski usia kain batik cenderung lawas, Dave menyarankan, perlu juga memperhatikan motifnya.
Meski kain telah berusia puluhan tahun namun motifnya terbilang umum dan masih banyak dijual, menurut Dave, tak masalah bila diubah menjadi bentuk pakaian.
Akan tetapi, masih ada nilai kualitas dari kain lawas tersebut yang masih bisa diperhatikan.
"Namanya pembuatan tahun dulu dan tahun sekarang otomatis sudah tidak bisa didapatkan. Dari segi kehalusan sudah beda, walaupun batik motif umum," ujarnya.
Kain batik asli, dalam artian dibuat menggunakan canting, cairan malam, dan dengan proses manual menggunaan tangan manusia, prosesnya memang tidak pernah berubah sejak zaman dulu hingga sekarang.
Konsistensi proses itu lah, kata Dave, yang menjadi nilai serta kualitas dari batik.
Dia menegaskan kalau suatu kain hanya bisa disebut sebagai batik bila proses pembuatannya menggunakan cantik dan cairan malam.
Pembuatan batik yang diakui secara global juga hanya ada batik tulis, batik cap, dan batik cap tulis. Di luar dari itu dia menegaskan tidak bisa disebut batik.
"Batik itu dikenal dengan prosesnya kalau salah satu proses tidak ada belum tentu itu artinya batik," ujarnya.
Selama ratusan tahun lalu hingga era sekarang, Dave menyebut, kalau yang berkembang dari batik sebenarnya hanya motifnya saja. Sementara proses pembuatannya masih sama sejak dulu.
"Karena saya membatik juga jadi saya mengerti proses batik itu, dari dulu sampai sekarang prosesnya sama."
"Maka kita mempertahankan terus sampai ke anak cucu lagi ke depan supaya budaya batik ini nggak punah. Setelah sekian ratus tahun terjaga jangan sampai sekian ratus tahun ke depan hilang," kata Dave.
(Lilis Varwati)
Terkini
- Lebih dari Sekadar Musik, Ada Pesan Pemberdayaan Perempuan dari JENNIE Lewat Album Ruby
- Cyberstalking Merusak Mental dan Fisik: Bagaimana Perempuan Bisa Melindungi Diri Mereka?
- Rahasia Tangguh: Kuasai Self-Compassion untuk Kesehatan Mental
- Zombieing: Ketika Mantan Datang Tanpa Diundang, Lebih Seram dari Ghosting!
- Rebound Relationship: Ketika Mantan Jadi Bayang-Bayang Pacar Baru
- Stop Self-Talk Negatif! Ini Cara Membangun Self-Respect di Era Digital
- Merasa Kecil di Dunia yang Besar: Menggali Akar Inferiority Complex
- Resah Driver Ojol Perempuan: Ada Ketidakadilan Mengintai di Setiap Kilometer
- Fake It Till You Make It: Boleh Dicoba, Asal Jangan Kebablasan, Girls!
- Fatphobia Bukan Sekadar Masalah Berat Badan, Tapi Diskriminasi!