Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Kasus penipuan berupa love scamming masih marak terjadi di Indonesia. Apa yang membuat seseorang rentan menjadi korban?
Founder Komunitas RSC/WSC, Fenny Down, mengungkapkan bahwa setidaknya sudah ada 56 kasus love scamming yang terjadi pada Januari-Juli 2024. Komunitas yang berkomitmen memberi pendampingan dan dukungan bagi para korban love scamming ini juga mencatat kerugian finansial senilai total lebih dari Rp3,8 miliar.
Perempuan yang akrab disapa Bunda Fey ini mengatakan bahwa love scamming adalah penipuan berkedok asmara yang bisa dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang alias sindikat. Ironisnya, korban love scamming kebanyakan perempuan dari berbagai kalangan usia dan latar belakang pendidikan.
Baca Juga
Menurut Bunda Fey, ada dua faktor utama yang membuat seseorang rawan menjadi korban love scamming, yakni rendahnya literasi digital dan efek kesepian.
Di era digital ini, rupanya masih banyak orang yang belum paham cara menggunakan media sosial maupun aplikasi kencan dengan baik dan benar. Mereka juga belum melek soal kejahatan digital seperti love scamming.
Faktor kesepian pun bisa meningkatkan kerentanan terhadap love scamming. Beberapa penyebab kesepian, lanjut Bunda Fey, termasuk pasangan meninggal atau bercerai hingga sakit hati karena dikhianati pasangan.
"Sindikat paling sadis adalah sindikat love scam. Karena kalau mereka [korban] tidak punya uang, disuruh cari pinjaman, misal ke pinjol,” ungkap Bunda Fey.
Lalu, bagaimana cara menghindari love scamming? Bunda Fey memaparkan beberapa hal yang harus diperhatikan, terutama saat mencari jodoh di ruang digital.
Pertama, selalu hati-hati dan teliti saat berkenalan dengan siapa pun di aplikasi kencan atau media sosial. Minimal, cek keaslian akun bersangkutan, begitu pula dengan berbagai konten dan informasi yang disajikan, termasuk foto, video, klaim tempat bekerja, dan lainnya.
Selain itu, waspadai love bombing. Menurut Bunda Fey, pelaku umumnya berupaya memanipulasi korban secara emosional dengan love bombing. Korban dihujani kata-kata cinta dan perhatian berlebihan sehingga merasa dicintai. Pelaku juga sering melontarkan cerita sedih untuk menarik simpati.
"Jangan juga gampang percaya apa pun pengakuannya. Jangan lupa cek pertemanannya di media sosial. Jangan terburu-buru mengambil keputusan saat diajak serius," ujar Bunda Fey.
Perempuan yang telah lebih dari 20 tahun mendampingi para korban love scamming ini juga menegaskan, "Jangan pernah memberikan apa pun dengan alasan apa pun. Titik. Belum tentu bertemu, apalagi nikah. Apa sampai berkorban segitunya?"
"Jangan pernah berkorban atas nama cinta apabila yang kalian korbankan adalah harga diri, data diri, dan materi," tandasnya.
Terkini
- Lebih dari Sekadar Musik, Ada Pesan Pemberdayaan Perempuan dari JENNIE Lewat Album Ruby
- Cyberstalking Merusak Mental dan Fisik: Bagaimana Perempuan Bisa Melindungi Diri Mereka?
- Rahasia Tangguh: Kuasai Self-Compassion untuk Kesehatan Mental
- Zombieing: Ketika Mantan Datang Tanpa Diundang, Lebih Seram dari Ghosting!
- Rebound Relationship: Ketika Mantan Jadi Bayang-Bayang Pacar Baru
- Stop Self-Talk Negatif! Ini Cara Membangun Self-Respect di Era Digital
- Merasa Kecil di Dunia yang Besar: Menggali Akar Inferiority Complex
- Resah Driver Ojol Perempuan: Ada Ketidakadilan Mengintai di Setiap Kilometer
- Fake It Till You Make It: Boleh Dicoba, Asal Jangan Kebablasan, Girls!
- Fatphobia Bukan Sekadar Masalah Berat Badan, Tapi Diskriminasi!