Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Love scamming termasuk kejahatan yang semakin marak di masa pandemi hingga kini. Para korban bukan hanya mengalami kerugian materi, tetapi juga terluka secara psikologis.
Beberapa waktu lalu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPPTK) turut menyorot fakta mencengangkan terkait love scamming.
"Waspada love scam masih marak terjadi. Tidak tanggung-tanggung, kerugian yang diderita para korban bisa mencapai miliaran rupiah," cuit akun resmi PPPTK di platform pada Maret 2024.
Kasus umumnya berawal dari perkenalan pelaku dan korban di layanan jejaring sosial. Dalam waktu singkat, perkenalan tersebut berlanjut dengan hubungan asmara. Bujuk rayu pelaku membuat korban teperdaya dan bersedia memenuhi apa pun yang diminta oleh pelaku.
Baca Juga
Korban love scamming yang bisa mengalami kerugian hingga miliaran rupiah nyatanya benar-benar ada.
Komunitas Relawan Siaga Cerdas – Waspada Scammer Cinta (RSC/WSC) mengungkapkan bahwa setidaknya sudah ada 56 kasus love scamming yang terjadi pada Januari-Juli 2024. Komunitas yang berkomitmen memberikan pendampingan dan dukungan bagi para korban love scamming ini juga mencatat kerugian finansial senilai total lebih dari Rp3,8 miliar.
Founder Komunitas RSC/WSC, Fenny Down, mengatakan bahwa love scamming adalah penipuan berkedok asmara yang dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang alias sindikat. Ironisnya, korban love scamming kebanyakan perempuan.
"Sindikat ini bukan hanya menguras harta, tapi menghancurkan mental, menghancurkan hati, mempermalukan keluarga, dan mempermalukan korban-korbannya," ujar Fenny Down kepada Dewiku.com, Selasa (13/8/2024).
Perempuan yang akrab disapa Bunda Fey ini memaparkan, para pelaku mencari target di dunia maya melalui media sosial hingga aplikasi kencan. Bahkan, aplikasi ta'aruf dan jaringan profesional seperti LinkedIn sudah dijangkau pelaku.
"Kebanyakan mereka itu bersembunyi di balik foto-foto curian, identitas semua palsu, tapi ada juga pelaku asli. Pelaku asli berani bertemu, setelah menguras korbannya, dia menghilang," ucapnya.
Bunda Fey membagikan sejumlah tips untuk menghindari love scamming. Apa saja yang harus diperhatikan saat mencari jodoh di ruang digital?
1. Selalu Hati-Hati dan Teliti
Saat berkenalan dengan siapa pun di aplikasi kencan atau media sosial, sangat penting untuk mengecek keaslian akun bersangkutan. Jika orang tersebut mengaku polisi, Bunda Fey menyarankan untuk cek tempat dinasnya, misal via telepon.
Jika mendapat kiriman foto, cek keasliannya dan pastikan itu bukan potret curian. Manfaatkan Google Lens dan beragam alternatifnya, mulai dari Reverse Image, RevEye, maupun berbagai aplikasi seperti CamFind hingga Image Search PictPicks.
2. Waspadai Love Bombing
Pelaku umumnya berupaya memanipulasi korban secara emosional dengan love bombing. Korban dihujani kata-kata cinta dan perhatian berlebihan sehingga merasa dicintai. Pelaku juga sering melontarkan cerita sedih untuk menarik simpati.
"Aku ini baru menemukan perempuan sebaik kamu, selama ini aku selalu dikhianati, perempuan-perempuan yang pernah deket sama aku itu semua nggak ada yang bener," tutur Bunda Fey, meniru apa yang biasa diungkapkan pelaku love scamming.
3. Jangan Mudah Percaya
"Jangan juga gampang percaya apa pun pengakuannya. Jangan lupa cek pertemanannya di media sosial. Jangan terburu-buru mengambil keputusan saat diajak serius," tegas Bunda Fey.
4. Jika Sepakat Bertemu, Jangan Datang Sendiri
Jangankan bertemu, pelaku love scamming umumnya bahkan menolak untuk melakukan panggilan telepon, apalagi video call. Padahal jika memang serius, komunikasi dua arah adalah hal yang sangat penting.
"Kalau sudah siap bertemu, jangan datang sendiri. Karena ada kejadian korban diperkosa saat bertemu pertama kali," imbuhnya.
5. Selalu Berdoa
"Jangan lupa, selalu berdoa, minta Allah pertemukan dengan jodoh yang tepat," ujar Bunda Fey.
Perempuan yang sudah lebih dari 20 tahun mendampingi para korban love scamming ini juga berpesan, "Jangan pernah berkorban atas nama cinta apabila yang kalian korbankan adalah harga diri, data diri, dan materi."
Soal pendampingan korban love scamming, Nurlaila Indriani selaku Divisi Hukum Komunitas RSC/WSC mengaku siap mendampingi mereka yang memutuskan untuk lapor polisi.
Pelaku love scamming biasanya dikenakan pasal Pasal 378 jo Pasal 492 KUHP tentang penipuan atau Pasal 28 ayat (1) UU ITE tentang penipuan online. Namun, bisa juga dijerat pasal terkait tindak pidana pemerasan hingga pencucian uang, tergantung modusnya.
"Semakin banyak orang yang melapor, semakin banyak orang yang bersuara, maka pihak berwajib akan semakin aware bahwa kejahatan ini meresahkan dan semakin besar," ucap sang pengacara.
Sementara itu, menurut Syamsul Tarigan, Senior Technical Advisor cum Programme Manager dari UNDP Indonesia, ada beberapa pekerjaan yang perlu diselesaikan untuk menangani KBGO.
Syamsul menambahkan, "Untuk mendukung para penyintas KBGO dan memerangi tindak kekerasan ini, edukasi dan perubahan perilaku masyarakat untuk memahami isu, salah satunya dengan edukasi literasi digital dan keamanan tingkat dasar ketika menggunakan platform daring akan sangat dibutuhkan. Dari sisi regulasi, misalnya dari penegak hukum, perlu adanya patroli siber yang lebih aktif. Selain itu, ada kebutuhan mendesak untuk mengembangkan peraturan perundang-undangan yang lebih spesifik untuk pemenuhan unsur pidana KBG dalam berbagai bentuk KBGO seperti love scamming, lengkap dengan sanksi berat dan pemenuhan alat bukti yang relevan."
*Artikel ini diproduksi sebagai bagian dari proyek Women Media Collabs didukung oleh UNDP Indonesia
Terkini
- Lebih dari Sekadar Musik, Ada Pesan Pemberdayaan Perempuan dari JENNIE Lewat Album Ruby
- Cyberstalking Merusak Mental dan Fisik: Bagaimana Perempuan Bisa Melindungi Diri Mereka?
- Rahasia Tangguh: Kuasai Self-Compassion untuk Kesehatan Mental
- Zombieing: Ketika Mantan Datang Tanpa Diundang, Lebih Seram dari Ghosting!
- Rebound Relationship: Ketika Mantan Jadi Bayang-Bayang Pacar Baru
- Stop Self-Talk Negatif! Ini Cara Membangun Self-Respect di Era Digital
- Merasa Kecil di Dunia yang Besar: Menggali Akar Inferiority Complex
- Resah Driver Ojol Perempuan: Ada Ketidakadilan Mengintai di Setiap Kilometer
- Fake It Till You Make It: Boleh Dicoba, Asal Jangan Kebablasan, Girls!
- Fatphobia Bukan Sekadar Masalah Berat Badan, Tapi Diskriminasi!