Dewiku.com - Baru-baru ini, sekelompok perwira polisi dan aktivis sosial berhasil menghentikan pernikahan anak yang terjadi di Butterworth, Penang, Malaysia.
Melansir dari The Sun Daily, melaporkan bahwa pernikahan paksa itu bakal dilakukan gadis berusia 11 tahun dan seorang pria berusia 21 tahun yang berasal dari komunitas Rohingya.
Sekitar jam 5 sore, K Sudhagaran Stanley diberitahu tentang pernikahan itu dan dia memberi tahu seorang wartawan senior dari The Sun Daily.
Sudhagaran sendiri adalah salah satu pendiri sekolah swasta untuk komunitas Rohingya di Prai. Pria itu juga koordinator wilayah utara untuk Pusat Pemberantasan Korupsi dan Kronisme.
Jadi, keduanya pergi ke markas polisi Seberang Perai Utara dan mengajukan laporan menentang pernikahan itu. Setelah itu, polisi dengan cepat menugaskan petugas kasus dari departemen investigasi kriminal untuk menangani kasus tersebut.
Petugas segera menghubungi otoritas agama untuk ikut campur dan sebuah mobil patroli juga dikirim ke alamat di Prai. Sudhagaran juga ada di sana untuk membantu penyelidikan.
Sangat mengejutkan mereka, ada pesta pernikahan yang terjadi ketika tim tiba di tempat itu. Menurut orang-orang di pesta itu dan ayah pengantin wanita, pernikahan itu seharusnya terjadi pada 7 Februari 2019.
Undangan pernikahan juga telah didistribusikan dan pesta diadakan untuk merayakan acara tersebut. Ayah dari pengantin wanita mengatakan bahwa mereka memilih untuk menikahkannya karena kendala keuangan.
"Itu ada dalam budaya kami dan menantu masa depan saya telah berjanji untuk menjadi suami yang berbakti kepada putri saya," ujar ayah tersebut.
Dalam upaya untuk membenarkan pernikahan itu, seorang sesepuh komunitas Rohingya, Hussain Ismail, membagikan bahwa tidak ada banyak wanita di komunitas mereka sehingga masuk akal jika pria mereka memilih pengantin anak.
Baca Juga
Namun, Sudhagaran menjelaskan kepada para pengungsi bahwa hukum perdata tidak mengizinkan pernikahan anak dan pemerintah Malaysia menemukan cara untuk melarang pernikahan anak.
"Ini mungkin praktik dan diterima secara budaya tetapi secara moral salah di zaman modern ini. Dan Anda harus menghormati adat istiadat Malaysia karena Anda tinggal di Malaysia di mana tindakan seperti itu dianggap dengan penghinaan," bantah Sudhagaran.
Dengan demikian, untuk memastikan bahwa anak berusia 11 tahun tidak menemukan dirinya dalam situasi yang sama lagi, Sudhagaran menawarkan untuk membantu keluarga dengan masalah keuangan mereka.
Dia juga menuntut agar gadis muda itu harus diizinkan melanjutkan sekolah dan pernikahannya harus ditunda sampai dia berusia 18 tahun. Awalnya, sang ayah tidak setuju dengan Sudhagran tetapi setelah tiga jam berdiskusi, dia akhirnya berubah pikiran. Akhir yang melegakan!
Tag
Terkini
- Kulit Mulus Tanpa Drama: Tren Regenerative Therapy yang Sedang Naik Daun
- Gerbong Khusus Perempuan di KRL: Solusi Aman di Perjalanan Atau Cuma Bikin Ribut?
- Clean Beauty Baru yang Siap Rebut Hati Pecinta Skincare Indonesia
- Gowes Bukan Sekadar Gaya: Perempuan Bersatu Lawan Kekerasan Digital Biar #SamaSamaAman
- Memilih Susu Pertumbuhan Anak: Tips untuk Orang Tua Masa Kini
- Kenapa Cewek Suka Mengingat-Ingat Kesalahan Pasangan? Ini Penjelasannya
- The Club Series: Kuas MUA Sporty-Luxury yang Bikin Makeup Auto Flawless
- Quality Time Ala Keluarga Modern: Nggak Perlu Jauh, yang Penting Bermakna
- Olahraga Makin Hits, Outfit Tetap Santun: Tren Sportwear Modest yang Lagi Naik Daun
- Ketika Kehamilan Datang Tanpa Diminta: Sunyi, Stigma, dan Ruang #SamaSamaAman yang Mesti Kita Ciptakan