Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Beberapa waktu lalu, tabel usia ideal menikah sempat jadi ramai jadi perbincangan di media sosial. Indikatornya adalah usia anak pertama masuk SD sampai kuliah, bahkan hingga menikah.
Hitung-hitungan itu pun membuat banyak orang berpikir untuk sebaiknya menikah muda saja. Salah satunya agar tidak terlalu tua saat anak-anak sekolah.
Pada tabel terkait, idealnya seseorang harus sudah menikah pada usia 25-28 tahun. Artinya, 2017 adalah waktu paling ideal untuk orang-orang kelahiran 1990an ke bawah menikah.
Saat ini bahkan sedang ramai gerakan menikah muda yang mengajak anak-anak muda Indonesia melepas masa lajang di usia 20 tahunan awal. Kalau pertimbangannya berkaitan dengan agama, tentu itu berbeda. Namun, bagaimana jika yang dijadikan alasan adalah perkara ekonomi seperti tabel usia pernikahan ideal itu?
Baca Juga
Melansir dari Yukepo.com, generasi 90an tentu sudah masuk dalam usia produktif dan memasuki dunia kerja. Teknologi memainkan peran penting dalam perubahan pola kerja mereka. Hanya saja meski banyak pilihan, tekanan yang ditimbulkan juga semakin nyata.
Andai seseorang baru mulai bekerja pada usia 22 tahun, lalu karena standar usia menikah 'ideal' tadi ia mendapat tekanan untuk menikah saat berumur 25 tahun, artinya ia cuma punya waktu tiga tahun untuk mempersiapkan segalanya.
Inilah yang kemudian menyebabkan menikah muda tak lagi relevan untuk orang-orang kelahiran 1990an ke bawah. Menikah tentu membutuhkan banyak modal, apalagi kalau mengikuti tren pernikahan instagrammable.
Masih mengutip Yukepo.com, inilah beberapa hal yang menyebabkan menikah muda sudah tak relevan lagi untuk generasi 90an.
1. Dilihat dari sisi ekonomi, waktu dari mulai bekerja sampai usia 25 tahun belum cukup untuk mengumpulkan biaya pernikahan yang umumnya tidak murah.
2. Bukan cuma biaya pernikahan yang dibutuhkan. Setelah menikah, biaya lainnya segera menyusul, seperti kebutuhan tempat tinggal hingga biaya membesarkan anak.
3. Dengan semakin terbukanya kesempatan untuk melakukan banyak hal, menikah bukan lagi sesuatu yang harus dikejar. Ada banyak pilihan hidup lain yang lebih menyenangkan, contohnya studi lanjut S2 atau S3 ke luar negeri, memperdalam kemampuan di bidang yang disukai, membuat proyek yang berguna untuk lingkungan, dan lain-lain.
4. Pada usia 25-28 tahun, tak banyak orang yang kariernya sudah mapan. Jika dalam waktu-waktu itu memutuskan untuk menikah, kesempatan untuk meniti tangga karir sampai puncak malah bisa saja terputus.
5. Salah satu faktor terbesar penyebab perceraian adalah masalah ekonomi. Dengan memahami hal ini, orang usia 25 tahun ke atas yang belum mapan perlu berpikir ulang tentang keputusan menikah.
6. Tuntutan pekerjaan berlebih bikin seseorang tidak punya waktu untuk berinteraksi dengan orang-orang baru. Gimana mau nikah? Pacar saja tidak ada, mau cari juga tak sempat.
7. Banyak yang bilang menikah itu membuka pintu rezeki. Nyatanya, tak semua berjalan semanis itu setelah menikah. Kebutuhan semakin banyak, kerjaan dan penghasilan tak berkembang. Lalu, siapa yang mau tanggung jawab?
Walau begitu, tentu saja setiap orang boleh berbeda pendapat soal menikah muda. Namun, memang banyak hal yang mesti dipertimbangkan. Iya, kan?
Terkini
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?
- Tantangan dan Realitas Jurnalis Perempuan di Indonesia: Menyingkap Kesenjangan di Ruang Redaksi
- Memahami dan Merawat Inner Child: Kunci untuk Menyembuhkan Luka yang Tak Terlihat
- Working Holiday Visa Australia: Tiket Emas untuk Kerja dan Hidup di Luar Negeri