Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Hobi setiap orang memang bisa saja berbeda-beda. Seorang wanita berusia 55 tahun bahkan mengaku gemar mendatangani pemakaman orang asing yang tidak punya hubungan apa pun dengannya.
Dilansir dari The Sun, wanita bernama Jeane Trend-Hill ini disebut sudah datang ke ratusan pemakaman orang asing. Dalam 10 tahun terakhirt, dia telah mengunjungi 150 tempat. Mayoritas adalah pemakaman mereka yang tidak punya teman atau keluarga.
"Aku selalu tertarik dengan kematian, dan dalam 10 tahun terakhir, aku sudah ke pemakaman 150 orang asing," ungkap wanita 55 tahun ini.
Ketertarikan unik Jeane dimulai saat dirinya berumur 14 tahun. Kala itu, ayahnya meninggal karena penyakit paru-paru. Demi membantu ibunya yang tengah berduka, Jeane ikut menyiapkan pemakaman.
Baca Juga
-
Tips biar Lebih Bahagia, Ini 4 Cara Mengatasi Mati Rasa
-
Rekomendasi 3 Model Jaket Parka, Tetap Bergaya saat Musim Hujan Tiba
-
Ramalan Zodiak 7 Desember 2021: Taurus dan Libra Lagi Semangat Banget
-
Kalina Oktarani Curhat Punya Muka Jutek, Ternyata Ada Penjelasan Ilmiahnya
-
Curhat Kalina Oktarani Sering Dianggap Jutek, Padahal Gara-gara Hal Ini
Seniman dan fotografer asal London ini bahkan mengaku jadi sempat berpikir untuk bekerja sebagai pengurus pemakaman.
Dua tahun kemudian, ternyata ibu Jeane juga meninggal karena kanker. Lagi-lagi, Jeane menyibukkan diri dengan mengurus pemakaman orangtuanya.
Seiring berjalan waktu, Jeane lalu kerap diminta kerabat untuk mengurus persiapan pemakaman. Ia pun jadi merasa semakin nyaman berada di kuburan dan krematorium.
Uniknya, Jeane ternyata juga banyak membuat sketsa gambar hingga mengambil foto saat dirinya ada di kuburan.
"Aku merasa dekat dengan orangtuaku di sana. Aku berkeliling melihat makam, membayangkan orang-orang itu dulu. Aku lumayan spiritual, dan aku ingin percaya ada sesuatu di luar sana setelah kita meninggal," tuturnya.
Barulah di tahun 2009, seorang staf pemakaman memberitahu Jeane bahwa ada seseorang yang meninggal tapi tidak satu pun orang hadir ke pemakamannya. Jeane lalu ditanya apakah dirinya bersedia hadir.
"Itu terasa aneh, tapi aku bilang 'ya' karena hatiku sakit membayangkan orang itu tak memiliki siapa-siapa saat pemakamannya."
Sejak itu, Jeane mulai sering diminta pegawai pemakaman untuk menghadiri acara pemakaman orang asing.
"Jika orang yang meninggal tak punya keluarga, aku akan duduk di depan. Namun kalau ada beberapa orang yang hadir, aku duduk di belakang," terangnya.
Dalam sebulan, Jeane bisa mengunjungi 3-4 pemakaman. Dia akan hadir menggunakan gaun Victoria warna hitam yang khusus digunakan untuk suasana berduka.
Saking seringnya menghadiri pemakaman, Jeane mendapat julukan rent-a-mourner atau seseorang yang bisa disewa untuk berduka di pemakaman orang lain.
Lalu, apakah dia sudah memikirkan bakal seperti apa pemakamannya sendiri nanti? Soal itu, Jeane rupanya telah merencanakan pemakamannya sendiri dan tidak takut untuk meninggal.
Dia bilang, "Untuk pemakamanku sendiri, aku ingin dibawa kereta kuda dan dikremasikan sehingga abuku dapat bersama orangtuaku."
"Aku tidak takut meninggal, itu bagian dari siklus kehidupan dan kita tak dapat menghindarinya. Sementara waktu, aku akan meneruskan apa yang mampu kulakukan untuk mengirim kepergian orang asing," lanjutnya.
Terkini
- Tagar #KaburAjaDulu, Ketika Anak Muda Angkat Tangan pada Realita
- Fenomana Glass Ceiling: Mengapa Perempuan Sulit Jadi Pemimpin di Dunia Kerja?
- Takut Ketinggalan Momen? Begini Cara Mengelola FOMO dengan Sehat!
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?