Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Kisah Dokter Qory Ulfiyah yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh suaminya, Willy Sulistio, mencuri perhatian publik. Belakangan, terungkap pula bahwa sang dokter sudah bertahun-tahun menjadi korban KDRT, baik itu verbal maupun fisik.
Mengapa korban KDRT sulit melepaskan diri dari jerat pelaku? Psikolog Klinis Personal Growth, Rachel Poniman, mengatakan bahwa fase bulan madu sering membuat korban KDRT merasa masih ada harapan pasangannya bisa berubah.
"Masa-masa ini, korban merasa pasangan sudah berubah. Lalu, merasa pasangannya udah sebulan nggak marah-marah. Tapi dari sana pelaku bisa kembali lagi ke siklus awal terjadi ketegangan, lalu bisa terjadi kekerasan yang lebih parah dari sebelumnya, lalu kembali minta maaf dan berdamai," papar Rachel, dikutip dari Suara.com.
Pada fase bulan madu terjadi saat pelaku meminta maaf dengan segala cara. Setelah dimaafkan, pelaku bakal memberikan hadiah, menghujani korban dengan kata kasih sayang, lebih perhatian, dan sikap manis lainnya.
Baca Juga
-
7 Cara Mengatasi Sakit Hati Cinta Ditolak, Jangan Nekat Aneh-Aneh!
-
8 Arti Mimpi Nonton Konser, Mewakili Energi Positif dan Kebahagiaan
-
Arti Break dalam Hubungan Asmara, Jangan Disamakan dengan Putus Cinta
-
Hubungan Asmara Belum Dapat Restu Orangtua? Lakukan 8 Langkah Ini
-
Pasanganmu Pelaku Gaslighting? Simak 4 Cara Lepas dari Hubungan Asmara Tidak Sehat
"Siklus masa bulan madu itu, seperti korban ada harapan, orang (pasangannya) ini bisa berubah. Merasa korban bisa mengubah orang ini, lalu denial dan ragu orang ini nggak melulu jahat kok," tuturnya.
Selain fase bulan madu, ada juga faktor lain yang membuat korban sulit membebaskan diri dari pelaku KDRT.
"Finansial, keluarga sudah menikah, ada anak-anak, status soal yang jadi alasan korban tidak langsung keluar relationship abusive seperti KDRT. Makanya sebelum lepas, korban atau support system harus menyiapkan rencana keamanan alias safety plan," terangnya.
Lebih lanjut, setidaknya ada empat fase siklus KDRT yang wajib dipahami. Berikutnya rinciannya:
1. Ketegangan (Buildup of Tension)
Mulanya, terjadi ketegangan dan stres di dalam hubungan. Komunikasi dengan pasangan mungkin memburuk dan muncul perasaan marah atau frustrasi. Situasi ini mungkin membuat korban merasa takut atau cemas.
2. Kejadian Kekerasan (Explosion of Violence)
Ketegangan yang terakumulasi mencapai puncaknya dan kekerasan pun terjadi. Bentuknya bisa mencakup tindakan fisik, verbal, atau emosional. Pelaku mungkin melampiaskan emosi dengan cara yang merugikan atau menyakiti pasangan atau anggota keluarga lain.
3. Menyesal dan Ingin Berdamai (Remorse or Reconciliation)
Setelah melakukan kekerasan, pelaku mungkin menunjukkan penyesalan. Pelaku mungkin akan bersikap baik dan berusaha merayu atau meminta maaf kepada korban. Pelaku juga mungkin saja menjanjikan perubahan dan berusaha agar bisa berdamai dengan korban.
4. Fase Calm Tenang dan Bulan Madu
Setelah minta maaf dan berdamai, hubungan mungkin menjadi tenang untuk sementara waktu. Semuanya mungkin tampak normal dan tak ada kekerasan. Namun, sering kali ini hanya jeda sebelum siklus kekerasan dimulai kembali.
Tag
Terkini
- Fawning: Jebakan Menyenangkan Orang Lain, Sampai Lupa Diri Sendiri
- Overparenting, Jebakan Pola Asuh Orang Tua Zaman Now: Bisa Hambat Kemandirian Anak?
- Sextortion dan Sexploitation: Ketika Privasi Jadi Senjata Pemerasan di Era Digital
- Wifey Material: Ketika Perempuan Dituntut Jadi 'Istri Idaman'
- Nyaman dengan Diri Sendiri Berawal dari Perawatan Tepat Area Kewanitan
- Main Character Syndrome, Ketika Perempuan Merasa Jadi Pusat Semesta
- Go & Glow Fun Run 2025: Tetap Bugar dan Glowing dengan Aktivitas Seru
- Hot Girl Walk: Ketika Perempuan Jadi Lebih Bahagia Cuma Modal Jalan Kaki
- Self Gifting: Bukan Boros, Tapi Bentuk Apresiasi pada Diri Sendiri
- Lebih dari Sekadar Musik, Ada Pesan Pemberdayaan Perempuan dari JENNIE Lewat Album Ruby