Selasa, 08 Oktober 2024 | 03:30 WIB
Spesialis gizi klinik dr. Yohan Samudra, SpGK, AIFO-K mengatakan konsumsi garam yang berlebih dapat menjadi pemicu utama timbulnya hipertensi yang berujung pada meningkatnya faktor risiko penyakit jantung.
Oleh karena itu, membatasi asupan garam dalam konsumsi pangan harian menjadi penting bagi masyarakat agar terhindar dari faktor risiko serangan jantung.
Lebih lanjut dr. Yohan menyebut berdasarkan data dari Kemenkes RI pada 2023, angka kematian akibat penyakit jantung (kardiovaskular) di Indonesia masih sangat tinggi, mencapai sekitar 650.000 penduduk per tahun.
Baca Juga: Darurat Perkawinan Anak di Irak, Bocah Perempuan 9 Tahun Terancam Dipaksa Nikah
Tingginya prevalensi penyakit kardiovaskular di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, seperti usia, genetik (riwayat keluarga), obesitas, dan penyakit metabolik (hipertensi, gula darah tinggi, kolesterol tinggi).
Oleh karena itu, sangat penting untuk membatasi asupan gula, garam, lemak (GGL), seperti yang direkomendasikan oleh Kemenkes RI. "Nah, dari faktor-faktor yang saya sebutkan, tentu saja menerapkan gaya hidup sehat menjadi cara yang paling baik untuk terhindar dari faktor risiko serangan jantung,” ujar dr. Yohan saat diwawancarai.
Gaya hidup sehat, lanjut dia, harus konsisten dilakukan, seperti olahraga secara teratur, mengonsumsi makanan sehat dengan gizi seimbang, bijak mengelola stres, tidak merokok dan minuman beralkohol, mengontrol asupan gula, garam, lemak (GGL), serta istirahat cukup.
Baca Juga: Ironi Pekerja Migran: Pahlawan Devisa yang Rentan Terjebak Lingkaran Penderitaan
"Cara-cara yang bisa kita lakukan dalam keseharian adalah dengan lebih banyak konsumsi masakan rumahan dan membatasi makanan kemasan serta makanan cepat saji, karena dalam makanan kemasan terkadang luput kita sadari terkait hidden salt di dalamnya," terangnya.
Oleh karena itu, sambung dr. Yohan, sebagai konsumen masyarakat diimbau juga harus cermat dalam melihat label informasi nilai gizi di kemasan.
"Nah, terkait dengan cara lain mengurangi asupan garam, dalam memasak menu harian kita juga bisa menggunakan penguat rasa seperti MSG, karena kandungan garam (natrium) dalam MSG hanya 1/3 dari kandungan natrium pada garam dapur biasa," jelasnya.
Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa dengan penambahan MSG pada masakan, kata dr. Yohan, dapat menurunkan asupan garam hingga lebih dari 30%, namun kelezatan masakan tetap terjaga.
Mengurangi garam dan menambahkan sedikit MSG dalam konsumsi menu harian, sehingga makanan tetap lezat merupakan salah satu cara bijak untuk menurunkan risiko hipertensi. Konsep Bijak Garam yang diusung oleh Ajinomoto Health Provider inilah yang gencar dikampanyekan untuk mendorong penerapan gaya hidup sehat masyarakat Indonesia dan membantu memperpanjang harapan hidup sehat.
“Kampanye Bijak Garam ini merupakan salah satu wujud edukasi masyarakat tentang pentingnya diet rendah garam. Penerapan Bijak Garam dalam aktivitas memasak harian juga sangat mudah, cukup dengan mengurangi sebagian penggunaan garam dan menggantinya dengan menambahkan MSG," kata Head of Sauce & Seasoning Department PT Ajinomoto Indonesia, Eurli Prameswari.
Ia menyontohkan, dalam memasak menu sup ayam misalnya: "Dari yang biasanya kita menuangkan 2 sendok teh (sdt) garam ke dalam 1 liter kuah sup, cukup diubah menjadi 1 sdt garam ditambah ½ sdt MSG, dengan tips itu, kita sudah menerapkan konsep Bijak Garam."
Baca Juga: Seksisme Nodai Pilkada 2024, Bagaimana Pengaruhnya terhadap Partisipasi Perempuan dalam Pemilu?
Bila konsep Bijak Garam ini dilakukan secara konsisten diharapkan masyarakat bisa terhindar dari faktor risiko serangan jantung.