Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Banyak pria memutuskan untuk menjadi bapak rumah tangga di Tiongkok. Fenomena full-time dads ini menjadi sorotan karena bertentangan dengan tradisi patriarki yang telah mengakar sekian lama.
Berdasarkan survei tahun 2019 yang dilakukan pemerintah setempat, lebih dari separuh pria Tiongkok sepakat atau bersedia menjadi bapak rumah tangga. Angka tersebut naik signifikan dibanding data 2007 yang hanya 17 persen.
Norma sosial yang berlaku di Negeri Tirai Bambu tak jauh berbeda dari negara-negara lainnya. Selama berabad-abad, pria diharuskan memegang peran sebagai pencari nafkah, sementara perempuan mengurus rumah tangga, termasuk mengasuh anak-anak.
Baca Juga
Fenomena ini dinilai berhubungan dengan pengakuan terhadap kesetaraan gender. Perempuan masa kini memiliki kesempatan untuk mengakses pendidikan tinggi sehingga dapat berkembang dan menjadi lebih berdaya.
"Peningkatan jumlah bapak rumah tangga disebabkan oleh fakta bahwa perempuan memiliki status yang lebih tinggi saat ini," ungkap Pan Xingzhi, pendiri platform konseling psikologis daring di China kepada AFP, dikutip Dewiku.com dari ABS CBN News, Kamis (10/10/2024).
Dijelaskan juga bahwa masyarakat punya pertimbangan finansial yang spesifik. Mereka menyadari bahwa tidak apa-apa jika berhenti bekerja dan tak lagi mendapat gaji, tetapi jadi bisa fokus merawat anak sendiri. Pasalnya, pengeluaran keluarga sering kali malah lebih sedikit ketimbang pasangan tetap bekerja sambil mempekerjakan pengasuh anak.
Chen Hualiang adalah satu dari sekian banyak pria Tiongkok yang memutuskan resign dan menjadi bapak rumah tangga. Mantan manajer proyek ini beralih menangani urusan rumah tangga, sementara istrinya tetap bekerja.
"Ketika Anda bekerja, Anda mendambakan karier yang hebat dan uang yang didapat akan membantu keluarga Anda. Namun, tidak ada yang pasti dan gaji belum tentu merupakan hal yang paling dibutuhkan keluarga Anda," ungkap Chen.
Chen senang karena bisa menghabiskan waktu lebih banyak bersama anak lelakinya yang berusia 11 tahun dan si putri bungsu yang umurnya 4 tahun. Hal itu rupanya adalah sesuatu yang tidak dia dapatkan dari ayahnya dulu.
"Ayah saya hanyalah seorang ayah. Saya tidak pernah merasa dia dapat membantu saya, kecuali secara finansial. Saya ingin menjadi seperti teman bagi anak-anak saya sehingga mereka dapat berbagi banyak hal dengan saya," ujarnya.
Istri Chen adalah Mao Li, penulis buku terlaris yang membahas perihal bapak rumah tangga. Dia menyambut baik keputusan sang suami untuk tinggal di rumah.
"Pada awal pernikahan kami, saya bertanya-tanya tentang bantuannya sebagai seorang pasangan. Dia banyak bekerja, jadi dia tidak membantu saya mengurus anak-anak dan tidak terlalu memerhatikan saya," tutur Mao.
"Namun, sekarang dia mengurus anak-anak dan tinggal di rumah. Saya merasa dia sangat membantu. Saya memberinya nilai 9,5 dari 10," imbuh sang penulis.
Buku karya Mao yang mengusung tema full-time dads menginspirasi serial televisi berjudul "Husband and Wife". Namun, tayangan 36 episode itu ternyata juga memicu perdebatan publik tentang peran pria di rumah.
"Orang tua saya agak khawatir karena saya adalah bapak rumah tangga. Beberapa orang, terutama di media sosial, mengatakan bahwa saya hidup dari istri saya," kata Chen.
"Pada awalnya, orang tua dan kakek-nenek saya sering berkata, 'Kamu harus bekerja'," ucap Xu.
Para tetangga terkadang melontarkan komentar yang kurang menyenangkan. Itulah yang membuat keluarga pria 34 tahun ini jadi bersikap negatif juga terhadap keputusannya untuk di rumah saja.
Meski demikian, orang-orang tetap optimistis bahwa masyarakat hanya butuh waktu untuk menganggap bapak rumah tangga sebagai peran yang wajar dalam keluarga.
Salah satunya adalah kreator konten sekaligus education entrepreneur bernama Chang Wenhao. Ayah dua anak ini mengaku mendedikasikan 80 persen waktunya untuk mengajak buah hati merasakan keseruan berkemah, berkuda, bersepeda, dan mendaki gunung.
"Ini akan terus berkembang. Namun, perubahan besar masih akan membutuhkan waktu," ucap pria 37 tahun tersebut.
Terkini
- Plan Indonesia dan SalingJaga Gelar Soccer for Equality, Dukung Kesetaraan Pendidikan Anak Perempuan NTT
- Paternity Leave Bukan Sekadar Cuti, Tapi Wujud Budaya Kerja yang Inklusif
- Koper Ringan, Gaya Baru Menjelajah Dunia Tanpa Beban
- Body Positivity vs Body Neutrality: Mana Jalan Terbaik Menerima Tubuh Apa Adanya?
- Wujud Kesetaraan di Dunia Transportasi, Kartini Masa Kini di Balik Kemudi
- Musikal untuk Perempuan: Merayakan Persahabatan Lewat Lagu Kunto Aji dan Nadin Amizah
- Melangkah Sendiri, Merdeka Sepenuhnya: Kenapa Perempuan Pilih Solo Traveling?
- Koneksi Bukan Kompetisi: The Real Power of Women Supporting Women
- Kapan Nikah? Nggak Perlu Baper, Ini Cara Elegan Hadapi Pertanyaan Sensitif
- Tips Psikologis Jalani Idulfitri Lebih Tenang dan Bermakna
Berita Terkait
-
Banyak Perempuan Duduki Posisi Manajemen Senior, Keberagaman Gender Kunci Tingkatkan Kinerja Bisnis
-
International Womens Peace Conference 2024: Perdamaian yang Berkelanjutan, Mengapa Perempuan Harus Terlibat?
-
Judol Ancam Keuangan Keluarga, Lakukan 4 Langkah Penting Ini
-
7 Cara Mengusir Kantuk di Pagi Hari, Bukan Cuma Minum Kopi