Minggu, 10 November 2024 | 15:00 WIB
Komnas Perempuan menyayangkan adanya normalisasi diskriminasi dan kekerasan berbasis gender pada kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Sejumlah oknum melontarkan seksisme terhadap perempuan, baik sebagai calon kepala daerah maupun masyarakat pemegang hak pilih.
Melansir laman resmi Komnas Perempuan, salah satu yang disorot adalah pernyataan Calon Wakil Gubernur Jakarta nomor urut 1 Suswono menyoal janda kaya menikahi pemuda pengangguran. Ada pula pernyataan Calon Gubernur independen Jakarta, Dharma Pongrekun yang mengatakan bahwa guru-guru perempuan sengaja ditempatkan di Taman Kanak-kanak untuk menyiapkan anak-anak menjadi bagian dari komunitas LGBT sejak dini.
Beberapa waktu lalu, publik juga sempat bereaksi terhadap ucapan Calon Wakil Gubernur Banten, Dimyati Natakusumah, yang menyebut bahwa perempuan jangan diberi beban berat, apalagi menjadi gubernur.
Baca Juga: Tes Kepribadian: Angka Favorit Bisa Mengungkap Karakter Seseorang
Loading...
Ada pula alat peraga kampanye yang dinilai melanggengkan seksisme. Salah satunya baliho dari pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Sleman, Harda Kiswaya - Danang Maharsa yang berbunyi, "Milih Imam (Pemimpin) Kok Wedok. Jangan Ya Dik Ya! Imam (Pemimpin) Kudu Lanang." Kalimat berbahasa Jawa tersebut berarti, "Memilih imam (pemimpin) kok perempuan. Jangan ya dik ya! Imam (pemimpin) harus pria."
Lainnya adalah frasa "tusuk di tengah yang sedap" sebagai pernyataan penutup yang disampaikan kandidat Murad-Michael di Maluku pada debat terbuka.
Baca Juga: Ini Cara Kunto Aji Mengatasi Bau Ketiak, Bukan Mengandalkan Deodoran
"Komnas Perempuan menyesalkan pernyataan yang disampaikan oleh para Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah pada pelaksanaan kampanye dan debat publik yang tidak mematuhi ketentuan tentang materi kampanye sebagaimana disebutkan pada pasal 17 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 13 Tahun 2024," demikian pernyataan sikap komisioner Komnas Perempuan, Kamis (7/11/2024) lalu.
Berdasarkan hasil pemantauan hak perempuan dalam pemilu, Komnas Perempuan mendefinisikan kekerasan terhadap perempuan dalam kontestasi elektoral sebagai segala bentuk kekerasan yang ditujukan pada perempuan karena ia perempuan, atau kekerasan yang mempengaruhi perempuan secara tidak proporsional karena partisipasi dan/atau aspirasi mereka untuk mendapatkan jabatan politik dan/atau terlibat dalam aktivitas politik dalam penyelenggaraan pemilu.
"Kekerasan ditujukan untuk membatasi, menghalangi dan melemahkan perempuan sehingga tidak setara dalam memilih, dipilih, mencalonkan diri, berkampanye, berserikat, berkumpul, berekspresi atau berpendapat atas dirinya sendiri."
Disebutkan pula bahwa kekerasan terhadap perempuan dalam pemilu akan berakibat sistematis pada berkurangnya partisipasi perempuan dalam pemilu, ketidakpercayaan masyarakat terhadap kandidat perempuan, hingga sulitnya politisi perempuan untuk mengembangkan aktivitas politik mereka. Tentunya, serangkaian dampak tersebut bisa diikuti konsekuensi berkurangnya kualitas demokrasi dan penyelenggaraan pemilu.
Baca Juga: Jarang Mandi Kayak Tasya Farasya? Dokter Kulit Ternyata Bilang Begini
Komnas Perempuan akan terus memantau dan siap menerima pengaduan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan dalam pelaksanaan Pilkada 2024. Sementara, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga diharapkan melakukan pengawasan intensif pada beragam bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam penyelenggaraan Pilkada 2024. Partai politik pun dinilai perlu memberikan pendidikan dan pemahaman terhadap kandidat kepala daerah yang diusung untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan serta menghormati dan memenuhi hak-hak perempuan.