Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Perlindungan bagi anak korban eksploitasi seksual lewat konten pornografi jelas layak mendapat perhatian khusus. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) berupaya melakukannya melalui layanan pendampingan dan mendukung kebijakan perlindungan anak di ranah daring.
Rabu (13/11/2024) pekan lalu, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengungkap dua kasus pornografi anak. Keduanya berkaitan dengan penyebaran konten pornografi anak melalui website, eksploitasi anak, persetubuhan, dan tindak pidana perdagangan orang.
"Kemen PPPA mengecam kasus eksploitasi anak melalui konten pornografi. Anak tidak hanya mendapatkan tindak kekerasan seksual, namun konten mereka juga disebarkan tanpa izin," ungkap Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar, dikutip Dewiku.com dari laman resmi, Sabtu (23/11/2024).
Baca Juga
"Oleh karenanya, upaya perlindungan hukum untuk menuntut keadilan dan pemulihan dari trauma akan terus dilaksanakan oleh pemerintah melalui sinergi lintas sektor untuk menjamin masa depan anak," ujarnya.
Nahar mengapresiasi pihak kepolisian yang telah membantu mengungkap kasus-kasus pornografi anak dan mencegah lebih banyak anak menjadi korban. Terkait temuan kasus baru-baru ini, Kemen PPPA telah berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPPA) DKI Jakarta dalam memberikan pendampingan hukum dan layanan pemulihan psikologis bagi anak.
"Asesmen kasus dan identifikasi kebutuhan korban telah dilaksanakan, termasuk pemeriksaan psikologis untuk menunjang kondisi mental korban. Dari segi kesehatan, visum dan pemeriksaan kesehatan juga telah dilakukan. Lebih lanjut, pendampingan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di kepolisian dan konsultasi hukum juga sudah diupayakan," papar Nahar.
Kemen PPPA akan terus berkoordinasi dengan UPT PPPA DKI Jakarta dalam memberikan pendampingan lanjutan untuk mendukung proses pemulihan psikologis korban, memastikan proses hukum berpihak pada korban, dan mengupayakan hak pendidikan anak terus berjalan.
Nahar mengatakan, "Selain memberikan layanan pemulihan bagi anak, pendampingan bagi keluarga perlu diupayakan agar mereka tidak larut dalam trauma sekunder atas kasus yang dialami. Kondisi lingkungan juga perlu mendapat perhatian agar masyarakat tidak memberikan stigma negatif pada korban dan keluarganya."
Menurut Nahar, seluruh lapisan masyarakat memiliki peran dalam mencegah perilaku berisiko dan tindak pidana eksploitasi seksual melalui konten pornografi.
"Peran keluarga dan masyarakat menjadi kunci penting dalam melindungi anak dari kekerasan, terutama era digital di mana pertukaran informasi terjadi dengan cepat tanpa batasan ruang dan waktu," tandasnya.
Terkini
- Fawning: Jebakan Menyenangkan Orang Lain, Sampai Lupa Diri Sendiri
- Overparenting, Jebakan Pola Asuh Orang Tua Zaman Now: Bisa Hambat Kemandirian Anak?
- Sextortion dan Sexploitation: Ketika Privasi Jadi Senjata Pemerasan di Era Digital
- Wifey Material: Ketika Perempuan Dituntut Jadi 'Istri Idaman'
- Nyaman dengan Diri Sendiri Berawal dari Perawatan Tepat Area Kewanitan
- Main Character Syndrome, Ketika Perempuan Merasa Jadi Pusat Semesta
- Go & Glow Fun Run 2025: Tetap Bugar dan Glowing dengan Aktivitas Seru
- Hot Girl Walk: Ketika Perempuan Jadi Lebih Bahagia Cuma Modal Jalan Kaki
- Self Gifting: Bukan Boros, Tapi Bentuk Apresiasi pada Diri Sendiri
- Lebih dari Sekadar Musik, Ada Pesan Pemberdayaan Perempuan dari JENNIE Lewat Album Ruby
Berita Terkait
-
Perempuan Perantau Penakluk Mimpi: Tantangan dan Stigma yang Mereka Hadapi
-
Darurat Perkawinan Anak di Irak, Bocah Perempuan 9 Tahun Terancam Dipaksa Nikah
-
Patriarki Si Biang Keladi Femisida: Saat Ruang Publik Tak Lagi Aman Bagi Perempuan
-
Seksisme Nodai Pilkada 2024, Bagaimana Pengaruhnya terhadap Partisipasi Perempuan dalam Pemilu?