Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Selama bergenerasi, dapur rumah tangga telah diidentikkan sebagai tempat perempuan. Perempuan—dalam hal ini ibu—bertugas memasak dan menyediakan makanan untuk keluarga. Hal ini dipertegas dengan hasil sebuah studi tahun 2022 di 142 negara, berdasarkan data Gallup World Poll, di mana ditemukan bahwa perempuan lima kali lebih mungkin memasak di rumah daripada laki-laki.
Namun ironis, ketika urusan memasak domestik menjadi urusan perempuan, justru dunia kuliner profesional kian didominasi oleh laki-laki. Melansir dari Forbes, diketahui bahwa hanya 6,04% restoran, berbintang Michelin yang dipimpin oleh perempuan dan hanya 6,73% dari 100 restoran terbaik dunia yang dipimpin oleh koki perempuan.
Ya, anggapan bahwa memasak adalah tugas utama perempuan memang telah tertanam dalam masyarakat selama berabad-abad. Meskipun banyak chef laki-laki yang sukses dan membuktikan bahwa memasak bukanlah monopoli perempuan, namun stigma ini masih sulit dihilangkan.
Ada banyak faktor yang menyebabkan anggapan ini begitu kuat, di antaranya sejarah peran gender yang sejak zaman dahulu perempuan seringkali ditugaskan mengurus rumah tangga, termasuk memasak. Sementara, laki-laki lebih sering terlibat dalam aktivitas di luar rumah seperti berburu atau bertani. Pembagian peran ini kemudian terus diperkuat melalui sosialisasi sejak kecil, baik dalam keluarga, sekolah, maupun media.
Baca Juga
-
Di Balik Tren Fashion: Warna Pastel dan Artinya
-
NewJeans vs Stereotip Gender dan Kelas Pekerja ala Korea Selatan
-
Memahami Baby Blues, Gelombang Emosi yang Dialami Ibu Baru Pascamelahirkan
-
Tuntutan Sempurna Profesi Guru Perempuan, Bisakah Tergapai?
-
The New Tribeca, Destinasi Makan Malam Akhir Tahun Tak Terlupakan: Menyatukan Urban dan Alam
-
Fenomena Pink Tax, Mengungkap Pajak Tersembunyi yang Dibayar Perempuan
Hal ini kemudian mau tak mau membuat perempuan seringkali merasa tertekan untuk memenuhi ekspektasi masyarakat untuk menjadi istri dan ibu yang baik, termasuk mahir memasak. Pun meski perempuan tersebut adalah seorang pekerja di luar rumah, beban memasak masih ada di pundaknya sepulang bekerja.
Fakta bahwa memasak adalah keterampilan hidup yang berguna bagi semua orang, tidak hanya perempuan, membuat memasak seharusnya menjadi tanggung jawab bersama dalam keluarga.
Lalu, bagaimana cara mengubah anggapan ini? Bisa dimulai dari pembiasaan, di mana sejak usia dini, anak-anak perlu diajarkan bahwa memasak adalah keterampilan yang dapat dikuasai oleh siapa saja. Pun di rumah, orang tua perlu memberikan contoh yang baik dengan membagi tugas rumah tangga secara adil. Tak hanya dalam hal memasak, tetapi juga pekerjaan rumah tangga lainnya. Setuju?
Terkini
- Overachieving Daughter Syndrome: Susahnya Jadi Anak Perempuan Idaman
- Perjuangan Kesetaraan Gender: Masih Banyak Tantangan di Indonesia!
- Buka Puasa Mewah All You Can Eat Rasa Dunia Cuma Rp425 Ribu di The Sultan Hotel!
- Fawning: Jebakan Menyenangkan Orang Lain, Sampai Lupa Diri Sendiri
- Overparenting, Jebakan Pola Asuh Orang Tua Zaman Now: Bisa Hambat Kemandirian Anak?
- Sextortion dan Sexploitation: Ketika Privasi Jadi Senjata Pemerasan di Era Digital
- Wifey Material: Ketika Perempuan Dituntut Jadi 'Istri Idaman'
- Nyaman dengan Diri Sendiri Berawal dari Perawatan Tepat Area Kewanitan
- Main Character Syndrome, Ketika Perempuan Merasa Jadi Pusat Semesta
- Go & Glow Fun Run 2025: Tetap Bugar dan Glowing dengan Aktivitas Seru