Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Di era serba cepat dan kompetitif seperti sekarang, kita seolah dituntut untuk selalu naik level, menjadi versi terbaik dari diri sendiri mulai dari cepat, efisien, produktif, dan selalu "on".
Tapi, benarkah pertumbuhan diri harus secepat itu? Jawabannya, tidak selalu.
Konsep grow at your own pace atau “bertumbuh sesuai kecepatan diri” menjadi semakin relevan, apalagi ketika media sosial membanjiri kita dengan pencapaian orang lain.
Setiap hari, kita melihat orang-orang yang tampaknya selalu sukses, bahagia, dan hidupnya tertata sempurna. Tanpa sadar, kita membandingkan diri, lalu merasa tertinggal.
Baca Juga
-
Beban Tak Kasat Mata di Pundak Anak: Saat Kasih Sayang Tergantikan Harapan Balas Budi
-
Menerima Diri, Membangun Kekuatan: Langkah Nyata Perempuan Menumbuhkan Percaya Diri
-
Body Positivity vs Body Neutrality: Mana Jalan Terbaik Menerima Tubuh Apa Adanya?
-
Wujud Kesetaraan di Dunia Transportasi, Kartini Masa Kini di Balik Kemudi
-
Musikal untuk Perempuan: Merayakan Persahabatan Lewat Lagu Kunto Aji dan Nadin Amizah
-
Melangkah Sendiri, Merdeka Sepenuhnya: Kenapa Perempuan Pilih Solo Traveling?
Padahal, apa yang kita lihat di media sosial hanyalah potongan terbaik dari kehidupan seseorang highlight yang belum tentu mencerminkan realita secara utuh.
Ketika kita membandingkan proses hidup kita dengan pencapaian orang lain, kita mencuri kebahagiaan dari momen yang sebenarnya bisa kita nikmati.
Melansir Psychology Today, pertumbuhan sejati tidak datang dari tekanan luar, melainkan dari ketulusan mengenali kebutuhan dan ritme diri sendiri.
Artinya, tidak ada satu formula sukses yang cocok untuk semua orang, setiap orang memiliki jalur, waktu, dan definisinya masing-masing tentang keberhasilan.
Bagi sebagian orang, sukses bisa berarti memiliki karier cemerlang. Bagi yang lain, sukses adalah menjaga hubungan yang sehat, merawat kesehatan mental, atau sekadar merasa cukup dalam keseharian.
Upgrade diri pun tidak harus berupa lompatan besar yang instan. Justru, perubahan kecil yang konsisten jauh lebih berdaya guna.
Contoh nyatanya sangat sederhana, bangun 30 menit lebih awal, mengurangi screen time, menulis jurnal harian, atau meluangkan waktu untuk istirahat mental.
Tindakan kecil seperti ini, jika dilakukan dengan tekun, bisa membawa dampak besar dalam jangka panjang.
Kita tidak harus langsung “jadi” proses “menjadi” itulah yang memberi makna. Dalam perjalanan itu, terkadang kita perlu melambat.
Dan itu tidak apa-apa, melambat bukan berarti tertinggal, jeda bisa menjadi ruang penting untuk refleksi, menyusun ulang prioritas, atau bahkan mengenali arah baru yang lebih selaras dengan nilai hidup kita.
Berdiam bukan berarti menyerah. Bisa jadi, itu adalah langkah strategis menuju sesuatu yang lebih baik.
Maka dari itu, izinkan dirimu bertumbuh dengan tenang, tidak perlu terburu-buru, proses ini bukan perlombaan, tidak ada garis akhir yang harus dicapai lebih dulu dari orang lain.
Upgrade diri adalah perjalanan hidup yang sangat personal, hanya Kalian yang tahu kapan saatnya melangkah, diam, atau berbelok arah.
Yang terpenting, lakukan semuanya dengan kesadaran, ketulusan, dan kasih sayang terhadap diri sendiri. Sebab, bertumbuh adalah tentang menjadi bukan tentang membuktikan.
(Mauri Pertiwi)
Terkini
- Keluarga Cemara Hadir di Panggung Teater, Sajikan Kisah Hangat untuk Libur Sekolah
- FOMO Belanja Online: Buru-Buru Check Out Karena Takut Ketinggalan, Bukan Karena Butuh?
- Realita Cewek: Kenapa Lemari Penuh Tapi Rasanya Tetap Nggak Punya Baju?
- Filter Fatigue: Tuntutan Flawless di Medsos yang Diam-Diam Bikin Cewek Stres
- Kalau Kamu Tokoh Drakor, Berdasarkan Zodiak Kamu Jadi Siapa?
- Belajar Jadi Cewek Tangguh dari Drakor, Bukti Kalau Kekuatan Bukan Cuma Milik Cowok
- Emotional Dumping di Circle Pertemanan: Waspadai Batas Sehat Curhat ke Teman
- Sindrom Fear of Better Options (FOBO), Kenapa Cewek Gen Z Susah Ambil Keputusan?
- Risiko Kanker Perempuan Diam-Diam Ikut Naik Seiring Suhu Bumi yang Makin Panas
- Psikolog Ungkap Alasan Kenapa Fenomena Ghosting Makin Lumrah di Kalangan Gen Z