Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Setiap tahun, dunia memperingati Hari AIDS Sedunia pada tanggal 1 Desember untuk meningkatkan kesadaran tentang HIV/AIDS dan mendorong upaya pencegahan serta penanganan penyakit ini. Namun, di balik angka statistik dan kampanye global, terdapat realitas pahit yang seringkali terabaikan: perempuan menjadi kelompok yang paling rentan terinfeksi HIV. Kesenjangan gender, norma sosial, dan ketidaksetaraan ekonomi membuat perempuan lebih mudah terpapar virus mematikan ini.
Mengapa Perempuan Lebih Rentan Terinfeksi HIV?
Faktanya, HIV/AIDS hingga hari ini masih menjadi pandemi yang belum menemukan ujung cerita. Menurut laporan UNAIDS — Lembaga PBB yang merespons HIV/AIDS, pada 2023, sebanyak 53 persen orang dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah perempuan dan anak perempuan. Dan di tahun yang sama, 44 persen dari kasus baru infeksi HIV adalah perempuan.
Data ini menunjukkan bahwa perempuan masih menjadi kelompok yang paling rentan terhadap HIV/AIDS, baik sebagai penyintas maupun sebagai kelompok dengan angka penularan tertinggi.
Baca Juga
-
Kemampuan Multitasking Perempuan Lebih Baik dari Pria, Mitos atau Fakta?
-
Mengupas Tabu Seksualitas Perempuan dan Stereotip Janda melalui Drakor A Virtuous Business
-
AI di Dunia Pendidikan: Solusi atau Ancaman untuk Mahasiswa Berpikir Kritis?
-
Mewah dan Ramah Lingkungan, Hotel Ini Menangkan ULTRAs Awards 2024 di Kensington Palace
-
Saat Isu Lingkungan Terabaikan di Era Digital
Yasmin Purba, Human Rights and Gender Adviser UNAIDS, mengungkap bahwa selain perempuan, terdapat tiga kelompok lainnya yang rentan terinfeksi oleh HIV/AID yaitu, transgender perempuan (transpuan), laki-laki yang berhubungan dengan laki-laki, dan pekerja seks. Keempat kelompok ini rentan terinfeksi HIV/AIDS serta mengalami standar ganda yang memperburuk keadaan mereka.
“Transgender perempuan (transpuan) saat ini setidaknya paling sering mendapatkan kerentanan berlapis seperti diskriminasi dan mengakses layanan kesehatan,” tambah Yasmin pada acara Press Briefing Kekerasan Terhadap Peeempuan di Indonesia, Senin (25/11).
Data lain dari Behavioral Surveillance Survey UNAIDS (2023) menunjukkan setidaknya 10% transgender mengalami stigma dan diskriminasi. Dan 10% transgender juga pernah mengalami kekerasan seksual. Stigma dan diskriminasi juga menyebabkan setidaknya 34% transgender menghindari mengakses layanan kesehatan.
“Di Indonesia sendiri lembaga upaya sudah banyak, namun kuatnya stigma terhadap para korban membuat mereka ragu dan enggan mengakses layanan kesehatan. Takut dirinya terekspos yang kemudian menjadi target penyiksaan,” kata Yasmin.
Salah satu tujuan global saat ini adalah mengakhiri AIDS sebagai ancaman kesehatan masyarakat pada tahun 2030. Meski tantangannya masih besar dan perjalanan panjang, UNAIDS dan berbagai pihak lainnya terus berupaya keras untuk mewujudkan tujuan tersebut.
Untuk mengatasi permasalahan HIV/AIDS pada perempuan, tentu saja diperlukan upaya yang komprehensif, dimulai dari peningkatan kesadaran melalui kampanye edukasi, akses layanan kesehatan yang mudah dan terjangkau (termasuk tes HIV, konseling, dan pengobatan), upaya perlindungan hukum terhadap perempuan dari kekerasan seksual dan diskriminasi, serta pemberdayaan ekonomi agar perempuan dapat meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi kerentanan terhadap HIV/AIDS.
UNAIDS telah menetapkan tema “Take the rights path to end AIDS: My health, my right!”. Melalui tema ini, UNAIDS berfokus pada pentingnya pemenuhan hak-hak orang dengan HIV/AIDS (ODHA) hingga kelompok rentan.
“Perjuangan melawan HIV/AIDS belum selesai. Kami mengingatkan kembali komitmen negara-negara untuk melindungi mereka dari diskriminasi agar mereka dapat mengakses hak nya dan layanan yang mereka butuhkan tanpa diskriminasi dengan bebas,” pungkas Yasmin.
(Humaira Ratu Nugraha)
Terkini
- Stop Self-Talk Negatif! Ini Cara Membangun Self-Respect di Era Digital
- Merasa Kecil di Dunia yang Besar: Menggali Akar Inferiority Complex
- Resah Driver Ojol Perempuan: Ada Ketidakadilan Mengintai di Setiap Kilometer
- Fake It Till You Make It: Boleh Dicoba, Asal Jangan Kebablasan, Girls!
- Fatphobia Bukan Sekadar Masalah Berat Badan, Tapi Diskriminasi!
- Self Care Bukan Egois, Tapi Hak Setiap Perempuan untuk Sejahtera
- Pap Smear: Deteksi Dini Kanker Serviks, Selamatkan Nyawa Perempuan
- Mengenal Sunday Scaries, Rasa Cemas yang Timbul di Hari Minggu
- Alasan Mengapa Maret jadi Bulan Perempuan
- Tren Kabur Aja Dulu: Antara Impian dan Realita, Sejauh Mana Keseriusannya?