Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Media sosial kembali menciptakan istilah baru, yaitu sad beige parenting. Secara harfiah, istilah ini dapat diartikan sebagai pola pengasuhan yang menyedihkan.
Melansir dari Cleveland Clinic, istilah ini bermula dari seorang kreator konten TikTok bernama Hayley DeRoche, yang menyadari bahwa iklan untuk produk anak-anak yang ramah lingkungan semakin bergeser ke ranah yang absurd — sebagian karena menggunakan warna-warna netral dan kalem yang menjadi estetika masa kini. Semakin mahal produk tersebut, maka semakin besar kemungkinan iklannya akan terlihat suram.
Meski DeRoche menyajikan fakta-fakta di atas lewat sebuah video yang cukup mengocok perut, faktanya banyak orang kemudian bertanya-tanya, apakah warna-warna suram memang dapat memengaruhi perkembangan anak? Apakah sad beige parenting ini akan menciptakan sad beige babies — anak-anak yang menyedihkan?
Psikolog desain lingkungan, Sally Augustin, menilai bahwa menggunakan warna-warna lembut dan monoton — seperti kamar anak yang didominasi warna lembut seperti beige, krem, atau putih — memang tidak ideal untuk anak. Ia menyarankan penggunaan warna-warna cerah seperti warna primer, yang dapat meningkatkan energi dan membantu anak menikmati berbagai aktivitas.
Baca Juga
-
Mengapa Membuat Resolusi Tahun Baru Penting, Meski Seringkali Tak Pernah Terwujud
-
Brain Rot Dinobatkan Jadi Oxford Word of the Year 2024: Mengungkap Fenomena Kemerosotan Mental di Era Digital
-
Father Wound: Luka Batin yang Tersisa Ketika Ayah Tidak Hadir
-
Banyak Chef Laki-Laki Sukses, Tapi Kenapa Dapur Rumah Tangga Tetap Urusan Perempuan?
-
Di Balik Tren Fashion: Warna Pastel dan Artinya
-
Petualangan Jati Diri: Mengapa Perempuan Semakin Gemar Solo Traveling di 2025
"Untuk melakukan beberapa aktivitas (atau) tugas dengan baik dan menikmatinya, anak-anak membutuhkan tingkat energi yang lebih tinggi. Ini dapat dihasilkan oleh warna-warna primer," ujar Augustin, seperti dilansir dari The Guardian.
Namun, di sisi lain, dokter anak Lisa Diard, MD, menyebut bahwa tak ada korelasi antara sad beige parenting dengan sad beige babies.
"Ada banyak orang tua di seluruh dunia yang membesarkan anak mereka dengan palet warna yang berbeda-beda," kata dr. Diard.
Menurutnya, munculnya warna-warna netral ini dalam pengasuhan anak merupakan hasil dari beberapa faktor yang berbeda, salah satunya adalah budaya pop. Banyak yang berpendapat bahwa tren warna sad beige ini dimulai dari para selebritas dan influencer di media sosial yang memilih dekorasi netral dan latar belakang monokromatik untuk konten-konten mereka. Tidak mengherankan jika akhirnya estetika para selebritas dan influencer ini akhirnya memengaruhi tren desain yang lebih luas.
Faktanya, pemilihan warna dalam pengasuhan, sedikit banyak memang dapat memengaruhi berbagai aspek perkembangan anak. Hal ini karena bayi dan anak-anak membutuhkan rangsangan sensorik untuk tumbuh optimal. Warna-warna cerah dengan kontras tinggi, misalnya, dapat merangsang perkembangan visual mereka. Sementara tekstur dan bentuk yang beragam membantu merangsang indra lainnya.
Lingkungan yang berwarna-warni dan hidup juga mendukung perkembangan emosional anak, di mana warna cerah sering diasosiasikan dengan energi, kebahagiaan, dan suasana hati positif, yang menciptakan rasa aman sekaligus meningkatkan keseimbangan emosional anak.
“Saya lebih mentingin anak ya, ketimbang estetika. Menurut saya, anak akan berimajinasi dengan bebas bila kita kenalkan warna cerah dan mentereng ke mereka,” ungkap Ratna, salah satu orang tua, kepada Dewiku (27/12).
Ratna memilih menggunakan warna terang untuk anaknya, sebagai bagian dari gaya pengasuhannya. Menurutnya, warna-warna cerah tidak hanya menarik perhatian anak, tetapi juga membantu merangsang imajinasi dan kreativitas mereka.
"Saya merasa anak-anak lebih bahagia dan bersemangat saat mereka melihat warna-warna cerah di sekitar mereka. Warna ini juga membuat mereka penasaran dan ingin tahu lebih banyak, misalnya tentang benda berwarna merah atau biru," jelas Ratna.
Ratna juga mengungkapkan bahwa ia tidak terlalu mementingkan estetika atau kesan minimalis yang sering dianggap mewah oleh banyak orang. Baginya, kebahagiaan dan perkembangan anak jauh lebih penting daripada mengikuti tren desain.
"Anak-anak punya dunianya sendiri, dan dunia itu penuh warna. Tugas saya sebagai ibu adalah mendukung mereka tumbuh dengan cara yang paling alami dan menyenangkan bagi mereka, termasuk melalui warna-warna yang membuat mereka merasa hidup," tambahnya.
Tricia Skoler, seorang profesor psikologi dan pakar perkembangan anak, menyatakan bahwa penggunaan warna netral pada anak sebenarnya tidak berbahaya. Menurutnya, hal ini tidak perlu menjadi tekanan atau kekhawatiran bagi para ibu.
Ketika ibu memilih estetika atau warna yang sesuai dengan preferensi mereka, hal ini justru dapat meningkatkan interaksi dengan anak, dan interaksi inilah yang menjadi elemen terpenting dalam mendukung perkembangan anak.
"Kita tahu bahwa terlibat dengan orang lain akan meningkatkan pembelajaran dan komunikasi bayi. Jadi, salah satu cara untuk membuat bayi dan orang dewasa berinteraksi adalah dengan menciptakan lingkungan yang disukai keduanya," pesan Skoler, dikutip dari CNN Health.
Menyeimbangkan Estetika dan Kebutuhan Anak
Meskipun dekorasi netral dapat memberikan kesan tenang dan minimalis, penting bagi setiap orang tua untuk mempertimbangkan kebutuhan anak akan variasi warna. Warna-warna cerah memberikan stimulasi visual dan mendukung kreativitas mereka. Oleh karena itu, menciptakan kombinasi antara estetika netral dan elemen cerah dapat menjadi solusi yang seimbang.
Pada akhirnya, yang terpenting bukanlah warna atau desain semata, tetapi bagaimana orang tua menciptakan lingkungan yang penuh kasih sayang, interaksi, dan dukungan bagi anak untuk tumbuh dengan bahagia dan kreatif. Setuju, kan?
(Humaira Ratu)
Terkini
- Lebih dari Sekadar Musik, Ada Pesan Pemberdayaan Perempuan dari JENNIE Lewat Album Ruby
- Cyberstalking Merusak Mental dan Fisik: Bagaimana Perempuan Bisa Melindungi Diri Mereka?
- Rahasia Tangguh: Kuasai Self-Compassion untuk Kesehatan Mental
- Zombieing: Ketika Mantan Datang Tanpa Diundang, Lebih Seram dari Ghosting!
- Rebound Relationship: Ketika Mantan Jadi Bayang-Bayang Pacar Baru
- Stop Self-Talk Negatif! Ini Cara Membangun Self-Respect di Era Digital
- Merasa Kecil di Dunia yang Besar: Menggali Akar Inferiority Complex
- Resah Driver Ojol Perempuan: Ada Ketidakadilan Mengintai di Setiap Kilometer
- Fake It Till You Make It: Boleh Dicoba, Asal Jangan Kebablasan, Girls!
- Fatphobia Bukan Sekadar Masalah Berat Badan, Tapi Diskriminasi!