Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Beberapa waktu lalu, jagat media sosial sempat diramaikan dengan istilah "ani-ani." Kata ini bukan merujuk pada alat panen tradisional, melainkan menjadi kata lain untuk "sugar baby" yaitu perempuan muda yang menjalin relasi dengan pria berduit sebagai simpanan. Bahkan, ada yang menyamakannya dengan "gundik" versi modern.
Fenomena ini mengacu pada hubungan transaksional, di mana perempuan muda menerima dukungan finansial dari pria yang lebih tua, dengan imbalan berupa teman, kekasih, atau bahkan sekadar "teman tapi mesra".
Di balik gemerlapnya gaya hidup mewah yang dipertontonkan, tersimpan ancaman serius bagi kredibilitas dan kesehatan mental perempuan.
Bahaya Mengintai yang Tak Disadari
Baca Juga
-
Kenalan Sama Danantara: Jagoan Investasi atau Bom Waktu?
-
Dari Guru ke Rockstar: Kontroversi yang Mengubah Hidup Novi Citra Indriyati
-
Film Anuja Masuk Nominasi Oscar 2025, Lantang Menentang Eksploitasi Anak dan Perempuan
-
Grainsly Ground dan Revolusi Kulinernya: Ketika Makanan Sehat Jadi Tren
-
#IndonesiaGelap: Saat Ribuan Massa Tuntut Pemerintah Tak Mainkan Kebijakan
-
Buruh Pabrik Dapat Nilai SKD Tertinggi, Kisah Tri Cahyaningsih Yang Gagal CPNS Karena Tinggi Badan
Tren ani-ani bukan sekadar gaya hidup glamor. Ia berpotensi menciptakan eksploitasi perempuan, membuat mereka menjadi objek seksual bagi pria hidung belang.
Meski dikecam, popularitasnya terus menanjak, dipicu oleh hasrat memenuhi kebutuhan hidup dan gaya hidup konsumtif yang menjamur di masyarakat.
Menurut Psychology Today, perempuan muda yang terjerumus dalam dunia "sugar baby" berisiko tinggi menjadi korban penipuan dan pemaksaan.
Jessica Setbbins, seorang terapis pernikahan dan keluarga, mengungkapkan bahwa relasi "sugar baby" dan "sugar daddy" seringkali sebatas transaksi materi tanpa adanya ikatan emosional yang tulus.
Kondisi ini merusak persepsi diri dan memicu konsekuensi negatif lainnya. Lebih parah lagi, perempuan yang menjadi ani-ani rentan menjadi korban kekerasan seksual dan kriminalitas.
Meruntuhkan Kredibilitas Perempuan Berprestasi
Ironisnya, tren ani-ani telah merambah ke ranah prasangka terhadap perempuan sukses. Tak sedikit warganet yang mencibir kesuksesan perempuan, menganggapnya hasil "suntikan dana" dari sugar daddy. Seolah-olah, perempuan tidak mampu meraih prestasi tanpa bantuan pria.
Padahal, banyak perempuan sukses membuktikan bahwa kesuksesan diraih melalui kerja keras, dedikasi, dan perjuangan tanpa henti. Mereka melewati berbagai rintangan dan tantangan, merintis jalan sendiri, dan terus mengembangkan diri untuk mencapai impian.
Tren ani-ani menawarkan jalan pintas menuju kemewahan, tetapi dampaknya bisa menghancurkan masa depan perempuan. Alih-alih terjebak dalam eksploitasi, mari berjuang meraih kesuksesan dengan cara yang terhormat dan bermartabat, karena perempuan berhak meraih impiannya tanpa harus mengorbankan harga diri.
(Nurul Lutfia)
Terkini
- Kenalan Sama Danantara: Jagoan Investasi atau Bom Waktu?
- Dari Guru ke Rockstar: Kontroversi yang Mengubah Hidup Novi Citra Indriyati
- Film Anuja Masuk Nominasi Oscar 2025, Lantang Menentang Eksploitasi Anak dan Perempuan
- Di Balik Bisik-Bisik: Mengapa Perempuan Selalu Dikaitkan dengan Gosip?
- Grainsly Ground dan Revolusi Kulinernya: Ketika Makanan Sehat Jadi Tren
- Wajah Bunda Indonesia: Komunitas Perempuan yang Menginspirasi dan Memberdayakan
- Rekomendasi Tempat Buka Puasa 2025: Quba Ramadan Pop-Up Resto Hadirkan 70 Menu Istimewa
- Dari Selfie Corner hingga Cheer Zone, Sociolla Bestie Pink Run 2025 Lebih dari Sekadar Fun Run!
- Mindful Eating, Kebiasaan Sehat yang Bisa Ubah Cara Kamu Menikmati Makanan
- Tingkat Kesuburan Warga Jakarta Menurun Drastis, Apa Penyebabnya?