Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Beberapa tahun terakhir, ada istilah viral YOLO atau You Only Live Once yang menjadi semboyan bagi banyak orang terutama generasi muda, untuk hidup tanpa penyesalan dan mengambil risiko demi pengalaman.
Namun, akhir-akhir ini istilah atau filosofi viral tersebut telah redup dan diganti menjadi YONO (You Only Need One), yang secara perlahan menggantikan pandangan impulsif YOLO.
Dilansir Dewiku dari Suara.com, YONO adalah konsep yang menanamkan pada diri sendiri bahwa kita hanya membutuhkan satu hal yang benar-benar penting untuk mencapai kebahagiaan atau kesuksesan dalam hidup.
Baca Juga
-
Jebakan Crab Mentality: Ketika Kita Mati-Matian Mencegah Orang Lain Menggapai Sukses
-
Perjuangan Melawan KDRT dan Memutus Trauma dalam Film It Ends With Us
-
Soal Porsi Nasi Berlebih di Program Makan Bergizi Gratis
-
Mati Rasa atau Meledak-Ledak: Bagaimana Cara Kamu Mengelola Stres?
-
Sendu di Januari Biru, Alasan di Balik Perasaan Sedih saat Awal Tahun
-
Catcalling Bukan Pujian, Tak Seharusnya Dinormalisasi
Filosofi ini berakar pada prinsip minimalisme dan mindfulness, yang menekankan kualitas di atas kuantitas.
Jika YOLO cenderung menanamkan perilaku spontan, kalau YONO menanamkan diri untuk berpikir matang, memilih dengan bijak, dan fokus pada apa yang benar-benar esensial.
Hal tersebut mengartikan bahwa bukan tentang hidup tanpa batas, melainkan hidup dengan batasan yang bermakna.
Tren ini awalnya dipopulerkan oleh warga Korea Selatan. Tagar #underconsumption juga mulai populer, dengan para pengguna membagikan video yang mencerminkan tren pengurangan atau minimalisasi konsumsi ini di TikTok dan Instagram.
Pergantian filosofi ini tidak hanya didorong oleh faktor ekonomi, tetapi juga mencerminkan meningkatnya komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan dan tanggung jawab sosial.
Tren YONO didefinisikan dari tiga perspektif, yaitu;
1. Membiasakan Diri dengan Pola Pikir Hemat
Saat ini anak muda beralih ke kebiasaan hemat, seperti belanja yang dibatasi sesuai kebutuhan, karena harus mengelola keuangan dengan ketat di tengah tingginya biaya hidup akibat inflasi yang merajalela dan rendahnya tingkat pertumbuhan pendapatan.
2. Menerapkan Konsumsi Selektif
Banyak anak muda yang menerapkan pendekatan minimalis dalam berbagai aspek berbelanja. Mereka bertujuan untuk menggunakan produk secara efisien, memprioritaskan apa yang benar-benar mereka butuhkan daripada yang hanya diinginkan, sambil menyingkirkan barang-barang yang tidak diperlukan dari ruang mereka.
3. Mengekspresikan Nilai-Nilai Mereka melalui Konsumsi
Dalam masyarakat yang semakin individualistis saat ini, konsumen cenderung menyampaikan nilai-nilai mereka melalui pilihan belanja dan aktivitas di media sosial.
Hal ini berbeda dengan masa lalu, di mana orang biasanya bergabung dengan kelompok untuk menyuarakan pendapat mereka.
Generasi muda kini menunjukkan komitmen terhadap nilai-nilai lingkungan dan politik melalui pola konsumsi, sebuah fenomena yang disebut "konsumsi nilai."
Dengan meningkatnya kesadaran akan isu-isu lingkungan dan etika, mereka memilih produk dan layanan dari merek-merek yang sejalan dengan keyakinan politik, moral, dan lingkungan mereka.
Penulis: Nurul Lutfia Maryadi
Terkini
- Self Gifting: Bukan Boros, Tapi Bentuk Apresiasi pada Diri Sendiri
- Lebih dari Sekadar Musik, Ada Pesan Pemberdayaan Perempuan dari JENNIE Lewat Album Ruby
- Cyberstalking Merusak Mental dan Fisik: Bagaimana Perempuan Bisa Melindungi Diri Mereka?
- Rahasia Tangguh: Kuasai Self-Compassion untuk Kesehatan Mental
- Zombieing: Ketika Mantan Datang Tanpa Diundang, Lebih Seram dari Ghosting!
- Rebound Relationship: Ketika Mantan Jadi Bayang-Bayang Pacar Baru
- Stop Self-Talk Negatif! Ini Cara Membangun Self-Respect di Era Digital
- Merasa Kecil di Dunia yang Besar: Menggali Akar Inferiority Complex
- Resah Driver Ojol Perempuan: Ada Ketidakadilan Mengintai di Setiap Kilometer
- Fake It Till You Make It: Boleh Dicoba, Asal Jangan Kebablasan, Girls!