Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Stres adalah respons alami tubuh terhadap tekanan. Namun, setiap orang memiliki cara yang unik untuk mengatasi stres. Ada yang memilih diam seribu bahasa dan menjauh dari lingkungan, dan ada juga yang meledak-ledak. Tipe yang manakah kamu?
Inilah yang dinamakan stress language atau bahasa stres, yaitu cara kita merespons stres yang memengaruhi cara kita berinteraksi, bahkan tanpa kita sadari.
Memahami bagaimana seseorang merespons stres bisa jadi kunci untuk berkomunikasi yang lebih baik. Kadang, kita berpikir orang yang sulit diajak ngobrol saat sedang stres itu lantaran ia memang tidak mau ngomong, padahal bisa jadi otaknya sedang offline — dan ini menjadi caranya untuk menghadapi stres.
Menurut Chantal Donnelly, seorang terapis fisik, peneliti stres dan penulis buku "Settled: How to Find Calm in a Stress-Inducing World", manajemen stres sering kali menjadi elemen yang terlewat dalam diri seseorang.
Baca Juga
-
Mau Ikutan Medical Check Up Gratis dari Pemerintah? Ini 7 Hal yang Harus Dipersiapkan
-
Kala Pemecatan STY Bukan Cuma jadi Hari Patah Hati Laki-Laki
-
Medical Check-Up GRATIS untuk Perempuan! Cek Manfaatnya di Sini
-
Sendu di Januari Biru, Alasan di Balik Perasaan Sedih saat Awal Tahun
-
Catcalling Bukan Pujian, Tak Seharusnya Dinormalisasi
-
Kehadiran Kakek-Nenek Bisa Jadi Sumber Kekuatan Bagi Kesehatan Mental Ibu
“Meskipun stress language bukan istilah resmi dalam dunia kesehatan mental, konsep ini dapat membantu kita memahami diri sendiri dan orang-orang terdekat, mirip dengan love language yang belakangan ini semakin populer,” ungkapnya, seperti dilansir dari laman Psychology Today
Ya, ternyata bukan cuma love language saja yang penting kita kenali, karena stress language juga tak kalah penting untuk dikenali. Jadi, biar kamu makin mengenal dirimu sendiri, yuk cari tahu seperti apa stress language-mu!
1. The Exploder (Si Peledak)
Kalau kamu sering meledak-ledak saat stres, suka menyalahkan orang lain, atau merasa semuanya darurat, kamu mungkin seorang exploder. Tipe ini melihat segala situasi sebagai krisis dan cenderung paranoid. Responsnya sering kali berupa fight-or-flight (melawan atau lari), seperti menyerang di tengah percakapan atau merasa perlu mengambil alih kendali secara agresif.
2. The Imploder (Si Pendiam Berbahaya)
Beda dengan exploder, si imploder lebih suka diam-diam saja saat stres. Tipe ini susah kontak mata, tak mau mengungkapkan emosi, dan sering disalahpahami seperti tidak peduli sama masalah. Padahal, mereka cuma butuh waktu buat “sembunyi” dan merenung dalam sunyi.
3. The Fixer (Si Sok Pahlawan)
Sekilas, si fixer ini tampak sebagai orang yang proaktif dalam mengatasi masalah. Namun, ia sering melewati batas dengan terlalu mengontrol dan kurang mempercayai kemampuan orang lain. Bahkan, ia cenderung "memperbaiki" hal-hal yang sebenarnya tidak perlu diperbaiki, sering kali bertindak lebih seperti orang tua daripada mitra setara.
4. The Denier (Si Sok Baik-Baik Saja)
Denier adalah juaranya toxic positivity. Stres? Apa itu stres? Mereka bakal bilang, “Aku baik-baik saja” atau “Santai aja,” walaupun dalam hati sudah seperti kapal karam. Tapi hati-hati, karena kalau terus dipendam, akumulasi meluapkan stresnya bisa lebih heboh dari si exploder!
5. The Numb-er (Si Kabur dari Kenyataan)
Kalau stres, si numb-er ini bakal langsung cari pelarian seperti belanja gila-gilaan, main game nonstop, kerja sampai lupa waktu, atau malah melarikan diri ke hal-hal yang tidak sehat seperti alkohol dan obat-obatan. Intinya, mereka cuma mau “mati rasa” sementara, walaupun akhirnya bikin masalah jadi makin runyam.
Bagaimana Cara Mengenali Stress Language
Sama seperti memahami love language diri sendiri dan orang lain, mengenali stress language kamu bisa jadi game changer!
Dengan mengetahuinya, bisa memprediksi bagaimana teman, pasangan, atau bos kamu merespons stres, dan hal ini dapat membantu menciptakan interaksi yang lebih tenang dan memahami kebutuhan mereka di momen sulit.
Pertama, perhatikan pola respons kamu saat stres. Renungkan bagaimana kamu biasanya merespons saat stres. Apakah kamu cenderung marah, menarik diri, atau melarikan diri ke kebiasaan tertentu.
Kedua, bicarakan dengan orang terdekat. Tanyakan kepada keluarga atau teman tentang apa yang mereka amati dari perilaku kamu saat menghadapi stres.
Dengan memahami stress language, kamu tidak hanya belajar mengenali dirimu sendiri, tapi juga membuka jalan untuk hubungan yang lebih damai dan suportif. Mulai eksplorasi stress language kamu sekarang, karena komunikasi yang lebih baik dimulai dari pemahaman yang baik.
(Humaira Ratu)
Terkini
- Self Gifting: Bukan Boros, Tapi Bentuk Apresiasi pada Diri Sendiri
- Lebih dari Sekadar Musik, Ada Pesan Pemberdayaan Perempuan dari JENNIE Lewat Album Ruby
- Cyberstalking Merusak Mental dan Fisik: Bagaimana Perempuan Bisa Melindungi Diri Mereka?
- Rahasia Tangguh: Kuasai Self-Compassion untuk Kesehatan Mental
- Zombieing: Ketika Mantan Datang Tanpa Diundang, Lebih Seram dari Ghosting!
- Rebound Relationship: Ketika Mantan Jadi Bayang-Bayang Pacar Baru
- Stop Self-Talk Negatif! Ini Cara Membangun Self-Respect di Era Digital
- Merasa Kecil di Dunia yang Besar: Menggali Akar Inferiority Complex
- Resah Driver Ojol Perempuan: Ada Ketidakadilan Mengintai di Setiap Kilometer
- Fake It Till You Make It: Boleh Dicoba, Asal Jangan Kebablasan, Girls!