Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Berjemur menjadi salah satu hobi baru masyarakat Indonesia belakangan ini. Hal itu karena kegiatan ini dipercaya dapat meningkatkan daya tahan tubuh lewat pembentukan vitamin D yang diberikan sinar matahari.
Di sisi lain, daya tahan tubuh yang baik sangat penting dalam mencegah penularan virus corona penyebab sakit Covid-19.
Hanya saja, ada dua masalah klasik berjemur bagi masyarakat Indonesia. Pertama, ada yang cuma ingin manfaatnya tapi enggan menjadi hitam akibat sinar matahari.
Kedua, ada yang ingin manfaatnya dan enggan menjadi hitam lalu memilih menggunakan tabir surya sebelum berjemur di pagi hari.
Baca Juga
-
Jangan Sembarangan! Berikut Cara Memilih Tabir Surya Sesuai Jenis Kulit
-
Stres Berlebih Picu Berbagai Masalah Kulit Wajah, Ini Cara Mengatasinya
-
Awas Gagal! Simak Dulu Tips Berikut sebelum Potong Rambut di Rumah Aja
-
Ngeri! Tertusuk saat Manikur, Wanita Ini Kehilangan Setengah Jarinya
-
Jerawat Datang Mengganggu saat Hanya di Rumah Aja, Berikut 6 Penyebabnya
-
Saran Netizen +62 agar Kulit Makin Glowing, Awas Bikin Emosi!
Lalu, perlukah memakai tabir surya saat berjemur? Apakah kita akan mendapat manfaat yang sama?
Menurut dokter spesialis kulit dan kelamin, dr Umi Rinasari, MARS, SpKK, FINSDV dari RSPI Bintaro Jaya, semua orang sebaiknya menggunakan tabir surya, baik laki-laki maupun perempuan dengan warna kulit apapun saat berjemur.
Hal ini dilakukan guna melindungi kulit dari efek negatif sinar ultraviolet matahari yakni flek hitam, keriput, dan kutil-kutil di wajah dan leher serta risiko kanker kulit.
Penggunaan tabir surya ketika berjemur juga bergantung berapa lama berjemur, pukul berapa kita berjemur, dan tujuan berjemurnya.
Sebelumnya, kenali dulu dua jenis sinar ultraviolet (UV) yang dipancarkan oleh matahari, yakni sinar UVB dan UVA.
Sinar UVB adalah sinar yang membantu pembentukan vitamin D yang mempunyai panjang gelombang medium. UVB memiliki intensitas tertinggi pada pukul 10.00 hingga pukul 14.00.
"Tapi bukan berarti di jam-jam sebelumnya tidak ada. Ada, tapi intensitasnya lebih rendah," kata dr Umi dalam Live IG bersama dr Danar Wicaksono, dokter residen di FKKMK UGM seperti dilihat Suara.com, Minggu (12/4/2020) kemarin.
Sementara UVA adalah sinar UV yang punya gelombang terpanjang, sehingga sejak matahari muncul sinarnya sudah sampai dulu ke kulit kita dan intensitasnya memang sudah besar.
Maka dari itu, semakin tinggi matahari, semakin tinggi pula intensitas masing-masing sinar UV. Sehingga, jika target kita berjemur adalah UVB di pukul 11.00 dengan harapan intensitas tertinggi, jangan lupakan UVA juga mengalami peningkatan intensitas dan di sinilah peran tabir surya dibutuhkan.
"Berjemur lebih aman di waktu yang UVB tidak terlalu tinggi tapi cukup dan UVA juga tidak terlalu tinggi. Berjemurnya juga sesuai yang direkomendasikan adalah 10-15 menit," terang dr Umi.
Jika berjemur di pukul 09.00 pagi saat intensitas kedua sinar UV sama-sama tidak terlalu tinggi, menurut dr Umi tidak masalah jika tidak menggunakan tabir surya.
Namun ia tetap menyarankan memakainya saja karena berdasarkan penelitian, sebanyak 25-50 persen orang tidak menggunakan tabir surya secara optimal. Ia pun meyakinkan bahwa menggunakan tabir surya saat berjemur tak akan menghalangi proses pembentukan vitamin D.
"Kalau kurang, jangan khawatir. Kita juga bisa menambahnya dari suplemen," tandas dia kemudian. (*Frieda Isyana Putri)
Terkini
- Fenomana Glass Ceiling: Mengapa Perempuan Sulit Jadi Pemimpin di Dunia Kerja?
- Takut Ketinggalan Momen? Begini Cara Mengelola FOMO dengan Sehat!
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?
- Tantangan dan Realitas Jurnalis Perempuan di Indonesia: Menyingkap Kesenjangan di Ruang Redaksi