Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Para penggemar mode mungkin sudah tidak asing dengan gaya gothic yang serba hitam dan misterius. Sayang, banyak yang menganggap gaya pakaian ini sebagai sesuatu yang menyeramkan atau bahkan menyimpang.
Salah satu penggemar gaya gothic tersebut adalah wanita 28 tahun bernama Chelsea Clarke. Dia juga dikenal sebagai Youtuber dengan nama Rose Nocturnalia.
Merangkum laman Vogue, Chelsea Clarke banyak membahas soal gaya berpakaian gothic ala Barat hingga gaya gothic lolita asal Jepang.
Tak cuma itu, Chelsea juga membahas soal kesalahpahaman yang berhubungan dengan gaya fashion gothic. Salah satunya, Chelsea dianggap belum dewasa hingga menyimpang.
Baca Juga
-
Model Ini Bagikan Rahasia Industri Fesyen, Pernah Dipaksa Foto Telanjang
-
Curi Perhatian, Ini Identitas Model Jepang yang Pede Pamer Bulu Ketiak
-
Inspiratif, Wanita Ini Ternyata Hobi Beli Tas Mewah untuk Masa Depan
-
Tampak Anggun Pakai High Heels, Kaki Mulus Pria Ini Bikin Salfok
-
Dorong Tiang Infus saat Fashion Show, Model Ini Sakit tapi Tetap Cari Duit?
-
Nyeleneh, Pengantin Minta Tamu Pernikahan Tampil Seksi dan Bawa Benda Ini
"Ada kesalahpahaman bahwa gaya Lolita menggambarkan pertumbuhan yang terhambat, obsesi dengan masa kecil, atau orang-orang yang menolak dewasa," ungkap dia.
"Pada kenyataannya, sebagian besar dari kami adalah orang dewasa umur 20-40 tahun yang sudah bekerja. Kau butuh pekerjaan yang bagus untuk dapat membayar semua ini. Kami cuma suka berdandan dan bersenang-senang."
Kecintaan Chelsea dimulai ketika dirinya mendengar musik berbau gothic di umur 11 tahun. Semasa remaja, Chelsea juga sering mencoba-coba gaya gothic.
Walau demikian, gaya Chelsea yang berbeda ini membuatnya tak mempunyai teman serta sering dipandang negatif oleh orang-orang di sekitarnya.
"Orang-orang berpikir bahwa kami senang melakukan kekerasan, depresi, pengguna narkoba, atau ketiganya," tutur Chelsea.
"Beberapa guruku mencoba bicara padaku, cemas aku menggunakan narkoba, meski kenyataannya aku terlalu takut untuk mencoba. Orang dewasa memperlakukanku dengan penuh kecurigaan."
Chelsea Clarke juga seriang diikuti karyawan ketika dia belanja di toko. Selain itu, dirinya juga pernah dihentikan dan diinterogasi polisi.
Ditambah, Chelsea Clarke mendapati bahwa jumlah wanita kulit hitam yang tertarik pada gaya gothic cenderung sedikit. Chelsea baru bertemu orang-orang dengan hobi sama di usia 20-an.
Lewat Youtube, Chelsea Clarke biasa membicarakan pengalamannya soal menjadi wanita kulit hitam yang menyukai gaya gothic.
"Aku mendapat banyak kritikan dari orang-orang yang kurang lebih bertanya 'Mengapa kau seperti ini?'," ujar Chelsea dalam salah satu videonya.
Menurut Chelsea, masih banyak yang menganggap orang kulit hitam tidak boleh bergaya gothic dan cumaa boleh menyukai hal-hal tertentu saja.
Untunglah, curhatan Chelsea Clarke itu mendapat respons positif dari banyak orang. Dia pun mendapat dukungan dari para penggemarnya yang menyukai gaya gothic.
"Tak ada banyak influencer Youtube yang bergaya gothic. K ebanyakan dari mereka juga bukan orang dengan kulit berwarna," kata dia.
"Untuk dikenal di platform ini sebagai seseorang dengan kulit hitam telah mengirimkan pesan bahwa kami juga dapat bergaya gothic," tegas Chelsea Clarke.
Terkini
- Fenomana Glass Ceiling: Mengapa Perempuan Sulit Jadi Pemimpin di Dunia Kerja?
- Takut Ketinggalan Momen? Begini Cara Mengelola FOMO dengan Sehat!
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?
- Tantangan dan Realitas Jurnalis Perempuan di Indonesia: Menyingkap Kesenjangan di Ruang Redaksi