Aktifkan Notifikasimu
Jadilah yang pertama menerima update berita penting dan informasi menarik lainnya.
Dewiku.com - Salah satu tanda toxic relationship atau hubungan beracun dalam percintaan adalah rasa cemburu berlebihan, berperilaku kasar, hingga berani memaki pasangan.
Hal-hal seperti itu, pada akhirnya bisa membuat pasangan korban hubungan beracun mengalami trauma yang mendalam. Tak jarang, mereka butuh waktu lama untuk mengobati trauma.
Dikatakan Dosen Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Istiana Tajuddin, salah satu cara mengobati trauma mendalam akibat hubungan beracun adalah melakukan konsultasi dengan seorang profesional.
"Kita harus pergi ke profesional ya, karena trauma bukan hal yang sederhana. Salah satu ciri-ciri orang yang trauma itu sering flashback, dan itu sangat mengganggu seseorang," ungkap dia dalam acara Dating Abuse, Kamis (8/7/2021) lalu.
Baca Juga
-
Jangan Diabaikan! Ketahui Beberapa Bentuk Kekerasan dalam Hubungan Asmara
-
Belum Pernah Bertemu, Wanita 28 Tahun Ini Mantap Menikah dengan Narapidana
-
Nenek 54 Tahun Ini Berjodoh dengan Pria 20 Tahun Lebih Muda, Kisahnya Viral
-
Perkara Belanjaan Senilai Rp4 Juta, Cewek Ini Amuk Pacar di Mal
-
Wanita Ini Galau Jelang Menikah, Tak Mau Pisah dengan Bantal Kesayangan
-
Iklan Cari Jodoh Ini Bikin Bingung, Calon Suami Dilarang Suka Kentut
Selain itu, dia menyebut pentingnya melakukan relaksasi dan berdamai dengan diri sendiri. Namun untuk mencapai proses ini, seseorang perlu melakukan konsultasi dengan profesional terlebih dahulu.
Kata Istiana Tajuddin, seseorang yang masih menyimpan trauma kerap memandang kehidupan masa kini dan masa depan dengan cara sama.
Misalnya, korban toxic relationship cenderung membangun hubungan baru dengan cara pandang yang sama. Akibatnya, itu akan mengganggu hubungan baru yang dijalani.
"Misalnya pernah memiliki hubungan percintaan toksik selama dua tahun. Dan ketika Anda membangun hubungan baru, terus pacar suka tanya pakaian. Karena pernah pengalaman di hubungan toksik, kita merasa dikoreksi. Padahal tidak, dia cuma nanya," kata dia.
Menurutnya, hal seperti itu bisa terjadi karena seseorang masih belum sembuh dari masa lalunya. Jika belum sembuh, korban rawan mengalami kegagalan dalam berhubungan.
Rasa trauma masih terbawa hingga masa depan. "Inilah kenapa orang yang belum sembuh akan terus gagal sebelum mengobati dirinya sendiri," jelas Istiana. (*Aflaha Rizal Bahtiar)
Terkini
- Tagar #KaburAjaDulu, Ketika Anak Muda Anak Tangan pada Realita
- Fenomana Glass Ceiling: Mengapa Perempuan Sulit Jadi Pemimpin di Dunia Kerja?
- Takut Ketinggalan Momen? Begini Cara Mengelola FOMO dengan Sehat!
- Ladang Mimpi yang Berubah Jadi Neraka: Tragedi 100 Wanita Thailand di ' Peternakan Telur Manusia' Georgia
- Mengenal Roehana Koeddoes: Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia
- Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?
- Komunitas Rumah Langit: Membuka Ruang Belajar dan Harapan bagi Anak-anak Marginal
- Subsidi BPJS Kesehatan Terancam, Siapa yang Paling Terdampak?
- Komnas Perempuan Soroti Perlindungan Jurnalis Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
- Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?